Jumat, 24 Mei 2013

Gantilah Tangisan Itu Dengan Senyuman_Part7 (Ending)

di Mei 24, 2013 0 komentar

Fadil termenung mengingat masa lalunya yang indah, bersama orang - orang yang sangat ia sayangi, dan sekarang otaknya merekam semua peristiwa itu, seperti sebuah kaset yang sedang memutar kembali memori indah itu. Sejenak Fadil menghembuskan nafasnya perlahan, ia menghapus setitik air mata yang keluar dari bola matanya.

“ Maaf kak, Adil terpaksa berbohong sama kakak. Adil cuma mau melihat kakak sembuh seperti dulu. ” Ujarnya pelan.

Kembali memori itu memutar kejadian 2 hari yang lalu sebelum ia memutuskan untuk segera dirawat dan melakukan operasi pencangkokkan hati.

# FLASHBACK

Pemuda itu nampak merenung, pandangannya kosong, entah apa yang ia pikirkan saat ini.

“ Apa keputusanku ini sudah benar? apa aku sanggup melihat adikku sendiri melakukan operasi itu untukku? ” ia kembali terdiam, ia bingung apa yang harus ia lakukan saat ini.

Menerima atau menolak? Jika ia menolak itu berati ia telah mengecewakan adiknya. Tapi jika ia menerima, sang adik akan berjuang antara hidup dan matinya. Terlebih lagi perkataan Dr. Alend barusan yang terus saja menghantuinya

“ Sejujurnya keadaan Fadil sangat tidak siap, untuk melakukan operasi ini. Kondisi Fadil sangat berbahaya, kemungkinan berhasil hanya 50%, kamu hidup atau Fadil yang hidup, dan keduanya tidak selamat? ”

Anton mengacak ngacak rambutnya, ia begitu frustasi sekarang. Kenapa ia harus dihadapkan dengan pilihan sesulit ini? Kenapa Tuhan begitu kejam padanya?

“ Kakak Adil dateng. ” teriak Fadil nyaring, membuat Anton sedikit terkejut, dan menyadarkan ia dari lamunannya.

Ia memandang sang adik lekat, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Anton menghela nafas pelan, Fadil nampak lebih kurus dari sebelumnya, dan bukan hanya itu wajah Fadil juga terlihat pucat.

“ Dil, kamu sakit? ” tanya Anton pelan. Fadil menggeleng pelan.

“ Aku sehat kak. Sangat sehat. ” Jawabnya santai. Anton memalingkan wajahnya ia tak mau menatap sang adik lebih lama.

“ Jangan mencoba untuk menghibur kakak. Kakak ini nggak bodoh dil. ” Jawabnya ketus. Fadil terlihat bingung dengan perubahan sikap dari Anton.

“ Kakak kenapa? ” tanyanya bingung.

 Tak ada jawaban dari Anton ia memilih untuk diam, menyakinkan dirinya untuk membuat suatu keputusan. Keputusan yang menurutnya adalah keputusan yang terbaik untuknya dan Fadil.

“ Kak.. ” panggil Fadil pelan. Anton sekali lagi menghembuskan nafasnya berat.

“ Batalkan operasi itu, dil. ” Bagaikan tersambar petir Fadil mendengar perkataan kakaknya, ia tak mengerti mengapa tiba tiba Kak Anton merubah keputusannya itu.

“ Tapi kak.. ” baru saja Fadil ingin membantah perkataan kakaknya, dengan cepat Anton memotongnya.

“ Dil, kakak nggak mau membahayakan kamu. Cukup kakak yang merasakan penyakit ini dil. Kakak rela jika memang waktu kakak akan segera berakhir. Kakak nggak mau, cuma karena kakak,  kamu harus mengorbankan nyawa mu sendiri dil. ” Jelasnya pelan.

“ Kak, kita udah pernah bahas ini sebelumnya kan? Dan kakak telah menyetujui itu semua kak! ”

“ Itu sebelum kakak tau kondisi kamu yang sebenarnya. Dil kakak mohon, menurutlah, kakak melakukan ini semua demi kebaikkanmu. ”

“ Kak, yang tau kondisiku itu aku kak! Bukan kakak maupun dokter! Aku merasa sangaat siap dan kuat untuk melakukan operasi itu! ” Fadil terus saja berusaha untuk menyakinkan Anton. Tapi nampaknya Anton tetap pada pendiriannya. Ia menggeleng cepat.

“ Sekali nggak ya nggak! Kakak nggak mau terima hati kamu! ” katanya tegas. Fadil nampak berfikir, sepertinya akan percuma untuk melawan Kak Anton sekarang. Itu justru akan menghabiskan tenaganya, tenaga yang seharusnya ia simpan untuk operasinya nanti.

“ Jadi kakak mau operasi kalau hati itu bukan dari aku? ” tanyanya. Anton kembali menatap mata Fadil.

“ Maksud kamu? ”

“ Ya.. Adil akan mencari hati itu untuk kakak. Adil janji untuk mendapatkan hati itu.” Ujarnya berbohong, karena sejujurnya Fadil tahu, kalau itu tak mungkin ia lakukan, karena sebelumnya ia telah mencobanya dan hasilnya nihil.

 Tak ada satupun hati yang cocok dengan hati Kak Anton.

“ Kakak mau kan? ” tanyanya lagi.

 Anton nampak berfikir, iapun akhirnya mengangguk menyetujuinya.

“ Tapi kamu harus janji sama kakak, kalau nanti kakak operasi pendonornya itu bukan kamu! ” ujarnya, Fadil mengangguk perlahan.

***

“ Kak, Adil ngelakuin ini semua hanya untuk kakak. Adil cuman mau melihat kakak sembuh. Adil nggak peduli kalau demi kakak sembuh, Adil harus menukarnya dengan nyawa. ” Ujarnya pelan, ia kembali meneteskan air matanya, namun buru - buru ia hapus ketika ia mengetahui ada seseorang yang datang.

“ Dil.. ” sapa orang itu lembut. Fadil tersenyum melihatnya.

“ Vyo, ngapain kesini? Bukannya ini masih jam sekolah? ” tanya Fadil, iapun bangkit dari posisi tidur, menjadi duduk. Vyone menghampiri Fadil perlahan.

“ Vyo, mau nemenin Adil sampai Adil dioperasi. ” Jawabnya pelan.

“ Vyo, juga udah minta ijin sama mama, hari ini Vyo akan menginap disini. ” Lanjutnya lagi. Fadil menatap Vyone lembut, iapun mengangkat tangannya dan menghapus air mata yang ada di wajah Vyone.

“ Kalau mau nemenin aku, jangan masang muka kayak gitu. Nggak enak tahu. ” Canda Fadil. Vyone pun tersenyum mendengar perkataan Fadil.

“ Adil harus inget janji Adil sama Vyo! ” ujarnya. Fadil mengangguk pelan.

“ Ia, Adil janji akan terus ada dideket kamu. Seperti Vyo yang terus berada dideket Adil. ”

Vyone kembali menangis, ia tak tau sekarang harus berbuat apa. Sejujurnya ia sangat tidak menyetujui sahabatnya melakukan hal ini. Tapi apa yang bisa ia perbuat? Keputusan Fadil itu sudah bulat dan tak ada satupun yang dapat merubahnya. Dilain sisi Vyone juga telah menganggap Anton sebagai kakaknya sendiri. Ia menyayangi Anton dan Vyone juga menginginkan Anton sembuh. Tapi apa sudah tidak ada cara lain yang bisa menyembuhkan Anton selain dengan cara ini? Pertanyaan inilah yang selalu ada di benak Vyone, berhari hari ia memikirkan ini namun sampai sekarang ia pun tak dapat menjawab pertanyaan itu.

“ Vyo, mau janji sama aku? ” tanya Fadil pelan.

Vyone mengangguk cepat.

“ Apa? ”

“ Janji apapun yang terjadi sama Adil, Vyo harus tetap tersenyum, Vyo harus percaya Adil itu selalu ada didekat Vyo. ” Ujar Fadil. Vyone terdiam sesaat, ia bingung harus mengatakan apa. Ia takut bahkan sangat takut jika Fadil tak ada lagi disampingnya.

“ Vyooooo.. ” ujarnya ragu. Fadil menatap Vyone lembut.

“ Ya.. aku janji. ” jawab Vyone akhirnya.

***

Siang itu cuaca mendadak berubah. Langit yang tadinya biru berhiaskan gumpalan awan putih beraneka bentuk, tergantikan awan – awan kelabu dan hitam, tampak tidak ada kecerahan sama sekali, matahari pun seakan malu menampakkan sinarnya. Tampak kilat dan petir beriringan menampakan dirinya, menunjukkan kehebatannya masing-masing. Kilat berdenyat-denyat. Bunyi petir menggelegar. Perlahan setitik air hujan berubah menjadi gumpalan air yang siap menenggelamkan apapun yang berada dibawahnya.

Fadil sedang terbaring lemah ditempat tidur. Walaupun dia mengatakan sangat sehat, tapi dari catatan dokter dan perawat mengatakan hal sebaliknya. Dalam keadaan berbaring fadil menatap keluar jendela.

“ Sudah sore, hhuffk ” Gumam Fadil.
Sepi. Adalah hal yang dirasakan Fadil sekarang. Yah, walaupun tadi Vyone sempat menjenguknya.

Tampak sekarang tidak ada sama sekali orang ataupun perawat yang lalu lalang diluar kamarnya. Terasa sepi. Sejenak Fadil kembali teringat kakaknya,  Anton, dia sangat merindukan laki-laki itu.

“ Walaupun kita tidak bisa bahagia didunia kak, tapi Adil yakin diakhirat tidak ada kebahagian yang bisa dilukiskan karena kakak, Adil, mama dan papa akhirnya bersama. ”

Yang ada dalam pikiran Fadil saat ini hanya kak Anton. Hanya satu nama itu. Besok pagi operasi akan dilaksanakan. Melihat kondisi kak Anton yang sudah tidak dapat tergambarkan lagi, Fadil memaksa Dr.  Alend segera melakukan operasi itu.

Resiko melakukan operasi kepada pasien yang dalam keadaan koma jauh lebih besar dibanding pasien yang sadar penuh. Tapi tidak ada pilihan lain, “ Lakukan atau tidak sama sekali ”.

***

Firasat Vyone pagi itu mendadak tidak enak. Dirumah, dia juga merasakan akan ada hal buruk terjadi, tapi entah itu apa. Vyone hanya berharap firasat itu tidak mengacu kepada sahabat kecilnya “ Fadil ”.

Dimulai saat bangun sampai dia berada di rumah sakit, Vyone ketiban sial terus. Vyone datang dengan tergesa-gesa ke kamar Fadil. Saat tiba dikamar Fadil, wajahnya sedikit berubah lega. Masih dengan nafas terengah - engah Vyone duduk disebelah Fadil dan memegang kening Fadil. Fadil mengeryit heran.

“ Kenapa sih Vyo ? Habis darimana..?? Kayak dikejar setan aja. ” Vyone yang ditanya hanya menggelengkan kepala dan tersenyum manis. Fadil masih menatap heran.

5 menit sudah Vyone menatap Fadil, hanya menatap Fadil yang bisa Vyone lakukan sekarang. Fadil yang dilihat semakin takut. Berkali - kali Fadil melambaikan tangan tepat diwajah Vyone, tapi tidak ada respon. Vyone kembali teringat kenapa pagi - pagi sekali dia kerumah sakit, tepat jam 08.00 pagi nanti Fadil akan melakukan operasi. Yang bisa Vyone lakukan sekarang hanyalah memberi semangat dan dorongan agar Fadil kuat melakukan operasi itu. Dilihatnya jam yang selalu menempel dipergelangan tangannya “06.13”

“ Dil, Vyo bawa makanan nih. ” Vyone memberikan sekantong kresek penuh makanan dan minuman.

“ Ini kurang banyak Vyo ” sindir Fadil.

“ Kurang banyak yah..?? Ya udah Vyo beli lagi yah, Adil tunggu disini ” Vyone hendak pergi tapi buru - buru Fadil menarik pergelangan tangan Vyone.

“ Vyo udah kenal Adil berapa lama sih..?? kurang banyak disini maksudnya “ terlalu banyak ”” ucap Fadil. Vyone hanya nyengir dengan penjelasan sahabatnya itu.

“ Ayo dimakan, apa perlu Vyo suapin..?? ” Vyone mengambil sepotong roti dan hendak dimasukan kemulut Fadil, tapi buru-buru Fadil memalingkan wajah.

“ Adil udah gede Vyo. ”

“ Kalau tau udah gede, makan makanya biar ada tenaga buat operasi nanti. ” mendadak suasana hening, tak ada satupun dari mereka berdua yang bicara.

Masih terbesit rasa takut dihati Vyone. Vyone tidak sanggup kalau salah satu harus pergi, bahkan kalau harus disuruh memilih lebih baik Vyone saja yang pergi.

“ Vyo ”

“ Hey kok bengong ”

“ Udah jangan takut, Fadil ngerasa kuat kok, serahkan semuanya kepada yang diatas, manusia kan cuma bisa berusaha dan berdo’a tapi yang menentukan tetap yang diatas. ” Fadil mencoba menenangkan hati sahabatnya itu. Walaupun dia sendiri jauh lebih takut dari Vyone.

“ Vyo, mau temenin Adil gak..??”

“ Hhah..?? ”

“ Temenin ke ruangan kak Anton. “ ucap Fadil sendu. Vyone hanya bisa mengangguk dan menuruti setiap keinginan sahabatnya itu.

Pandangan Vyone menyusuri tiap sudut kamar Fadil. Mencari sesuatu yang dapat dipakai Fadil untuk bertemu dengan Kak Anton. Gadis itu tersenyum ketika melihat benda yang ia cari sedang berada di pojok ruangan. Ia berjalan pelan, menuju benda itu, dan membawanya kedekat Fadil.

“ Naik Dil. ” Perintah Vyone. Kening Fadil mengkerut.

“ Adil naik itu? Akukan masih bisa jalan Vyo. ” Jawabnya bingung. Vyone tersenyum manis.

“ Untuk menghemat energi kamu. ” Katanya asal. Fadil menggeleng pelan.

“ Naik atau nggak Vyo temenin ke kamar Kak Anton nih? ” ancamnya. Fadil nampak cemberut mendengar itu.

Perlahan iapun naik ke kursi roda itu. Duduk manis diatasnya. Vyone mulai mendorong kursi roda itu pelan, menuju kamar dimana Kak Anton berada. Dalam perjalanan itu tak ada satupun diantara mereka berdua mengeluarkan suara, hening. Lorong demi lorong mereka lewati, sampai akhirnya langkah Vyone berhenti tepat di sebuah ruangan yang berada di sudut lorong.

“ Adil masuk sendiri ya? Vyo tunggu disini. ” Ujar Vyone. Fadil mengangguk pelan. Vyone membuka pintu kamar itu dan mendorong kursi roda Fadil pelan. Setelah memastikan Fadil telah masuk kedalam, iapun menutup pintu itu, dan duduk lesu disalah satu bangku yang berada tepat disamping kamar rawat Anton.

***

Kamar ini begitu sepi yang terdengar hanya suara dari monitor yang berada di ruang ICU itu. Fadil menggerakan kursi rodanya perlahan, untuk mendekat kearah Anton. Sejenak ia memandang sang kakak dengan tatapan iba, tak tega rasanya melihat kondisi Anton, yang kian lama kian memburuk. Fadil menghela nafas sebentar, lalu mencoba untuk tersenyum.

“ Kak, Adil datang. Maaf ya kak, kemarin Adil nggak bisa temenin kakak. ” Ujarnya pelan. Ia mengenggam tangan Anton, dingin. Ya itu yang dirasakan Fadil ketika menyentuh tangan kakaknya itu.

“ Kakak pasti bingung kenapa Adil pake kursi roda? ” tanyanya, lebih kepada dirinya sendiri. Anton tetap dalam tidurnya yang panjang.

“ Ini nih gara - gara Vyo, dia yang maksa kak. Ya Adil mah cuman bisa iya - iya aja.”

Fadil terdiam sesaat, menjadikan ruangan ini kembali sunyi.

“ Kak, doain Adil ya? Doain biar Adil bisa donorin hati ini buat kakak. Kita berjuang sama - sama ya kak? ” pintanya, tanpa Fadil sadari ternyata sang kakak mengeluarkan air matanya.

“ Kak, kakak harus janji sama Adil, apapun yang terjadi kakak harus kuat, Adil juga mau minta maaf sama kakak, Adil udah nggak nurut sama kakak. Tapi kak, Adil cuman mau kakak sembuh kayak dulu kak. Adil nggak mau kehilangan kakak. ” Kata Fadil panjang.

“ Adil sayang kakak. ” Bisiknya pelan tepat di telinga Anton, lagi lagi Anton mengeluarkan cairan bening dari matanya yang tertutup itu. Selesai berkata Fadil pun langsung beranjak pergi dari kamar itu. Membuka pintu pelan dan tersenyum ketika melihat sahabatnya, Vyone pun membalas senyuman Fadil.

“ Udah selesai Dil? ” tanyanya. Fadil mengangguk cepat.

“ Kita balik ya? Bentar lagi jam 8. ” Lanjut Vyone.

***

Planet bumi terus berputar pada porosnya. Detik berkumpul menjadi menit. Menit berkumpul menjadi jam. Jam berkumpul menjadi hari. Hari berkumpul menjadi minggu. Minggu berkumpul menjadi bulan. Bulan berkumpul menjadi tahun. Entah sudah berapa lama Anton dirawat dan hari ini adalah puncaknya.

Vyone tidak bisa duduk tenang. Dia sibuk mondar - mandir disepanjang lorong rumah sakit. Lampu kecil yang menempel didinding luar ruang operasi berubah menjadi merah, ada tiga lampu merah, kuning dan hijau. Jantung Vyone semakin berdetak tidak karuan. Ingin rasanya dia masuk kedalam, tapi itu semua tidak mungkin. Ruangan operasi sangat steril bahkan dokter dan perawat menggunakan pakaian yang khusus.

***

Lampu didalam ruangan itu tampak tidak begitu terang dan tidak begitu redup. Ada banyak peralatan medis yang cukup mengerikan sudah terletak di tempatnya masing-masing. Mulai dari ukuran kecil, sedang, hingga besar.

Dua orang sudah terbaring bersebelahan. Fadil ingin meraih tangan kak Anton untuk terakhir kalinya tapi jarak memisahkan keinginan Fadil. Fadil menatap sendu kakaknya.

“ Kak, Adil janji setelah operasi ini selesai, semuanya akan berubah, apapun yang terjadi kakak harus tetap semangat ngejalanin hidup, dengan atau tanpa Adil kak. ” Fadil tersenyum kecut masih dengan melihat kakaknya.

Dr. Alend datang menghampiri Fadil. Fadil sempat tidak mengenali karena Dr. Alend menutup mulutnya dengan masker dan mengenakan pakaian serba hijau serta penutup kepala tipis dari bahan plastik.

***

Vyone tidak bisa menunggu, hatinya terus berkecamuk menanyakan apa yang sedang terjadi didalam. Padahal belum ada 5 menit Fadil dan kak Anton didalam ruangan yang mengerikan itu.

“ Tenang lah. ” tiba - tiba ada yang menepuk bahu Vyone pelan. Vyone melihat wajah suster Salsa yang sedang tersenyum manis kepadanya, seakan memberikan semangat baru untuk Vyone.

“ Yang bisa Vyo lakukan sekarang hanya berdo’a, kami akan melakukan semaksimal mungkin, untuk hasilnya semuanya kita serahkan kepada yang diatas. Semua yang berasal dari - Nya jika dia menginginkan untuk kembali pada - Nya,pasti akan diambil suatu saat nanti, entah itu kapan tidak ada manusia yang tahu. Semoga Tuhan belum melakukan itu kepada Fadil dan kak Anton yah. ” Jelas suster Salsa

1 detik
2 detik
3 detik

5 detik
Tak ada jawaban dari Vyone

“ Tersenyumlah. ” pinta suster Salsa. Vyone bingung apa yang harus dia lakukan.

“ Bukankah Fadil minta apapun yang terjadi Vyo harus tetap tersenyum..?? ” goda suster Salsa. Seketika Vyone teringat ucapan itu. Permintaan terakhir Fadil sebelum operasi dilakukan.

“ Bagaimana suster bisa tau..?? ” tanya Vyone bingung.

“ Suster kan sering memperhatikan kalian berdua, kalian anak - anak yang hebat. ” puji suster Salsa.

“ Suster yakin Fadil akan kuat menjalankan operasi ini, kak Anton juga. Berdo’a dan tersenyumlah untuk mereka. ” pinta suster Salsa dengan senyum khas miliknya.

Vyone kembali bersemangat. Dia tidak lagi menjadi orang ling lung. Yang dia lakukan hanya duduk manis sambil membaca do’a untuk kedua orang yang dia sayangi.

***

Suster salsa masuk ruangan operasi, mukanya terlihat pucat.. Ditambah suhu ruangan yang 16 derajat celcius membuat badannya sedikit gemetar.

“ Suster baik-baik saja..?? ”

“ Baik, dok. ”

“ Kau yakin..?? ” tanya Dr. Alend tidak percaya. Dr. Alend memegang tangan suster Salsa dan memang suster Salsa berbohong, suster Salsa keadaannya tidak baik. Tangannya terasa sangat dingin dan keningnya lumayan panas.

“ Lebih baik kau tidak ikut operasi ini, terlalu beresiko suster. ” suruh Dr. Alend.

“ Tidak dok, keadaan saya sangat baik, saya ingin terlibat untuk operasi kali ini dok. ” jelas suster Salsa, Dr. Alend hanya menatap ragu.

Tidak tahu kenapa, suster Salsa bisa memberikan semangat untuk Vyone, padahal dia sendiri untuk saat ini merasa sangat takut dan sangat lemah. Walaupun dia seorang suster tapi suster bukan Tuhan, dia juga manusia, melihat orang yang dia sayangi di robek perutnya sungguh itu hal yang mengerikan.
Sekian banyak dia ikut melakukan operasi, tapi operasi kali ini rasanya berbeda. Entah sejak kapan dia menyayangi bocah laki - laki itu.

Hampir 6 bulan Anton dirawat dan selama itu pula suster Salsa melihat sosok adik yang luar biasa. Sosok yang ada dalam diri Fadil, sosok adik yang selama ini di dambakan. Suster Salsa adalah anak tunggal, kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Suster Salsa sebenarnya orang yang lemah tapi dia tidak ingin menunjukkan itu didepan orang, dia tidak mau terlihat lemah.

Tapi hari ini Dr. Alend menjadi saksi betapa lemahnya jiwa suster Salsa. Walaupun Fadil bukan adik kandungnya. Siapapun yang sudah masuk kedalam lingkaran hidup Fadil pasti akan merasakan hal yang berbeda.

Vyone, suster Salsa dan sekarang kemungkinan Dr. Alend telah masuk kedalam lingkaran itu. Tapi hari ini Dr. Alend akan berusaha semaksimal mungkin. Jika dia gegabah, fatal akibatnya. Dr. Alend dan petugas medis lainnya cuma sebagai perantara. Tuhan lah sekarang kunci utamanya.

***

Sampai saat ini keadaan fadil masih stabil, sedangkan Anton berbanding terbalik. Dia sudah 2 hari coma di ICU dan sekarang dia harus berjuang untuk operasi.

Ruangan itu masih dalam keadaan sunyi, hanya tangan dan kaki yang bergerak. Tampak 4 orang suster dan dua dokter sedang sibuk dengan urusannya. 2 suster sibuk melengkapi peralatan untuk operasi sedangkan satu orang suster menyonteng apakah alat itu ada atau tidak. Suster salsa memeriksa keadaan fadil dan kak anton. Fadil sudah tidak sadarkan diri, 5 menit lalu suster salsa memberikan suntikan kecil ke tubuhnya yang mungil itu.

Kali ini keadaan suster salsa lebih membaik. Dokter alend menyetujui dia untuk ikut operasi, itu juga atas desakan suster salsa.

***

Hari semakin siang, silaunya sinar matahari semakin memancarkan keindahan dunia ini. Ruangan operasi berada dilantai dua. Beberapa orang ada yang memilih naik lift tapi ada juga yang naik tangga. Hari ini bukan hanya Fadil dan Anton saja yang berjuang antara hidup dan mati, ternyata ada sekitar 10 orang akan operasi, mulai dari operasi mata, amandel, bahkan operasi penyambungan tulang.

Apakah perasaan orang yang menunggu itu sama dengan Vyone..?? tentu. Tampak sebagian memasang wajah cemas, ada yang menunduk bahkan bercerita dengan keluarga lain untuk menghilangkan sejenak rasa cemas itu.

Tapi Vyone kali ini menuruti suster Salsa. Sudah lebih dari 45 menit dia menunggu, menunggu dan menunggu. Tapi operasi tidak juga selesai. Vyone berkali - kali berjalan mondar mandir kearah pintu masuk dan mengintip tapi percuma, tidak ada yang bisa dia lihat. Semua tidak terlihat jelas.

***

Bunyi monitor membuat suasana ruangan menjadi semakin tegang. Tapi orang-orang yang berada didalamnya berusaha tenang.

“ Suster Salsa tolong cairan Natrium Chlorida. ” tidak ada jawaban dari suster Salsa.

“ Susterrrr, cairan naCl. ” suara Dr. Alend lebih tinggi. Dilihatnya suster Salsa yang berdiri disudut lemari sambil memegang botol cairan itu. wajah suster Salsa sudah tidak bisa digambarkan lagi.

“ Dok, nadinya semakin melemah, tekanan darahnya juga.” kata suster lain.

“ Terus lakukan RJP. ” perintah Dr. Alend.

Dr. Alend tetap berusaha tenang, walaupun batinnya amat sangat cemas.

“ Ayolah Fadil, aku tahu kamu anak yang kuat, Anton, kamu juga harus berjuang. Aku akan berusaha agar kalian berdua selamat. ” batin Dr. Alend. Dia berusaha menarik nafas secara teratur untuk merilekskan sedikit badannya.

“ Susterrr cairan naCl. ” lagi - lagi Dr. Alend memanggil suster Salsa.

Suster Salsa segera berlari kearah Dr. Alend dan menuangkan cairan tersebut, tapi cairan itu malah tumpah ke lantai dan membuat semua orang menoleh kearah suster Salsa.

“ Suster, matamu dimana, kom itu berada disebelah sana. ” suster Salsa terlihat panik. Wajahnya semakin pucat.

“ Maaf maaf. ” suster Salsa kembali menuangkan cairan itu kedalam kom kecil.

“ Lebih baik kau istirahat suster. ” dengan cepat suster Salsa menggeleng.

“ Baiklah kalau kau mau tetap ikut operasi ini, ku mohon kau tenang, aku tidak bisa melakukan operasi dengan perawat yang ceroboh. ” kata Dr. Alend tegas, suster Salsa hanya mengangguk.

“ Dok, kondisi kedua pasien sangat tidak memungkinkan, apa yang harus kita lakukan..?? ” kata salah satu suster.

“ Lakukan RJP trus, cor cairan infus, jangan terlalu cepat melakukan RJP, selingi beberapa detik tapi terus kau lakukan RJP, ambil kassa lebih banyak, pendarahan Fadil sangat banyak, ambil stok darah Fadil sekarang. ”Dr. Alend member instruksi dengan cepat dan tegas.

Suasana ruangan itu saat ini sangat tegang. Keringat mereka bercucuran diseluruh badan. Ruangan yang dingin itu terasa sangat panas.

***

Cakrawala hitam itu tak lagi hitam, kini ia menjadi terang akibat dari cahaya yang ditimbulkan dari bintang bintang itu. Indah sangat indah, burung burung hantu itu saling bersahutan layaknya manusia yang sedang mengobrol bersama kawan kawanya. Hawa dingin perlahan masuk kedalam tubuhnya, tapi ia tidak memperdulikannya, ia tetap diam di tempatnya, memandangi langit yang bertabur bintang. Sudah seminggu belakangan ini pemuda itu melakukan hal yang sama, datang ke tempat ini, dan Termenung sendiri. Seperti klise yang memutar kembali semua memori tentang hidupnya. Beberapa bulan yang lalu ia mengalami hal yang tak pernah sebelumnya ia bayangkan. Semua hal yang ia punya pergi begitu cepat, terus dan terus ia mengalami hal yang buruk, dan kini apa ia bisa menerima hal buruk kembali? Bahkan hal yang sangat tidak ia inginkan. Kehilangan kembali harta yang paling berharga yang ia punya di dalam hidupnya.

Pemuda itu memejamkan matanya perlahan, menahan gumpalan air yang akan mendobrak keluar dari mata indahnya. Ia tak kuat jika harus menerima ini semua. Ini semua bukan yang ia mau. Bukan! Hati pemuda itu bergetar hebat jika mengingat kejadian beberapa hari lalu. Hatinya nyeri bahkan sangat nyeri. Satu satunya alasan ia hidup kini telah pergi, pergi untuk selama lamanya dan menyisakan penyesalan yang sangat menyakitkan untuknya.

***

# FLASHBACK

“ Adil dimana..?? ” tanya pemuda itu ketika ia telah tersadar dan mendapatkan adiknya tidak ada di depannya. 3 orang yang ada disana hanya bisa terdiam, mereka bingung apa yang harus mereka katakan sekarang.

“ Mana Adil..? ” teriak pemuda itu nyaring. Masih tidak ada yang menjawab pertanyaan Anton.

“ Vyo “

“ Adil dimana, Vyo “ tanya Anton gusar sambil mengguncang – guncangkan tubuh Vyone secara mendadak.
Vyone yang berada di samping tempat tidur Anton tersentak kaget. Vyone bingung harus mulai darimana.

“  Kakak makan dulu ya. “ Ujar Vyone kikuk mengambil mangkuk bubur di meja.

“ AKU BUKAN MAU MAKAN. ” raung Anton memukul mangkuk yang dipegang Vyone

“ APA SEMUANYA TULI.  APA SEMUANYA TOLOL. YANG AKU MAU HANYA ADIL. YANG AKU TANYA DIMANA ADIL. “ raungnya seperti orang kesetanan. Meringis meminta jawaban dari orang – orang yang berada di ruangan itu.
Mata Vyone berkaca – kaca melihat keadaan Kak Anton. Berusaha menahan air mata agar tidak mendobrak bendungannya.

“ Kak, Adil.. ” Vyone memberanikan diri untuk bercerita pada kak Anton

“ Ya, Adil dimana, Vyo ?” tanya pemuda itu dengan nada yang mulai mereda

Namun perkataan Vyone kembali terputus. Dia tak bisa. Dia tak kuasa. Teringat saat – saat terakhir bersama Fadil. Teringat saat dokter keluar dari ruang operasi dan membawa berita duka itu. Saat terakhir melihat wajahnya itu terbaring di ruang operasi. Saat sahabat kecilnya itu terbungkus kain kafan dan terkubur di dalam tanah.

“ Tidak. Tidak. Tidak. “ Batin Vyone tertunduk lesu, tetesan air mata pun merembes di pipinya.

Entah kenapa perasaan Anton kini tak karuan, terlebih ketika ia melihat 3 0rang dihadapannya memasang wajah yang tidak dapat diduga.

Hening.

“ Fadil telah tiada,dia meninggalkan kita semua buat menghadap sang Khalik. ” ujar Dr. Alend pelan, ia menunduk tak berani menatap tatapan dari Anton. Anton menggeleng cepat.

“ Nggak, ini nggak mungkin… !! ” tolaknya tegas

“ NGGAAAAAAAAAKKKKKK MUNGKIIIIIIIIINNNNN. “ raungnya  meremas selimut yang menutupi kakinya. Perlahan cairan bening keluar dari matanya. Gadis yang ada disebelahnya pun tak lagi menyembunyikan tangisannya. Dia pun ikut menangis, menangisi kepergian seorang yang begitu mereka sayangi. Tidak hanya mereka berdua yang merasa kehilangan, Dr. Alend dan suster Salsa pun meraskan hal yang sama.

“ Dokter harus menjelaskan semuanya! ” pinta Anton. Matanya kini memerah, ia tidak tau harus melakukan apa sekarang, ia juga tidak tau apa yang ia rasakan sekarang.

“ Fadil meninggal dalam operasi itu. Ia kehilangan banyak darah. ” Jawab Dr. Alend singkat. Anton kembali terdiam, ia menghela nafas berat, hatinya hancur, sangat hancur.

“  Bukankah dokter sudah pernah berjanji tidak akan melakukan operasi itu? ” Dr. Alend mengangguk pelan.

“ LALU KENAPA MASIH DILAKUKAN?!! ” Raungnya keras. Dr. Alend sedikit terkejut. Ia terdiam, tak berani menjawabnya.

“ Kak, Dokter Alend nggak salah, kak. ” Isak Vyone pelan.

“ Vyo, diam! Kakak nggak bicara sama kamu!”

“ Ini semua keinginan Fadil, ia yang memaksa untuk melakukan operasi itu. ” Jelas suster Salsa.

Ia tak kuat berada diruangan ini. Tapi ia juga tidak bisa pergi. Karena tugasnya belum terselesaikan dengan baik. Ia juga tidak mau meninggalkan Vyone sendiri disini.

“ Yang Fadil inginkan hanya kesembuhan kakaknya. Itulah yang selalu Fadil ucapkan jika kami menolak keinginanya. ” Lanjut suster Salsa lagi.

Ia mencoba untuk tenang, walaupun sesungguhnya keadaan hatinya berbanding terbalik, hatinya begitu terpukul saat ia melihat sendiri Fadil menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.

“ Kak, Vyo mohon relakan Adil, kak. Vyo tahu ini semua emang berat buat kakak. Kita disini sama sakitnya sama kayak kakak. Tapi kak, biarin Adil tenang disana. Hanya itu yang kita bisa lakukan. ” Ujar Vyone bijak, sedangkan Anton ia memilih untuk diam.

***

Kembali memori itu terulang kembali. Memori yang sebenarnya ingin ia hapus. Memori yang terlalu menyakitkan jika ia terus dan terus mengingatnya.

“ FADILLLLLLLLLL!!! ” teriaknya nyaring. Ia mengacak acak rambutnya, meraung dan memukul mukul kepalanya. Frustasi, ya itu yang ia rasakan sekarang.

 Sejujurnya ia mau merelakan kepergian adik tersayangnya, tapi ia tak bisa membohongi dirinya sendiri, bahwa kepergian sang adik itu menimbulkan luka yang begitu menyayat hatinya. Terlebih lagi Fadil meninggal hanya untuk menolongnya, sungguh ia tak dapat menerima semua kenyataan pahit ini!

“ Adil bodoh! ” teriaknya lagi.

Meluapkan segala emosi yang sedang bergejolak di dalam tubuhnya. Berhari hari ia berusaha untuk merelakannya namun ia tak bisa, pikirinnya terus melayang kekejadian itu, dan kini hasil reaksi itu mendapati tetesan air yang mengalir di arusnya –pipinya- . Menyesakkan, sangat menyesakkan.

Suara gemuruh pun kini terdengar perlahan tapi pasti langit itu menumpahkan air yang telah ia tahan cukup lama, sepertinya langit itu dapat merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Air itu terus berjatuhan, mengenai tubuhnya, tapi sepertinya ia sama sekali tak peduli dengan semua itu. Baginya semua itu tak penting, yang terpenting adalah ia dapat melihat kembali adiknya.

***

POINT OF VIEW ( VYONE )

Seulas senyum ku berikan untuknya di atas sana, tak pernah sekalipun aku meneteskan air mataku ini. Tak pernah! Karena aku tahu itulah yang ia inginkan. Setiap aku ingin menangis aku selalu mengingat perkataannya itu. Janjiku padanya, sebelum ia pergi untuk selamanya. Dan aku yakin ia juga akan menepati janjinya untuk selalu ada di dekatku. Aku yakin itu!

Tawanya, senyumnya, marahnya, mukanya saat ia cemberut, semua tentang dia masihku simpan didalam memoriku dan hatiku. Tak pernah ada di pikiranku untuk melupakannya, karena ia sangat berharga untuk dilupakan. Ia sahabatku, sahabat yang sangat hebat menurutku, ia tak sedikitpun mengeluh dengan apa yang terjadi di dalam hidupnya. Ia sangat tegar dan pantang menyerah. Ia membuat orang yang ada didekatnya merasa kagum akan semua itu, tidak ada satupun sahabat yang dapat menggantikan posisinya dihatiku. Tak ada!

Setahun sudah kepergiannya, setahun itu juga aku berusaha untuk merelakan semua tentangnya, tapi aku juga tidak bisa memungkiri bahwa sesungguhnya hati ini tak sepenuhnya merelakannya. Terlebih jika mengingat peristiwa itu, peristiwa yang membuatku menyesal, andai semua itu dapat di ulang kembali, dan andai aku bisa datang lebih cepat mungkin ini tak akan terjadi.

***

# FLASHBACK

Aku tersenyum saat melihat sebuah figura foto yang sedang ku genggam, di dalam figura itu terdapat fotoku bersamanya. Foto itu diambil sebelum ia menjalankan operasi, foto yang merupakan kenangan terakhir yang aku punya bersamanya. Aku menghela nafasku perlahan, ingin sekali aku menangis saat ini, namun lagi lagi aku mengingat semua janjiku padanya ‘apapun yang terjadi Vyo harus tetap tersenyum.’ Ya hanya itulah yang dapat membuatku untuk tetap tersenyum.

Drtt.. getaran dari handphoneku itu cukup membuatku sedikit terkejut. Aku mengambil handphoneku yang berada di atas meja belajar milikku. Membaca sekilas tulisan yang berada dilayar handphoneku. Disana tertera nama yang tidak asing lagi bagiku “ Kak Anton ”, ya nama itu yang muncul disana, segara aku mengangkat telepon darinya.

“ Halo kak? ” kataku cepat.

“ Vyo, kakak udah nggak bisa kayak gini, kakak udah nggak kuat Vyo. Maafin kakak Vyo. Maafin kakak. ”

“ Kak, kakak kenapa? Kakak dimana? ” tanyaku panik, entah kenapa aku merasa ada yang aneh dengan perkataan kak Anton barusan. Tidak ada jawaban dari kak Anton, yang ku dengar hanya bunyi air yang entah berasal darimana.
Perasaanku sangat tidak enak. Sebenarnya apa yang terjadi? Dimana kak Anton sekarang? Tuhan beri aku petunjuk dimana kak Anton sekarang. Jangan biarkan hal buruk terjadi padanya.

Tanpa pikir panjang aku segera berlari keluar rumah dan mencari dimana kak anton berada sekarang.langkah demi langkah ku jalani, terik matahari tidak membuatku menyerah untuk mencari dimana keberadaan kak Anton sekarang. Langkahku berhenti tepat didepan sebuah rumah, ya rumah yang tak lain adalah rumah kontrakan milik kak Anton. Perlahan aku membuka pintu rumah itu.

“ Kak, kak Anton” panggilku keras. Tapi tak ada sahutan dari siapapun, rumah ini begitu sunyi, seperti tak berpenghuni. Aku terus berjalan, menuju kamar kak Anton. Pandanganku beredar ke setiap sudut kamar itu, mencari keberadaan kak Anton, namun hasil yang ku dapat adalah nihil. Tidak ada satupun tanda yang menunjukkan keberadaan kak Anton.
 Tiba - tiba saja mataku tertuju pada sebuah kertas kusut yang berada di pojok kamar kak Anton. Awalnya aku tak menghiraukannya, namun rasa penasaran itulah yang akhirnya membuatku memungut kertas itu dan mulai membacanya.

Saatku membuka mataku yang ingin ku lihat hanya dirinya. Tapi apa yang terjadi? Aku tak dapat menemukannya saat itu. Yang ku terima hanyalah sebuah kabar buruk, bahkan sangat buruk! Kabar itu begitu menyayat hatiku, sungguh aku tak menginginkan kabar buruk itu sama sekali. Hatiku begitu sakit saat mendengarnya telah pergi, pergi untuk selamanya.


Menyesal, hanya itu yang dapatku katakan saat ini. Aku menyesal, karena semasa hidupnya aku belum membuat ia bahagia, belum pernah membuatnya tersenyum, yang ku beri hanya sebuah penderitaan. Kenapa? Kenpa Tuhan tega padaku? Berulang kali aku merasakan kehilangan seorang yang ku sayang. Dan kini apa aku harus merelakan kepergianya? Tidak! Aku tidak sanggup melakukannya. Hati ini menolak sangat menolak. Terlebih aku tahu penyebab dia pergi itu ak. Aku ingin bersamanya, aku ingin memeluknya,untuk selamanya. Aku tidak ingin berpisah denganya!

Cairan bening itu kembali keluar dari mataku, tak dapatku tahan lagi. Sesak rasanya membaca surat itu. Aku bisa merasakan betapa sakitnya kak Anton sekarang. Ia pasti merasa bersalah atas kepergian Fadil. Sejenak aku membiarkan air itu terus mengalir jatuh mengenai kertas yang ku pengang sekarang, sampai pada akhirnya getaran handphone itu menghentikan tangisku, aku menghapus sisa air mataku perlahan. Dan melihat siapa yang meneleponku itu. Lagi - lagi layar handphoneku menunjukkan bahwa kak Anton lah yang meneleponku.

“ Halo, kak Anton? Kakak dimana? Kakak nggak papa kan? ” belum sempat kak Anton bicara aku sudah menyerbunya dengan pertanyaan - pertanyaanku itu.

“ Maaf ini bukan kak Anton. Tapi ini Rio. ” Jawab seseorang disana, aku mengerutkan keningku bingung.

“ Rio? Rio siapa ya? ”

 “ Itu tidak penting. Saya hanya ingin memberi tahu bahwa pemuda yang mungkin bernama Anton tidak sadarkan diri di atas bukit ini. Saat saya mencari identitasnya, saya hanya menemukan handphone ini. Dan panggilan terakhir disini adalah nomor anda. ” Terangnya panjang.

 Aku terdiam sesaat, rasanya tubuhku kaku dan lemas. Aku tertunduk di lantai kamar kak anton, bingung, hanya itu yang ku rasa sekarang, sambungan telepon itu juga terputus begitu saja. Dan aku belum mengetahui dimana keberadaan kak Anton sekarang.

Kembali ku pejamkan mataku, mengobrak abrik semua memori yang ku simpan di otakku.

“ Vyo tahu bukit bintang? Sekarang bukit itu jadi tempat favorit Adil dan kak Anton loh.” Suara itu kembali ku dengar. Bukit bintang? Apa kak Anton ada disana?

***

Rasa lelah itu tiba tiba saja menghilang, saat aku melihat rerumputan hijau berlenggak - lenggok mengikuti arus angin. Matahari tampak bersinar sangat cerah, langit berwarna biru muda di ikuti awan putih, tidak ada warna hitam disana hanya ada biru dan putih. udaranya sangat sejuk, berbeda dengan udara dikotaku. Yang penuh dengan polusi dan segala hal yang dapat merusak paru - paru manusia.

Aku tersenyum ketika mengenang masa laluku bersamanya. Masa lalu yang sangat indah. Andai itu bisa ku ulang kembali, aku ingin mengulang semua itu. Aku menggelengkan kepalaku cepat. Vyone bodoh! Kau kesini itu untuk mencari kak Anton! Bukan untuk mengulang masa lalumu! Bukan!

Setapak demi setapak ku lalui, untuk mencarinya, sesekali aku meneriaki namanya, namun sampai sekarang aku belum menemukannya! Dimana kak Anton sekarang? apa yang sesungguhnya terjadi padanya? beribu pertanyaan kini bersarang diotakku. Kepalaku terasa berat, pandanganku juga mulai kabur. Tapi tidak aku tidak mau menghentikan pencarianku, sebelum aku bisa menemukannya. Semua tempat yang ada di bukit ini satu persatu ku datangi, tapi lagi dan lagi hanya kekecewaan yang ku dapat.

 Aku bersender sebentar di sebuah batu besar, mengistirahatkan otot - ototku. Sudah hampir 2 jam aku berkeliling hanya untuk mencarinya. Tapi tetap saja aku tak dapat menemukannya dimanapun. Berulang kali aku menghubunginya, tapi nomor itu tetap tak aktif.

“ Apa kak Anton sengaja mematikan handphonenya..??  Arrrgggghhhh…”

Aku memulai lagi pencarianku, aku tidak mau membuang waktu untuk hal yang tak berguna. Aku harus menemukan Kak Anton sekarang! ya harus! Entah kenapa kaki ini melangkah tanpaku perintah, melangkah kearah sungai kecil yang ada di bukit ini, apa ini petunjuk dari - Nya? Apa kak Anton ada disini?

“ kak Anton, kakak dimana? ” teriakku kencang

Pandanganku menyusuri semua sudut sungai. Sampai akhirnya aku terfokus pada sesuatu yang tergeletak di pinggir sungai. Dengan cepat kaki ini berlari kesana, namun langkah ku terhenti ketika aku melihat beberapa pil berceceran di sana, aku menunduk, untuk mengambil pil - pil itu. Memperhatikan sejenak, pil itu beraneka warna, ada yang berwarna putih, kuning, dan merah muda. Pil apa ini sebenarnya?

Kembali aku melanjutkan langkah ku mendekati sesuatu yang berada tak jauh dari sungai itu.

“ Jaket putih? ” kataku pelan. Aku mulai meneliti jaket itu perlahan. Mengingat ingat apa aku pernah melihat sebelumnya.

“ Ini kan..” ya, aku sangat mengenali jaket ini. Dulu Fadil pernah memintaku untuk menemaninya membeli jaket ini, dan jaket ini Fadil beli untuk....

“ Argggghh tidak mungkin, kak Antooooooon. ”  teriaku kembali berdiri sambil menggenggam erat jaket itu.

Pandanganku menyusuri sekeliling sungai. NIHIL. Tidak ada satupun manusia disana. Yang aku temukan hanya jaket dan beberapa pil yang berwarna - warni dalam jumlah sedikit.

Kini otak dan batinku seperti sedang berperang hebat. Kembali pandanganku menyusuri sungai ini. Tapi lagi dan lagi tak ada satupun petunjuk dimana keberadaan kak Anton.

Drrrrrrrtttttttt
Hapeku bergetar tapi aku tidak memperdulikannya. Belum ada satu menit lagi - lagi hapeku bergetar, dengan kesal aku lihat siapa yang telepon. Nomor tidak dikenal. Dengan kesal aku angkat telepon itu.

“ Halloooo ”

“ Dengan saudara Vyone…?? “ Tanya orang di seberang sana

“ Iya, maaf ini dengan siapa ya..?? “ tanyaku bingung

“ Saya dari Rumah Sakit Umum Graha Medika….”  

“ Deuuugghhhh, itu kan nama rumah sakit yang tak akan pernah mau aku datangin lagi, rumah sakit yang telah merenggut sahabat kecilku.  “ batinku.

“….mau memberitahukan bahwa saudara Anton hari ini dibawa ke rumah sakit ini dalam keadaan kritis oleh seorang pemuda, sekarang berada di IGD. Dan menurut salah satu dokter disini Anda salah satu familinya yang bisa dihubungi. “ jelasnya panjang lebar.

“ iya betul, saya masih familinya. Apa yang terjadi pada kakak saya…?? “ tanyaku khawatir.

“Akan lebih baik kalau dokter kami yang menjelaskannya langsung. Sekarang anda ke rumah sakit saja untuk mengurus jaminan agar pihak rumah sakit bisa melakukan tindakan lebih lanjut untuk saudara Anton. "

Tanpa pikir panjang aku tutup telponnya. Berlari ke bawah bukit menuju tempat aku memarkirkan motor.

***

Entah kecepatan berapa laju motorku sekarang. Yang ada dalam pikiranku sekarang hanyalah “bagaimana cara aku bisa sampai keRS itu dengan cepat”. Apa yang sedang kak Anton pikirkan. Kenapa dia bisa sampai di rumah sakit. Tidak mungkin dia melakukan hal bodoh itu.

Aku berlari keruang IGD. Ada banyak pasien disana tapi aku tidak melihat kak Anton. Aku mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru ruangan. Ruang IGD mampu menampung 16 pasien sekaligus. Aku melihat satu persatu tempat tidur yang ada penghuninya.

Betapa kagetnya aku saat aku melihat tubuh kak Anton terbaring disalah satu tempat tidur. Aku menutup mulutku, tubuhku terasa kaku dan lemas. ini pasti hanya mimpi.

“ Ini mimpi! Kak Anton... nggak itu bukan kak Anton!!!!!! Bukan!!!!!! ” batinku terus berteriak menolak kenyataan pahit ini.

Aku tertunduk lemas disampingnya. Menatapnya dengan air mata yang terus mengalir dengan derasnya.
Suster Salsa dan Dr. Alend terlihat sibuk memeriksa kak Anton. Selang infus lagi-lagi menancap ditubuh kak Anton. Tetesan infus itu sangat cepat. Aku menatap kak Anton masih dengan air mata yang terus mengalir. Ada Selang yang lain, cukup tebal, sudah masuk ketubuh kak aAnton melalui hidung. Pasti sangat menyakitkan.

Ada banyak kaleng susu steril di meja sebelah tempat tidur kak Anton. Ada beberapa yang kosong tapi ada juga yang masih terisi penuh. Suster Salsa tampak sibuk. Dia menuangkan susu itu kedalam selang yang tersambung kedalam hidung. Aku tidak mengerti itu untuk apa.

Sekarang Dr. Alend terlihat sedang menulis, entah itu apa. Aku melihat seorang laki-laki kira-kira seumuran dengan kak Anton sedang berdiskusi dengan Dr. Alend. Apa mungkin dia Rio, orang yang membawa kak Anton kesini.

“ Vyone..!! ” Dr. Alend memanggilku. Aku segera duduk disamping laki-laki itu.

“ Ini Rio yang bawa Anton kesini. ” aku memandangnya dan tersenyum kecut. Aku sudah tidak bisa lagi tersenyum untuk saat ini. Rio hanya mengangguk dan tersenyum kepadaku.


“ Baiklah dok,berhubung keluarganya sudah ada disini saya mau pamit pulang.”

“ Ohh iya, ini handphone kakak kamu, tadi sebelum ke rumah sakit aku mau meneleponmu tapi sayangnya handphone kakak kamu mati sedangkan aku tidak tahu nomor kamu. ” Rio menyerahkan handphone kak Anton kepadaku. Sebelum dia pergi aku sempat mengucapkan terima kasih.


***

“ Dok, apa yang terjadi sama kak Anton? ” Dr. Alend menghembuskan nafas berat.

“ Anton memakan obat diluar kebutuhan tubuh atau bisa dibilang overdosis, suster Salsa sedang berusaha mengeluarkan obat - obat yang ada didalam tubuh Anton, aku harap belum terlambat. ” ujarnya

“ Apa maksud dokter sebelum terlambat? Dok, aku mohon, lakukan apapun untuk menyelamatkan kak Anton, aku mohon. Didunia ini hanya kak Anton dan Fadil yang peduli sama Vyo, dulu Fadil yang pergi, Vyo sudah berusaha ikhlas merelakan kepergiaan Fadil tapi Vyo nggak mau kehilangan kak Anton, Vyo mohon.” aku menggenggam tangan  Dr. Alend sangat kuat. Dr. Alend hanya menatapku iba.

“ Kami akan berusaha semampu kami sayang. ” Dr. Alend membelai rambutku lembut.

***

“ Dok, bagaimana ini, tidak ada reaksi apapun dari pasien, saya sudah memasukkan 5 kaleng susu steril tapi pasien tidak juga memuntahkan obat - obat itu dok. ”


“ Tekanan darahnya berapa suster? ”

“ 70/40 mmHg dok. ”

Aku ikut panik melihat Dr. Alend dan suster Salsa panik. Tubuhku mematung disamping tempat tidur kak Anton. wajah kak Anton sangat menyedihkan, pucat pasi.

“ Dokter suster,  apa yang terjadi dengan kak Anton, dia,, dia bisa hidup kan dok, pasti kan dok, dokter, Vyone mohon lakukan apapun untuk menyelamatkan kak Anton, masalah biaya biar Vyone yang tanggung dok, Vyone mohon. ” cerocosku

“ Sayang,,heyy.. Vyone harus tenang. ”

“ Nggak suster,Vyo nggak bisa tenang, cukup waktu operasi Fadil saja Vyone tenang tapi hasilnya apa suster, Tuhan ngambil Fadilkan..?? Vyone nggak mau sekarangTuhan ngambil kak Anton. ” suster Salsa memegang bahuku.


“ Vyone, dengar, Tuhan ngambil Fadil itu sudah takdir sayang, Fadil cuma dititipin saja didunia ini, semua yang sudah Tuhan ciptakan kalau suatu saatTuhan mau mengambilnya, tidak ada yang bisa menghentikannya, Vyo. Semua orang pasti akan meninggal, tinggal tunggu kapan waktunya. ” kata suster Salsa

“ Kalaupun kak Anton harus nyusul Fadil, Vyo harus ikhlas, mungkin ini jalan yang terbaik menurut Tuhan”

“ Vyone harus percaya samaTuhan yah, berdo’a semoga kak Anton dikasih jalan yang terbaik. ” aku terduduk lemas dikursi. suster Salsa, dokter Alend dan tim medis lain sedang berusaha menyelamatkan kak Anton.

Beberapa menit kemudian aku melihat Dr. Alend menggeleng. Hatiku semakin tidak karuan. Perlahan kak Anton diselimuti sampai tertutup seluruh badannya. Perasaanku saat ini tidak bisa digambarkan lagi.

“ KAK ANTON!!!!!!!! “ teriakku keras, suster Salsa berusaha menenangkan aku. Semua orang yang ada di IGD mengalihkan pandangannya kearahku. Aku tidak peduli.

“ KAKAK HARUS BANGUN! KAKAK NGGAK BOLEH GINI KAK! NGGAK BOLEH!! ” aku terus saja menggucang guncangkan tubuhnya keras. Tapi tetap saja kak Anton tak bereaksi sedikitpun, ia tetap diam.
“ Vyo. ”
“ Nggak! Aku nggak mau! KAK ANTON BANGUN! KAK ANTON BODOH! KAK ANTON JAHAT! KAK ANTON NGGAK NGEHARGAI APA YANG FADIL BERIKAN KE KAKAK! BANGUN KAK! BANGUN! ” makiku histeris, aku menangis sesunggukan di sampingnya, suster salsa memelukku erat, tapi dengan jahatnya aku melepaskan pelukkan itu kasar.
“ Vyo, suster mohon terima semuanya. Relakan kak Anton pergi. Mungkin ini yang terbaik. ” Ujarnya lembut.
“ Nggak akan! Aku nggak akan merelakan kak Anton pergi! Kak Anton harus tetap disini! ” ujarku tegas, sekali lagi aku memandang suster Salsa tajam.
“ Vyo, suster mohon. ” Pintanya lagi.
“ Suster diam! Aku nggak mau dengar lagi! Nggak! ” aku menutup telingaku dengan kedua tanganku. Menolak semua kenyataan ini.
“ Vyo, mau kamu ngelakuin apapun semua udah nggak bisa di ubah. Ini udah terjadi Vyo. Relakan ia pergi. Suster yakin kamu anak yang kuat, kamu pasti sanggup jalanin ini semua. ” Nasehat suster Salsa lembut, namun bagaikan angin bagiku, aku sama sekali tak peduli denganya! Tak peduli! Yang ku mau hanya kak Anton! Hanya dia!
“ Suster nggak ngerti perasaanku! Suster bukan aku! Dan tak akan pernah tau apa yang ku rasakan sekarang! ” ujarku kasar.
 Aku berlari sekuat yang ku bisa, pergi meninggalkan tempat itu. Pergi meninggalkan semuanya. Cukup! Hentikan semua ini! Hentikan!


***

Memori itu kembali berputar, terus dan terus berputar, rasa sesal itu kembali menghantuiku. Sesal ya hanya sesal yang ku rasakan sekarang. setahun yang lalu dengan teganya aku meninggalkan kak Anton yang sangat membutuhkanku, aku juga sama sekali tak datang saat ia di makamkan. Aku belum siap menerima itu semua! Hatiku benar benar menolaknya!


Berbulan bulan aku hidup dalam kegelisahan dan kekecewaan, tapi pada akhirnya semua itu lenyap. Kini aku mengerti apa yang dirasakan kak Anton saat itu. Kak Anton hanya ingin bersama Fadil. ia tak bisa hidup jika Fadil tak ada di dekatnya. Ya berkat puisi yang suster Salsa temukan didalam saku celana kak Anton, akhirnya aku mengerti semuanya.


/ PERSEMAYAMAN BISU /



Disini …telah bersemayam dua tubuh dua hati dua jiwa,

Untuk sepenggal harapan di batu nisan
Menyambung tali nyawa tali kehidupan
Untuk sepenggal keinginan di dalam jiwa


Dsini....atma telah menyatu dalam lingkar persabungan

Lewat tali temali buatmu harapan dalam persemayaman
Walau niat tak pernah terwujud dalam tujuan
Tali kasih sayang dapat bercermin pada keikhlasan

Disini... apalagi yang harus kutunggu bila persabungan tak sanggup menyatukan dua tubuh dua hati dua jiwa
Untuk sepenggal harapan di batu nisan
Buat nyawa yang tak mampu kusambung pada leher kehidupan

***

Fadil maafkan aku, maafkan tingkahku saat itu. Aku tak bisa memenuhi janjiku, aku tak bisa menjadi adik yang sempurna sepertimu. Tapi dil, aku janji untuk selalu tersenyum dan tak akan menangisimu lagi. Aku ikhlas menerima semua ini, yang ku inginkan adalah kau bahagia disana. Dil jangan pernah melupakan ku ya? Walaupun kamu sudah mendapatkan penggantiku disana, tapi jangan pernah sekalipun kau melupakan sahabat kecilmu ini. Aku menyayangimu layaknya aku menyayangi diriku sendiri .

Kak Anton jaga Fadil ya kak? Jangan biarkan ia menangis disana. Bahagiakan dia. Kak, aku minta maaf, aku tau tingkah lakuku dulu itu sangat buruk. Aku menyesal kak. Aku menyesal tak bisa mengantarmu keperistirahatan terakhir mu. Kak ketahuilah aku telah menganggapmu sebagai kakak kandungku sendiri. Sekali lagi maafkan adikmu ini kak .

Sampai berjumpa disana. Suatu saat entah cepat atau lambat kita pasti akan bersama. Hidup kekal dan bahagia selama lamanya. Aku sayang kalian.

Created by :

. : : Adisti Natalia : : .

. : : Thone Arulliant Fathoni : : .

. : : Debpi ZulpiaRni : : .

Gantilah Tangisan Itu Dengan Senyuman_Part6

di Mei 24, 2013 0 komentar

Dalam diam aku termenung
Merenung akan masa depan yang tidak jelas jawabannya
Hanya kesendirian yang aku rasakan sekarang
Hampa, Sunyi, Sepi, Gelap Gulita.

Tidak adalagi canda tawa ataupun Jeritan yang biasa meneriaki namaku “FADIL” saat aku melakukan kesalahan. Kesalahan yang lebih sering sengaja aku lakukan untuk menggoda kakakku.

Kak Anton !!!
Entah sedang apa dia sekarang. Terbaring. Pasti hanya itu yang bisa dia lakukan. Malaikat pencabut nyawa entah sudah berada dimana sekarang. Apakah sudah dekat dengan kak Anton..?? ku harapan malaikat pencabut nyawa masih jauh.
Bunyi dentingan jam membuat fadil semakin frustasi. Fadil memilih keluar rumah, berjalan kemanapun kaki melangkah. Sampai kaki fadil berhenti disebuah warnet. Entah kenapa fadil memasuki warnet tersebut. Ada banyak bangku kosong, fadil duduk disalah satunya.

www.google.com//penyakit Wilson
ada banyak berjejer penjelasan mengenai penyakit itu. fadil mengklik salah satu.

Penyakit Wilson sangat jarang ditemukan, merupakan penyakit keturunan yang disebabkan akibat timbunan tembaga (cuprum) yang berlebihan di dalam tubuh. Meningkatnya kadar tembaga secara perlahan-lahan dalam sirkulasi darah akan ditimbun terutama di otak, hati, ginjal dan kornea pada mata.

Gejala-gejala khas timbul antara usia 30 hingga 60 tahun dan rata-rata diagnosis ditegakkan pada usia 17 tahun. Setengah dari keseluruhan penderita pertama kali mengalami gangguan pada hati. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan dan perlunakkan hati. Kadang-kadang disertai demam, gejala-gejala seperti penyakit lainnya seperti radang hati karena virus dan infeksi mononukleosis. Meningkatnya kadar enzim hati di dalam darah menunjukkan kerusakkan jaringan hati yang serius. Bentuk kerusakan jaringan hati ini seperti degenerasi perlemakan. Tanpa penanganan medis yang tepat maka kerusakkan jaringan hati berlanjut dan berubah menjadi sirosis hati. Hepatitis fulminan adalah suatu keadaan berat yang mendadak dan dapat menyebabkan kematian. Peradangan dan kerusakkan jaringan hati yang berat ini menyebabkan jaundis (kuning), penimbunan cairan di dalam rongga perut, rendahnya kadar protein di dalam sirkulasi darah, gangguan pembekuan darah, pembengkakan otak dan anemia akibat penghancuran sel-sel darah merah yang abnormal.

Gejala-gejala pada saraf umumnya muncul pertama kali pada setengah dari seluruh penderita. Gejala-gejala saraf terjadi akibat penimbunan tembaga pada otak dan susunan saraf. Rata-rata gejala pada saraf terjadi pada usia 21 tahun. Gejala-gejala saraf  berupa tremor (gemetar) pada tangan, gerakkan tubuh yang tidak terkendali, kejang, mulut berbusa, kesulitan menelan, kesulitan berbicara dan sakit kepala. Tetapi tidak mempengaruhi inteligensi penderita.

 Kira-kira 1/3 dari keseluruhan penderita penyakit Wilson memiliki gejala-gejala psikiatri yang bervariasi sebagai gejala awal dari penyakit tersebut. Gejala-gejala psikiatri berupa tidak mampu menguasai diri, depresi, sangat peka, mudah marah dan tingkah laku yang kurang pantas.

Heuhh
Fadil menghela nafas perlahan. Kak Anton memang sudah di diagnosis positif menderita penyakit langka ini. bahkan sudah kronis. Semua yang ada pada penyakit Wilson sudah mengarah ke kak Anton. Fadil melanjutkan membacanya.

Tanpa terapi, penyakit Wilson dapat berakhir dengan kematian. Dengan terapi, gejala-gejala akan berlanjut dan memburuk selama 6 hingga 8 minggu pertama. Setelah saat itu, perbaikan nyata mulai terlihat. Bagaimanapun, pengobatan berlanjut hingga beberapa tahun (2 atau 5 tahun) untuk memperoleh hasil yang maksimal pada otak dan hati. Walaupun demikian banyak penderita yang telah diobati, kadar tembaganya tidak pernah mencapai kadar yang normal. Penderita penyakit Wilson membutuhkan terapi pemeliharaan dengan obat-obat anti tembaga sepanjang hidupnya untuk mencegah meningkatnya kadar tembaga di dalam tubuh. Penghentian sementara terapi dapat menyebabkan kekambuhan yang menetap dan dapat menyebabkan kematian.

Lagi-lagi fadil menggelengkan kepala. Menyesal sudah tidak ada gunanya. Sekarang kak Anton sudah terbaring, berjuang antara hidup dan mati. 50:50.
Kematian..?? itu adalah hal yang sangat ditakuti fadil. Kak Anton pergi, Fadil juga harus pergi. Itulah yang ada dipikiran anak itu sekarang. Depresi, stress, bingung. Semua pikiran negatif sedang bercampur aduk diotaknya.
Mungkin Masih ada satu jalan. “pencangkokan hati”. Entah kapan pihak RS akan menghubungi fadil lagi.

***

Besok pagi fadil pergi ke RS tanpa menunggu konfirmasi lagi dari dokter Alend. Fadil mengetuk pintu dengan sopan. Penghuni didalam ruangan mempersilahkan fadil masuk. Dokter Alend sedikit terkejut melihat sosok yang datang, begitu juga dengan suster salsa. Mereka berdua sedang membahas hasil laboratorium fadil dan kebetulan pemilik hasil labor sudah berada didepan mata mereka.

Fadil menatap dua pasang mata yang kini menatapanya iba. Fadil tau kalau sekarang dia sedang dikasihani. Semua orang kasihan melihatnya. Tapi Tuhan..?? apakah dia juga kasian..?? entahlah. Bertubi-tubi cobaan yang Tuhan berikan. Entah Tuhan yang terlalu sayang dengan Fadil sehingga terus menerus mengujinya atau hanya sekedar bermain-main dengannya.

“dok, bagaimana hasilnya..??” dokter Alend kembali melihat hasil labor milik fadil.

“suster salsa akan mengukur tekanan darahmu dulu” fadil berbaring dan membiarkan suster salsa melakukan apa yang dokter alend perintahkan.

“lebih rendah dari sebelumnya dok” dokter Alend menggelengkan kepala.

“dok apa yang rendah..?? kenapa dokter geleng kepala..?? apa hati saya tidak cocok untuk kak Anton..?? kemarin kata dokter kalau saudara kandung kemungkinan cocok sangat besar” fadil bingung, dia seperti orang asing disini. Tidak ada yang  menjawab pertanyaannya.

Dokter alend dan suster salsa semakin ragu untuk melakukan operasi. Selain mereka sudah menyayangi fadil seperti adik mereka sendiri, pertahanan tubuh fadil untuk dilakukan operasi sangat lemah. Kemungkinan berhasil sangat kecil. Anton yang hidup, atau fadil yang hidup, atau kedua-duanya akan meninggal.

“suster tolong EKG dulu fadil” pinta dokter alend. Fadil semakin cemas, apa itu EKG, kenapa dia harus di EKG.

Hasil EKG keluar. Dokter Alend bingung harus bagaimana menjelaskan kepada fadil.

“dok, cepat katakan sebenarnya hasilnya bagaimana..??” suruh fadil mendesak.

“saya harus mengatakan yang sejujur-jujurnya kepada kamu, pertama hasil labor HB (hemoglobin) kamu dibawah normal. Kalaupun operasi berhasil, kamu memerlukan banyak darah untuk dimasukkan kedalam tubuh, dan golongan darah kamu adalah AB, AB sangat sulit ditemukan. Satu orang hanya bisa mendonorkan satu kantong, sebelum operasi dilakukan kamu harus mencari minimal 2 kantong, satu kantong untuk ditempat operasi dan satu lagi setelah operasi, kemungkinan penambahan darah itu pasti jadi kamu harus menyiapkan cadangannya 2 kantong lagi”

“masih ada yang kedua dok..??” dokter Alend menarik nafas perlahan dan menganggung lemas.

“Tekanan darah kamu juga dibawah normal 80/40 mmHg. Tadi suster salsa EKG kamu, itu untuk merekam irama jantung kamu, dan  ada beberapa garis menunjukkan tidak normal. Jantung kamu sangat lemah, kalau saat operasi jantung kamu berhenti beberapa detik saja, sudah dipastikan kamu tidak akan selamat. Jadii….”

“jadi dokter tidak bisa melakukan operasi..?? itu maksud dokter..??” dokter alend hanya mengangguk lesu.
“dok, apapun resikonya saya akan menanggungnya, dokter hanya melakukan operasi dan masalah biaya saya sudah menemukan pemecahannya, dok, tolong kakak saya”

Dokter Alend nampak berfikir, keningnya nampak mengkerut, dan berkeringat, sedangkan Fadil ia menatap Dokter Alend dengan tatapan memohon, matanya pun sudah mulai berkaca kaca.

“tolonglah dok, hanya dokter yang dapat menolong kak Anton.” Pintanya.
Dokter Alend menghela nafas. Ia bingung apa yang harus ia lakukan sekarang, menuruti keinginan Fadil atau menolaknya?

“dil, tolonglah bersabar. Saya akan mencarikan hati yang cocok untuk kakakmu.” Fadil menggeleng cepat.

“dok, bukannya kata dokter kakak harus segera mendapatkan donor hati? Jika tidak nyawa kakak tidak akan selamat, bukan begitu dok?” dokter Alend mengangguk pelan.

“kalo begitu untuk apa mengulur waktu dok? Keadaan kakak sudah sangat kritis, aku tidak mau mengambil resiko yang lebih besar untuk kakak.”

“tapi dil, jika operasi ini dilakukan itu sangat berbahaya untukmu.” Lagi lagi dokter Alend berusaha membujuk Fadil. Fadil tersenyum tipis.

“saya tidak peduli dok, yang penting bagi saya adalah keselamatan kakak. Hanya itu dok!” jawabnya tegas. Lagi lagi dokter Alend terdiam, ia bingung harus berkata apa. Anak muda yang ada didepannya sungguh keras kepala, tidak adalagi bujukan atau rayuan yang bisa menggoyahkan prinsip fadil.

“baiklah, saya akan melakukan operasi itu. Tapi tunggu sampai kita dapat mencari donor darah untukmu.” Kata dokter Alend akhirnya, Fadilpun tersenyum, dan beranjak pergi dari ruangan itu, namun sebelumnya ia tak lupa mengucapkan terimakasih pada dokter Alend.


Kak Anton akan kembali seperti semula, walaupun nyawaku taruhannya. Yang terpenting bagiku adalah keselamatan kakak .

****



Gadis itu menatap pemuda yang ada di hadapannya, dengan tatapan yang sulit diartikan, sementara pemuda yang ada didepannya hanya diam, pandangan pemuda itupun lari ntah kemana.

“jadi Fadil mau mendonorkan hati Fadil untuk Kak Anton?” tanyanya tak percaya. Pemuda itu mengangguk pasti.

“nggak, vyone nggak setuju adil ngelakuin itu!” tolak gadis itu.

“vyo, adil cuman mau lihat kakak Fadil sembuh.”

“tapi dil, ada cara lain kan yang bisa buat kak anton sembuh?” Fadil terdiam begitu juga halnya dengan Vyone. Mereka berdua terlarut dalam pikiran masing masing. Membiarkan angin menemani mereka. Hening cukup lama, yang terdengar hanya tetesan sisa air hujan yang jatuh kedanau itu.

“nggak ada cara lain, cara ini adalah satu satunya yang bisa buat kak Anton sembuh” jelas Fadil.

“vyo, cuman nggak mau kehilangan Fadil” ucap gadis itu bergetar, ia menunduk melihat pantulan dirinya sendiri di dalam air danau itu. Fadil menatap gadis itu lembut, lalu memeluknya erat, sangat erat.

“vyo, nggak usah takut. Adil nggak akan kemana mana, adil bakal temenin vyo selamanya” katanya pelan. Gadis itu membalas pelukan pemuda itu.

“beneran Fadil nggak akan ninggalin aku?” isaknya pelan. Vyone menangis di dalam pelukkan Fadil, membuat baju hitam milik Fadil basah. fadil mengangguk.
“janji ya sama vyone?” ucapnya sambil melepas pelukan itu. Ia mengangkat jari kelingkingnya, lalu Fadilpun mengaitkan jari kelikingnya dengan jari kelingking Vyone.

“Fadil janji. Vyo doain adil ya?”

“pasti.” Sahut vyone cepat.

“ya sudah itu di hapus donk air matanya. Jelek tau!” canda Fadil. Vyone menghapus sisa sisa air mata dengan punggung tangannya.

“nah gitu donk, senyum.. jangan nangis” ujar Fadil lagi.

Tuhan, tolong jaga Fadil, jangan biarkan Fadil mengalami hal yang buruk. Aku mohon Tuhan..

***


Kian lama ia tertidur, matanya tertutup rapat, tak ada lagi senyuman manis darinya, tak ada lagi suara darinya, dan tak adalagi gurauan gurauan itu. Semua itu telah hilang, berhembus begitu saja layaknya sebuah angin. Ironis memang, tapi ini semua adalah kenyataan. Kenyataan pahit yang harus diterima Fadil, anak yang baru saja menginjak masa remaja itu. Tapi Fadil tak mau mengeluh. Ia harus berjuang demi sang kakak. Ini belum seberapa dengan apa yang kakaknya alami.

“jadi kamu mau berhenti kerja?” tanya manager restoran tersebut, Fadil tersenyum.

“iya pak.” Jawabnya singkat.

“terimakasih atas bantuan bapak. Saya tidak akan melupakan jasa jasa bapak. Sekali lagi terimakasih” ujarnya lagi. Manager itupun membalas senyuman Fadil. Lagi lagi Fadil membuat orang yang ada disekitarnya merasa kagum dengan sifatnya itu.

“baiklah, kalau itu keinginanmu. Ini gajimu selama satu bulan. Gaji itu tidak saya potong, karena saya tau kamu sangat membutuhkan uang itu untuk kakakmu.” Jelas si manager itu. Fadil lagi lagi tersenyum.

“sekali lagi saya mengucapkan terimakasih. Semoga kebaikan bapak di balas sama Yang Diatas.” Ujar Fadil. Iapun beranjak pulang, tak lupa ia juga pamit pada manager perusahaan dimana tempat ia bekerja dulu.

***


Rasa sesak itu kembali hadir, sangat sesak, bahkan lebih sesak dari sebelumnya.

“kondisi kakakmu kembali menurun, entah berapa lama lagi kakakmu akan bertahan hidup.”
Perkataan dokter Alend terus saja terngiang didalam otaknya. Apa kakak juga akan pergi darinya? Apa tak cukup Tuhan mengambil kedua orang tuanya? Tak cukup Tuhan mengambil semua kebahagiaanya? Apa kali ini Tuhan akan mengambil satu satunya yang ia punya? Tidak! Kali ini ia akan berjuang untuk mempertahankan apa yang ia miliki sekarang. Meski nyawa taruhannya!

Krek

Kembali ia membuka pintu ruangan itu, entahlah sudah berapa kali ia membukanya, hanya untuk mendapat informasi tentang sang kakak.

“dok.” Sapanya pelan. Dokter Alend nampak tersenyum sekilas, namun setelah itu wajahnya kembali serius.

“apa yang terjadi dengan kakak?” tanyanya. Terlihat dokter Alend menarik nafas berat.

“keadaan kakakmu kembali memburuk. Bahkan ini adalah kondisi yang terburuk.” Jawabnya miris. Fadil menunduk, ia terdiam sesaat.

“segera lakukan operasi itu dok.” Tekatnya.

“tapi syarat operasi itu belum terpenuhi. Kami belum mendapatkan donor darah untukmu”

“yang saya mau kesembuhan kakak dok. Saya tidak peduli dengan itu semua.”

“tapi dil...”

“dok, mengertilah saya tak ingin kehilangan orang yang saya sayangi untuk kesekian kalinya!” katanya cukup keras. Kembali ruangan itu menjadi hening, tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan suara.

“baik, operasi akan dilakukan 3 hari lagi, namun sebelumnya kamu harus dirawat disini. Agar kami dapat mengontrol keadaanmu” ujar dokter Alend akhirnya.

Sepertinya Dokter Alend sudah menyerah, percuma ia berdebat dengan Fadil, toh keputusan Fadil tak ada yang dapat merubahnya.

“terimakasih dok, saya permisi.” Pamit Fadil. Dokter Alend mengangguk pelan.

***

“kak sebentar lagi kakak akan sembuh. Kakak harus kuat ya demi aku.” Ujar Fadil lembut. Ia termenung tepat disamping tempat tidur sang kakak.

“aku kangen sama kakak.”

“aku pingin kakak cepet sembuh kak.” Tes lagi lagi air mata itu meleleh dari mata Fadil, tapi Fadil buru buru menghapusnya. Ia tidak mau jika kakaknya sadar nanti, kakaknya itu melihat ia menngis.

“dil..” sapa seseorang yang baru saja masuk kedalam kamar Anton itu. Fadil melihat kearah suara itu dan iapun tersenyum ketika ia tau siapa yang datang itu.

“sus” ucapnya. Ya yang dateng itu adalah Suster Salsa, Suster yang telah merawat kakaknya selama kakaknya berada disini. Suster yang telah ia anggap sebagai kakak perempuannya. Suster Salsa tersenyum manis, bahkan sangat manis. Senyuman ini pula yang membuat Fadil sedikit merasa tenang. Suster Salsa berjalan pelan kearah Fadil, setelah sampai tepat disamping Fadil, ia tiba tiba memeluk Fadil erat, Fadilpun sampai kaget dibuatnya.

“dil, apa keputusanmu itu tidak bisa di pikirkan lagi?” tanya Suster Salsa lembut seraya melepas pelukannya.

“maaf sus. Keputusanku sudah bulat.” Jawabnya mantap.

“tapi dil, itu sangat beresiko untukmu. Ditambah lagi kondisimu yang kurang baik.”

“sus, saya akan menerima semua resiko itu. Yang terpenting bagi saya adalah kesembuhan kakak.” Suster Salsa hanya menghela nafas pelan. Benar apa yang dikatakan dokter Alend bahwa tak ada orang yang dapat merubah keputusan Fadil.

“ja...jadi... ka..kamu.. ma..mau do..norin ha..hati ka..kamu? terdengar suara dari belakang Fadil. Sontak Fadil langsung menoleh kearah sumber suara itu.

“kakak..” ujarnya riang Fadil langsung menghambur kepelukan Anton, namun secara mengejutkan Anton menolak untuk memeluk Fadil.

“kakak kenapa?” Tanya Fadil bingung, dengan sikap kakaknya itu.

“jelasin sama kakak semuanya! Apa benar kamu mau donorin hati kamu buat kakak?” tanya Anton cepat. Fadil hanya diam, ia bingung harus mengatakan apa.

“aku..” jawabnya terputus. Fadil menunduk, rasanya ia tidak sanggup melihat tatapan kakaknya itu.

“dil, kakak nggak mau terima hati kamu.” Ujarnya pelan. Lagi lagi Fadil terlihat kaget mendengar apa kata kakaknya itu.

“lebih baik kakak mati. Daripada harus nerima hati itu.”

Fadil menatap sang kakak degan tatapan memohon, sedangkan Anton hanya memalingkan wajah agar ia tidak melihat Fadil, jujur Anton tak ingin ada diposisi ini, di lain pihak ia ingin sembuh, ia capek harus berbaring terus menurus di ranjang ini, tapi kalau demi mewujudkan keinginan itu, ia harus mengorbankan adik satu satunya? Adik yang telah ia susahkan selama ia sakit, adik yang telah merawatnya, adik yang telah mengorbankan seluruh hidupnya demi dirinya, dan apa kini adiknya harus mengorbankan nyawa demi dirinya? Anton menggeleng keras.

“sekali kakak bilang nggak ya nggak!” ucapnya lagi.

Fadil menunduk, air matanya kini telah mendobrak keluar, semakin lama semakin deras, Suster Salsa yang ada disanapun ikut menangis, hatinya tersentuh melihat sepasang kakak adik yang saling menyayangi seperti ini. Suster Salsa memeluk Fadil erat, mencoba menenangkannya, ruangan ini menjadi sunyi, tak ada dari mereka bertiga yang berbicara, mereka bertiga terlarut dalam pikiran masing-masing. Fadil mengangkat wajahnya.

“kak, adil mohon kak. Fadil cuma ingin kakak sembuh” ujarnya pelan.
Anton lagi lagi menggeleng.

“dil, kakak memang ingin sembuh, tapi nggak begini caranya dil.”

“nggak ada cara lain kak, kakak harus segera dioperasi jika tidak kakak akan meninggal. Adil nggak mau kehilangan kakak. Kak, adil mohon sama kakak. Adil janji setelah ini adil nggak akan minta apapun sama kakak.”

“adil mohon kak”

“kalo memang kakak tak mau melakukan operasi itu demi kakak. Lakukan itu demi aku kak.” Fadil terus saja membujuk Anton untuk menerima hatinya. Tapi tetap saja Anton tak bereaksi, sesekali Anton terlihat menghapus air matanya.

“kak” panggil Fadil lagi.

“dil, kakak nggak mau, kakak nggak mau membahayakan nyawa kamu. Hidup kamu masih panjang dil. Kakak nggak mau ngehancurin masa depan kamu.”

“kak, masa depan aku itu nggak ada gunanya kak kalo kakak nggak ada di samping aku. Kak aku mohon, kakak mau ya terima hati ini? Cuman dengan hati ini kakak bisa sembuh.” Anton kembali diam, ia bingung sangat bingung. Apa yang sekarang harus diperbuatnya? Menerima atau menolak. Ia kebali menatap sang adik, dan Fadilpun membalas menatapnya. Tatapan seperti memohon padanya. Anton menghela nafas perlahan, lalu mengangguk pelan. Fadil yang melihatnya pun tersenyum dan langsung memeluknya erat.



***


Gadis manis itu berlari lari kecil menyusuri tiap tiap lorong yang ada di rumah sakit, tangan mungilnya memegang sebuah rantang yang berisikan makanan. Dia tersenyum manis ketika melihat sahabatnya itu sedang duduk di salah satu bangku yang berada diruang tunggu.

“FADIL” teriaknya nyaring, beberapa orang yang ada disanapun melihat kearahnya dengan tatapan yang aneh, tapi gadis ini nampak tak peduli. Dengan santainya iapun melangkah kearah dimana sahabatnya berada.

“vyo, ini rumah sakit.” Ujar fadil, sementara Vyone hanya mengeluarkan cengiran khasnya.

“nih aku bawain sarapan buat adil.” Vyonepun langsung menyerahkan rantang yang daritadi ia pegang. Fadil menerima dan langsung memakannya.

“cepat habiskan makananmu. Sehabis Fadil makan, Vyone ingin mengajak fadil jalan jalan.
“tapi vyo, adil...”

“eits tidak boleh menolak. Kali ini Fadil harus mengikuti semua perintah Vyone.” Potong Vyone cepat, Fadil hanya menghela nafas, ia sangat hafal sifat sahabat baiknya ini, sifat yang sama seperti dirinya. Keras kepala dan tidak ada yang dapat merubah apa yang telah diputuskannya.

 Kini Fadil telah mmenghabiskan seluruh isi rantang itu, baru saja Fadil ingin mengatakan sesuatu, Vyone buru buru menarik tangannya “ayooo”

***
Suasana disini cukup ramai, banyak sekali anak anak yang sedang berlari kesana kemari, ada yang sedang sibuk membuat istana pasir, ada juga yang sedang bermain kejar-kejaran bersama temannya, beraneka ragam kegiatan ada disini, ya kegiatan yang sangat menyenangkan, anak anak yang belum mengenal apa arti hidup yang sebenarnya..
“ikh vyo ngapain ngajak adil ketaman bermain? Emang Fadil anak kecil?” sunggut Fadil, pipinya ia gembungkan.

“udah jangan banyak protes. Disini aku yang berkuasa.” Candanya, lagi lagi Vyone menarik tangan Fadil cepat.

“adil, dorong ayunan, Vyone yang naik ya?” pinta Vyone, adil hanya mengangguk pelan.
Perlahan lahan Fadil mulai mendorong ayunan itu.

“akh Fadil yang semangat donk dorongnya, masa ayunannya pelan banget?” protes Vyone.
Seperti permintaan Vyone Fadilpun mendorong ayunan itu dengan sekuat tenaga.

“huaaaaaaaaaaaa...” teriak Vyone nyaring, ia memejamkan matanya dan mulutnya nampang mengucapkan beberapa doa.

“makanya jangan sok.” Cibirnya sambil tertawa. Rasanya semua beban yang selama ini ia pikul terasa hilang seketika di bawa angin.

“hua udah adil dorongnya.. pusing nih Vyonya” rengeng Vyone, tapi bukan Fadil namanya jika langsung menuruti permintaan sahabatnya itu.

“FADIL!” teriak Vyone keras. Fadil buru buru menghentikan ayunan itu, sebelum sahabatnya bertambah marah.

“hahahha...” tawanya nyaring, kini seperti posisi yang dibalik Fadil yang tertawa dan Vyone yang cemberut.
“udah donk cemberutnya”
“bodo, adil jahat.” Ngambek Vyone. Fadil lagi lagi tertawa melihat sahabatnya. Tiba tiba Fadil berlari meninggalkan Vyone.
“ikh Fadil kok Vyone ditinggal!!!!!!” hardiknya kesal. Pipinya tampak mengembung, tangannya ia lipat dan ditaruh di dada. Selang beberapa menit Fadilpun datang, membawa dua eskrim di kedua tangannya.

“nih” ujar Fadil seraya memberi salah satu eskrim yang ada ditangan kanannya

“biar vyo nggak ngambek lagi.” Guraunya. Vyone tersenyum dan menerima eskrim itu.

 Merekapun duduk disalah satu bangku yang berada dibangku taman itu. Dari sana mereka dapat melihat semua aktifitas yang di lakukan semua orang ditaman ini.
“adil ingin deh seperti mereka.” Ujarnya pelan. “tertawa tanpa beban, bisa melakukan apapun yang mereka inginkan, tanpa memikirkan apa yang terjadi pada esok hari.” Lanjutnya pelan.

Vyone menatap Fadil iba, ingin sekali ia menangis, tapi tidak, ia tidak akan menangis kali ini.
“dil, lihat deh ada layangan!” tunjuknya kelangit biru itu, mengalihkan pembicaraan. Fadil menurut iapun melihat layangan yang sedang terbang tinggi.
“vyo mau main layangan?” tanya Fadil, Vyone mengangguk cepat. Fadil tersenyum, lalu beranjak pergi untuk membeli layangan.
“terbangin dil, yang tinggi!!” perintah Vyone, Fadil tersenyum, perlahan lahan layangan itupun terbang semakin tinggi. Vyone memandang layangan itu, bibirnya tersenyum manis.
“vyone mau deh jadi senar layangan itu.” Katanya, tanpa mengalihkan pandangannya dari layangan yang sedang melayang tinggi.

Fadil menatap Vyone bingung.

“sejauh apapun layangan itu terbang, tapi senar itu akan terus menemani dan menjaga, agar layangan itu bisa ia pantau terus dan sewaktu-waktu ia mau menariknya kembali untuk berada didekatnya, ia dapat dengan mudah melakukannya” lanjutnya lagi.
“vyone pingin jadi senar itu dan fadil menjadi layangannya. Jadi sejauh apapun Fadil terbang, sewaktu waktu vyone ingin Fadil kembali, vyone bisa menarik Fadil untuk datang kedekat Vyone.” Fadil tersenyum, lalu mengacak acak rambut panjang milik Vyone.

“orang kok mau jadi senar.” Guraunya.


Berjam jam telah berlalu, kini taman itu nampak sepi, hanya terlihat beberapa orang disana dan salah satu orang itu adalah Fadil dan Vyone.

Vyone nampak menyandarkan kepalanya dipundak Fadil, sepetinya ia tertidur, wajahnya nampak tersenyum manis. Fadil yang melihat itupun ikut tersenyum, lalu membelai rambut Vyone pelan.
“terimakasih untuk apa yang telah vyo lakukan ke Fadil selama ini. Fadil sungguh beruntung memiliki sahabat seperti vyone. Adil sayang sama Vyone..” ujarnya pelan.

***

Langit kelam. Mendung menggantung. Gerimis perlahan-lahan turun sesuai iramanya. Titik-titik air membasahi tanah, aspal, rerumputan, genting, dan jalanan yang berlubang kini tergenang air, seperti banjir kecil.

Gadis kecil kini bersender duduk sendirian dikursi panjang. Tidak ada yang menemani, satu orangpun tidak. Hatinya sekarang tidak menentu. H2C (harap-harap cemas) bahasa anehnya. Duduk, berdiri, bersender didinding, jongkok, entah sudah berapa lama dan berapa kali dia melakukan hal aneh itu.

“vyone” dia berusaha tersenyum dengan orang yang baru saja memanggil namanya. Senyum yang tidak enak dilihat tentunya.

“gimana dil, muka kamu kok pucat, apa kata dokter Alend dil..??” vyone memberikan pertanyaan beruntun kepada fadil. Fadil hanya tersenyum kecil menanggapinya.

“dokter bilang operasinya bisa dilakukan besok, jadi sore ini fadil harus dirawat biar suster bisa pantau keadaan fadil” fadil memegang kening kepalanya, vyone menyuruh fadil untuk duduk.

“dil, muka kamu pucat banget. Masalah donor darah gimana..??” vyone terlihat cemas melihat keadaan fadil.

“donor darah sudah aman kok vyo” fadil berbohong. Sebenarnya donor darah untuk fadil belum ditemukan, tapi keadaan kak Anton semakin memburuk. Tadi fadil memaksa dokter Alend untuk melakukan operasi, pastinya dokter alend menolak itu.

“Kadar hemoglobin kamu sangat rendah fadil, irama jantung kamu juga semakin tidak beraturan, ditambah tekanan darah kamu yang sangat rendah”
“saya bukan ingin mempersulit kamu tapi keadaan yang memaksakan operasi harus ditunda, kalau kamu tetap memaksa, hasilnya hanya NOL fadil, nyawa kamu dan kak Anton kemungkinan besar tidak selamat, harapan untuk berhasil hanya 10%”

Dokter alend dan suster salsa sangat iba melihat fadil yang dari tadi hanya menunduk. Fadil tidak mau menangis, menangis TIDAK ADA GUNANYA.
Dokter alend menarik nafas berat.

“baiklah, nanti sore kamu langsung ke IGD dan bawa map ini, suster disana tau apa yang harus dia lakukan” jawab dokter Alend akhirnya.

***

Fadil berbohong dengan vyone masalah operasi akan dilakukan besok. Fadil juga tidak tau sore ini dia akan diapakan. Yang fadil tau jalan untuk operasi kak Anton sedikit terbuka, walaupun nyawa dia sendiri taruhannya.

***

Jalan raya yang basah itu kini terlihat berkilau oleh sinar matahari. Angin terasa lebih sepoi-sepoi disbanding tadi pagi.

Fadil membawa barang-barang seperlunya. Dikontrakannya sekarang sudah tidak ada lagi barang berharga, hanya tinggal peninggalan kedua orangtua mereka. Dan satu-satunya barang berharga tersebut akan digunakan untuk operasi kakaknya. Yang ada dipikiran fadil sekarang “operasi lebih penting dari apapun”.

***

INSTALASI GAWAT DARURAT
Fadil tersenyum kecut membacanya. Sesuai instruksi dokter Alend, fadil masuk kedalam. Beberapa suster datang menyambut fadil. Fadil dibaringkan disalah satu brankar yang kosong, dokter jaga IGD terlihat sibuk membaca map milik pasien barunya yang bernama fadil, satu suster terlihat sedang mengobrol dengan dokter itu. wajah mereka tampak serius. Dan beberapa kali geleng kepala. Entah pertanda apa !!!

Fadil hanya pasrah apa yang akan suster lakukan pada dirinya. Hanya satu kali tusukan jarum menancap dikulit yang putih itu. tiang infus sudah berdiri disebelah kiri fadil dan cairan infus tersebut dengan cepat masuk kedalam tubuhnya. Cepat sekali tetesan infus itu.

Fadil merasa tubuhnya sangat segar setelah cairan itu masuk.
satu suster pergi membawa sampel darah milik fadil untuk dibawa kebagian laboratorium. Beberapa obat seperti telah masuk kedalam tubuh fadil. Fadil merasa mulai terasa perih dibagian tusukan itu.

“bagaimana keadaanya sekarang dek..??” dokter yang tadi membaca map milik fadil sekarang sudah berdiri dihadapannya.

“saya merasa sangat baik dok” jawab fadil diiringi senyum khas miliknya.

“kamu jangan berbohong kepada saya, bagian mana yang tidak enak..?? ini..??” sepertinya dokter itu bisa membaca pikiran fadil. Tidak-tidak, yang ada dihadapan fadil sekarang adalah dokter jadi tidak ada gunanya berbohong. Dokter tau apa yang fadil rasakan sekarang, ditambah dokter itu sudah membaca map dari dokter Alend.

Dokter itu menunjuk bagian dada kiri dan kanan fadil. Fadil hanya mengangguk.

“kita akan rekam jantungmu dulu yah” beberapa kabel kembali menancap didada fadil, bahkan di kaki dan tangan juga. Berwarna-warna kabel itu. ada merah, kuning, hijau, coklat, hitam dan ungu. Sayang tidak ada warna biru.

Dokter itu kembali menghampiri fadil.

“Tensi kamu masih rendah tapi sudah mendekati normal kok 100/60 mmHg, dan irama jantung kamu mulai stabil tapi belum stabil, hasil labor kamu kadar hemoglobinnya masih rendah, kami akan coba menghubungi PMI mungkin saja ada darah yang sama dengan kamu”
dan sebaiknya kalau kamu sudah diruang rawat inap, langsung tidur dan istirahat jangan melakukan aktivitas apapun, jika tidak badan kamu akan kembali drop” jelas dokter itu panjang lebar. Fadil hanya mengangguk mendengar ucapan dokter itu.

***

Fadil sudah berada diruang rawat inap. Ruangan berAC yang hanya untuk satu pasien. Ada TV, lemari kecil dan WC pribadi. Fadil bingung kenapa dia dibawa kesini, seharusnya kebagian bangsal atau kelas III.

Petugas yang membawa fadil kesini hanya menjawab “ini perintah dokter Alend”.
Fadil merasa sangat tidak enak dengan dokter Alend. Bagaimana tidak, dokter Alend sudah sangat berjasa bagi fadil. Dokter Alend sudah mau merawat kakaknya dan sekarang dokter alend juga mau merawat dirinya. dan sekarang Diberi kamar VIP.



Created by :

---> Adisti Natalia

---> Thone Arulliant Fathoni

---> Debpi ZulpiaRni


Gantilah Tangisan Itu Dengan Senyuman_Part5

di Mei 24, 2013 0 komentar

Gadis manis itu menatap bangku kosong yang ada disebelahnya, bangku kosong yang telah di tinggalkan sang pemiliknya, gadis itu menghela nafasnya perlahan, ingin sekali rasanya menangis jika ia mengingat kejadian buruk yang sedang di alami sahabat baiknya. Gadis ini tidak bisa membayangkan jika semua itu terjadi pada dirinya, mungkin ia tak bisa setegar yang dilakukan sahabatnya itu..

Tet… Tet.. Tet…

Bunyi bel sekolah itu terdengar begitu nyaring, membuat semangat para siswa yang tadinya sudah padam kembali bangkit. Bel yang tak lain adalah bel pulang sekolah itu benar benar membuat para siswa bersemangat. Begitu pula gadis manis ini, ia segera bangkit dari tempat duduknya, dan langsung beranjak pergi menuju tempat sahabatnya berada..

Harum alkohol langsung tercium ketika gadis ini memasuki sebuah gedung yang di dominasi dengan warna putih itu, ia mempercepat langkahnya,tak ingin rasanya membuang buang waktu saat ini, karena ia sudah tak sabar ingin menemui sahabatnya itu.

Krekkk…
Pintu ruangan itu berdecit nyaring, saat gadis itu membukanya, pandangannya menyusuri tiap sudut ruangan itu. Pemandangan yang sama yang ia lihat, seorang pemuda yang nampak sedang tertidur, wajahnya pucat pasi, di sekelilingnya banyak sekali alat alat medis yang membantunya untuk bertahan hidup.

“sus..” sapa gadis itu pelan. Suster Salsa yang merasa di panggilpun melihat kearahnya lalu tersenyum.
“nyari adil ya?” Tanya suster salsa ramah. Gadis manis itupun mengangguk
“adil lagi di panggil dokter keruangannya..” jawab suster itu.

“oh, lalu bagaimana keadaan kak anton sus? Bertambah baik atau…” gadis itu tak meneruskan kalimatnya, ia menunduk dalam diam, tak terasa air matanya mengalir begitu saja. Suster Salsa menghela nafas perlahan sebelum ia menjawab pertanyaan gadis itu.

“ keadaannya tak begitu baik, jusru keadaannya kian memburuk.” Lagi lagi gadis itu terdiam, ia memandang pemuda itu nanar. Tak tega rasanya melihat pemuda yang telah ia anggap sebagai kakaknya sendiri dalam keadaan sepeti ini. Suster Salsa pun beranjak pergi, namun sebelum ia pergi ia sempat membisikkan sesuatu kepada gadis ini.

“terus beri semangat kepada sahabatmu ya? Ia betul betul anak yang tegar, jangan biarkan semangatnya berkurang” bisiknya pelan, Vyone pun mengangguk lalu menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Suster Salsa tersenyum, sebelum akhirnya ia benar benar keluar dari ruangan itu.

Perlahan tapi pasti Vyone berjalan menghampiri pemuda itu, menyeret sebuah kursi, dan di letakan tepat di samping kasur anton.

“cepet sembuh kak. Adil masih butuh kakak di sampingnya. Dia memang tegar di hadapan semua orang, tapi aku tau di dalam hatinya ia menjerit kak. Aku nggak bisa lihat Adil kayak gini kak. Aku pingin liat Adil yang dulu..” isaknya pelan.


Vyone merapikan badannya dan meletakkan kursi ketempat semula.


"vyo keluar dulu yah kak, perut udah keroncongan nih nunggu kakak nggak bangun-bangun, nanti vyo kesini lagi" canda vyone. dia yakin kalau kak Anton pasti mendengarnya.


Banyak orang bilang kalau orang yang sedang koma atau tidak sadarkan diri bisa mendengar apa yang kita bicarakan. "Ajaklah kak Anton ngobrol trus, walaupun dia tidak ikut mengobrol denganmu tapi dia mendengar apa yang kamu katakan" suruh suster Salsa, vyone mengangguk.


***


Krekk…
Pintu ruangan itu kembali berdecit menandakan ada seseorang yang masuk kedalam ruangan ini.

“Vyone..” sapa seseorang yang baru saja memasuki ruangan ini. Gadis itupun melihat dan buru buru menghapus air mata yang masih melekat dipipinya. dia tidak ingin Fadil melihatnya menangis. bagaimana mungkin orang yang mau memberikan semangat untuk sahabatnya malah menangis.

"ngobrol diluar aja yuk..??" ajak Fadil, vyone hanya mengangguk. Banyak bangku berjejer diluar ruangan itu.


“ini.” ucapnya sembari memberikan beberapa tumpukkan kertas yang ia ambil dari tasnya.
“tadi sebelum aku kesini, aku ke tukang foto copy dulu.” Ujarnya.
“itu dari catatan aku, besok kita ulangan, jadi adil harus masuk ya?” lanjutnya lagi.

Ya sudah seminggu belakangan ini Fadil ijin untuk tidak masuk sekolah, ia ingin menemani sang kakak lebih lama. Awalnya permintaan ijin ini di tolak oleh pihak sekolah, namun setelah di rundingkan kembali dengan para guru, Fadilpun akhirnya di ijinkan, tapi dengan satu syarat Fadil harus tetap mengerjakan apapun yang di berikan oleh guru studinya dan harus menghadiri ujian ujian seperti sekarang ini. Beruntung Fadil memiliki sahabat seperti Vyone, yang siap membantu kapanpun ia membutuhkannya. Hampir setiap hari Vyone datang kerumah sakit ini, tujuannya selain menjenguk Anton ia juga menjadi guru privat Fadil.

“makasih ya..” ujar Fadil tulus, vyone mengangguk pelan.

Suasana diluar ruangan memang tidak begitu ramai, hanya ada mereka berdua dan satu keluarga pasien lain yang sedang tertidur lelap dikursi. Mereka berdua kembali kedalam pikiran masing masing. Tanpa di duga duga Vyone berlari kearah Fadil dan memeluknya erat.

“kak Anton bakal sembuh kok, adil tenang aja ya?” suara gadis itupun bergetar tak karuan. Ia tak kuat melihat sahabatnya seperti ini. Fadil memang tersenyum kepadanya, tapi Ia tahu senyum itu tak seperti senyumnya yang dulu. Bagi Vyone senyuman Fadil yang sekarang adalah senyum penderitaan.

“vyo, adil gak pa pa kok.” Ujar Fadil pelan, Vyone menggeleng cepat.

“Adil bisa bohongin semua orang, tapi adil nggak bisa bohongin aku. Aku tau kalau hati Fadil itu menjerit, Fadil cuman sok pura pura tegar, padahal Fadil itu rapuhkan” cerocos Vyone.

Tak ada satupun yang dikatakan oleh Fadil, ia terdiam cukup lama, dan pada akhirnya pertahanan Fadilpun runtuh, ia menangis menumpahkan seluruh beban dalam hatinya pada sahabatnya itu.

“menangis sepuasnya, tapi setelah itu Fadil harus tersenyum.” Ujar Vyone lembut.


***


Fadil berlari menyusuri tiap tiap lorong yang ada di rumah sakit ini. Lagi dan lagi Fadil harus mendengar berita buruk itu. Kondisi sang kakak kembali menurun, padahal baru semalam sang kakak terbangun dari tidur panjangnya. Tapi kenapa kondisinya menurun kembali? Apa Tuhan ingin mempermainkannya? Apa Tuhan hanya memberikan harapan palsu untuknya? Kembali berharap lalu di patahkan kembali?


Arggghh....
Ini semua tak adil baginya. Ia ingin marah. Tapi apa yang ia bisa lakukan? Ia hanya bisa pasrah menghadapi cobaan demi cobaan dalam hidupnya. Kembali air mata itu mendobrak keluar dari manik indahnya.


Ia memegang kenop pintu itu erat. Menghela nafas perlahan, menghapus cairan bening itu, dan mencoba untuk menguatkan dirinya. Ya ia harus kuat demi sang kakak. Ia juga tak ingin membuat orang di sekitarnya menjadi khawatir.


"dok.." sapa fadil pelan. Dokter alend tersenyum, ia begitu mengagumi sifat Fadil.
"duduk dil.." Fadil mengangguk dan langsung duduk di hadapan dr. Alend.

"sebenarnya apa yang terjadi dengan kakak? Bukannya baru kemarin ia melewati masa kritisnya?" serbu Fadil. Nafasnya kini naik turun tak beraturan. Emosinya kini sudah sampai dengan taraf terakhir dan siap meledak kapanpun.

"hmm.. Entah lah.. Banyak memang pasien seperti kakakmu, mereka sempat melewati masa kritisnya namun..." kata kata dr. Alend menggantung, ia melirik ke arah Fadil, setelah itu ia menghela nafasnya.

"tak ada pilihan lain sekarang. Kakakmu harus segera melakukan pemindahan hati itu. Jika tidak..."

"kakak akan meninggal, begitu dok?" potong Fadil cepat. Dokter hanya bisa mengangguk pelan, sunggu tak tega rasanya mengatakan hal sepahit ini kepada Fadil. Dr. Alend begitu menyayangi Fadil, ia sudah menganggap Fadil sebagai adiknya yang telah lama tiada.

"lakukan yang terbaik untuk kakak dok." pinta Fadil, ia kembali menunduk.

"tapi dil, pemindahan hati itu memerlukan biaya yang tak sedikit."

"aku nggak peduli dok! Yang aku mau kakak tetap hidup! Bagaimanapun caranya." ujarnya bersungguh sungguh.


***


Gundukkan tanah yang awalnya merah dan basah kini sudah tiada, di gantikan oleh rerumputan hijau yang subur dan tertata rapi disana.

 Pemuda itu terpaku memandangnya, pikirannya kembali kepada masa itu, masa dimana ia selalu tertawa bersama orang yang ia cintai, masa di mana ia selalu mendapatkan apa yang ia mau, dulu ia hidup dengan indahnya, bahkan nyaris sempurna. Tapi ia tahu hidup itu tak selamanya indah. Ada dimana ia merasakan hidup seperti di surga dan ada kalanya pula ia merasakan hidupnya seperti di neraka.

Hidup yang indah kini hanya sebuah kenangan, ya kenangan indah untuknya. Kini hidup yang gelap terus menghantuinya. Cobaan demi cobaan harus ia lewati. Apa sekarang ia harus menyerah? Menyerah kepada sang takdir? Tidak! Ia tidak akan pernah menyerah! Ia akan terus berusaha melawan takdir pahit itu.

Kini di tangan kanannya memegang erat sebuah rangkaian bunga mawar merah dan tangan yang lain memegang sebuah kotak yang berukuran sedang yang entah berisi apa. Ia terdiam sesaat, menghembuskan nafasnya perlahan.

 Bunga mawar itu ia letakkan di tengah gundukkan rumput hijau itu.

"ma pa, maaf aku baru jenguk kalian." ujarnya pelan.

"akhir akhir ini banyak banget masalah yang aku hadapi. Ingin sekali aku menyerah dan mengakhiri semua ini, melarikan diri dari semua masalah ini, tapi aku nggak bisa, aku nggak mau kehilangan kakak. Aku..." ia menggantungkan kalimatnya. Rasa sesak itu kembali hadir di hatinya, ingin sekali ia menangis saat ini. Tapi ia tau saat ini menangis tak akan menyeselesaikan masalahnya, ia menghela nafasnya perlahan, mengumpulkan segala kekuatan yang masih tersimpan di dalam tubuhnya.

"aku mohon jangan ambil kakak. Aku masih membutuhkannya." lirihnya pelan. Ia menunduk perlahan tapi pasti cairan bening itu kembali keluar menerobos manik beningnya itu.

"apa pun akan aku lakukan, asal kakak selamat." lanjutnya lagi.

"mama lihat kotak ini? Dulu mama pernah bilang ke aku kalau kotak ini untukku dan kakakkan?" tanyanya sembari menunjuk kotak itu. Air matanya kini terus mengalir semakin lama semakin deras. Sekuat apapun ia mencoba untuk menahan air mata itu tapi tetap saja hasilnya nihil air mata itu tak berhenti justru ia keluar begitu derasnya.

"aku mengambil ini sebelum aku dan kakak keluar dari rumah kita. Aku tahu kotak ini akan berguna untuk aku dan kakak." lagi lagi ia terdiam, ia mendongakkan kepalanya ke atas. Menatap langit cerah siang ini. Berharap ke dua orang tuanya sedang melihatnya dari atas sana.

"kakak harus segera melakukan pemindahan hati dan Adil tahu itu membutuhkan biaya yang tak sedikit, Adil tak sanggup membayarnya. Karena itu adil.." hening Fadil tak melanjutkan ucapannya, ia kembali menunduk, tanah yang ia pijak perlahan lahan basah, ia menangis hebat, seakan akan meluapkan rasa sesak yang tersimpan di hatinya. Lama ia terdiam sebelum pada akhirnya ia melanjutkan kalimatnya.

"maaf kalau perbuatan ku salah. Aku tahu mama menyiapkan ini untukku di saat aku membutuhkannya. Tapi kini kakak lebih membutuhkannya, hanya dengan kotak ini kakak dapat menyambung hidupnya." perlahan ia memejamkan kedua matanya, dan beberapa saat kemudian ia kembali membukanya. Ia tersenyum memandang langit siang itu.

“ma, pa adil pulang. Jaga diri kalian disana, semoga kalian bahagia.” Ucapnya pelan, ia lalu menunduk dan mencium batu nisan orang tuanya. Perlahan ia pun pergi meninggalkan tempat dimana kedua orangtuanya beristirahat dengan tenang.


***


Malam kian larut, suasana disini begitu sepi, tak ada orang yang terlihat berlalu lalang di tempat ini, yang terlihat hanya seorang pemuda yang sedang tertidur lelap.

“aku dimana?” tanyanya pelan. Ia sungguh tak mengetahui dimana ia berada sekarang. Tempat ini begitu sunyi tak ada tanda tanda kehidupan disana. Perlahan tapi pasti ia melihat  asap putih yang sedang menghampirinya. Awalnya asap putih itu tak begitu jelas tapi lama kelamaan asap itu menyerupai seseorang wanita yang sangat pemuda ini rindukan “mama..” ujarnya pelan, ia membeku di tempatnya. Tak tau harus berkata dan melakukan apa.

“sayang, mama kangen banget sama kamu.” Ujar wanita itu, ia tersenyum manis.
“mama udah tau semua yang terjadi sama kamu dan kakak. Mama akan mendukung semua yang kamu lakukan karena mama tau kamu pasti akan melakukan yang terbaik untukmu dan juga untuk kakakmu. Adil udah besar adil berhak memakai apa yang telah mama berikan. Mama sayang Adil dan kakak, jaga diri kalian baik baik ya…” perlahan sesosok wanita itu berubah menjadi asap putih dan asap putih itu hilang dari pandangan Fadil.

“mama..” lirih Fadil pelan, ia melihat sekelilingnya sepi tak ada satu orangpun disana. Ia menghela nafasnya perlahan. “hanya mimpi.” Ujarnya lagi. Ia bangkit dari tempat dimana ia tertidur, berjalan pelan menuju sebuah kaca besar dimana dengan kaca itu ia dapat melihat sang kakak yang sedang tertidur.

“kakak pasti sembuh! Adil janji!” tekatnya bulat.


***


Gadis itu menggeleng gelengkan kepalanya, ia tersenyum menatap pemuda yang sedang terlelap di atas kursi ruang tunggu itu, padahal jam sudah menunjukan jam 12 siang. Ia melangkah pelan menuju pemuda yang merupakan sahabat baiknya itu.


"dil.." sapanya lembut, ia guncang guncangkan tubuh pemuda itu pelan, namun tak ada reaksi dari pemuda itu. Ia tetap terlelap dalam damai.

"Fadil bangun!!" gadis itu meninggikan volume bicaranya, pemuda itu kali ini bereaksi, ia menggeliat, lalu mengerjap ngerjapkan matanya. Tapi kemudian ia kembali menutup matanya.

"aissh bangun!!" Vyone nampak geram, ia kemudian menarik tangan Fadil, hingga membuat posisi Fadil berubah menjadi duduk.


 Fadil mengucek ngucek matanya pelan. Nampaknya ia belum sadar sepenuhnya.


"apa?" tanyanya kemudian.

"apa apa... Tau nggak ini jam berapa?" Fadil menggeleng dan mengangkat kedua bahunya.

"issh jam 12 adil!"

"terus?"

"adil harus kerja jam 3 kan?" tanyanya, Fadil hanya mengangguk.

"kan masih 3 jam lagi vyo, adil masih ngantuk nih."


Vyone kembali menggeleng gelengkan kepalanya, ia heran melihat sifat sahabatnya yang tak pernah berubah.


"3 jam sih ia! Tapi kan kantor adil itu jauh dari sini, perjalanan 1 jam lebih kan? Emang adil nggak mandi, nggak makan gitu?" cerocosnya panjang. Fadil hanya tersenyum menanggapi sahabatnya ini.

"orang kalo mau kerja dimana mana ntuh mandi sama makan dulu" lanjutnya lagi.

"ya kalau sempet adil mah mandi. Kalo nggak ya udah." jawab Fadil enteng. Vyone menatap fadil tajam. "jorok!"

"hahaha... Yang pentingkan ganteng." ujar Fadil narsis.

"ganteng tapi bau mah sama aja! Udah sana mandi!" kali ini Vyone mendorong tubuh Fadil pelan.

"ia ia bawel amat kayak burung beo." gurau Fadil, sebelum ia pergi menjauh dari Vyone menuju kamar mandi terdekat.


***


Vyone berdiri dari kursi itu. Berjalan pelan menuju jendela kaca. Ia menatap nanar pemuda yang sedang terlelap damai itu. Wajah pemuda itu pucat, tubuhnya yang dulu kurus, kini bertambah kurus, layaknya sebuah tulang yang terbungkus kulit.

"kak bangun donk. Nggak bosen apa kak tidur terus? Aku aja yang liat bosen kak. Ayo donk kak bangun, kakak sudah lama tidurnya. Anak baru lahir aja kalah kak sama kakak" ujarnya lirih, lagi lagi air mata itu keluar dari manik indahnya, namun Vyone buru buru menghapusnya. Tujuan ia datang adalah untuk menghibur Fadil, bukan untuk membuat Fadil melihat air matanya.

Vyone menghela nafas pelan, lalu ia kembali duduk di tempatnya semula, selang berapa menit kemudian Fadilpun menghampirinya dan duduk disamping Vyone.

"udah wangi kan?" tanyanya, Vyone mengangguk pelan. Lalu Ia pun menyodorkan sebuah rantang kepada Fadil. Fadil menatapnya bingung.

"itu buat adil. Vyo sendiri yang masak." ujarnya. Fadil tersenyum dan mengambil rantang itu lalu membukanya. Ia melahap makanan itu cepat, entah sudah berapa suapan sendok yang sudah masuk ke dalam mulutnya.

"makan itu pelan pelan. Ntar keselek baru tau rasa." nasehat vyone, iapun memberikan botol air minum kepada Fadil, fadil menerimanya dan langsung meminumnya.

"semalam nggak makan ya dil?" tanya vyone, Fadil mengangguk menjawabnya. Vyone menghela nafas pelan.

"udah berapa kali sih di bilangin? Adil itu harus makan. Kalo adil nggak makan gimana mau jagain kak Anton?" omelnya, Fadil terdiam ia bingung harus menjawab apa. Sejujurnya ia ingin membeli makanan saat itu, tapi uangnya sudah habis terpakai untuk membayar biaya rumah sakit ini. Vyone menatap fadil iba, ia seperti tau apa yang sedang di pikirkan sahabatnya ini.

"yaudah mulai sekarang vyone bakal bawa makanan terus buat adil." ujarnya sambil tersenyum manis. Fadil menggeleng pelan.

"nggak usah adil nggak mau ngerepotin kamu terus." ujarnya. Vyone lagi lagi tersenyum.

"aku nggak pernah ngerasa di repotin. Aku seneng kalo bisa bantu adil." jawabnya lembut. Fadil menatap vyone, terpancar ketulusan disana. Sungguh beruntung Fadil memiliki sahabat seperti Vyone, yang selalu siap membantunya.

"makasih vyo." ujarnya pelan, vyone mengangguk dan kembali tersenyum "selama aku bisa bantu kamu, pasti aku bantu."


***


"udah kelar makannya?" tanya vyone, Fadil hanya mengangguk pelan, lalu meminum kembali air dalam botol yang di berikan vyone.

"makasih." ujarnya tulus. Vyone tersenyum.

"hmm.. Adil ke dalam dulu ya? Mau lihat keadaan kakak."

"ia"


Fadil bangkit dari tempat duduknya. Berjalan pelan mendekati pintu ruangan dimana Anton dirawat. Memegang kenop pintu dan kemudian membukanya perlahan. Lagi dan lagi pemandangan yang sama, yang ia lihat. Pemuda yang sedang terbaring lemah di temani oleh beberapa alat medis yang bertugas untuk menyambung hidupnya.


"kak, kalo kakak udah sembuh kita sama sama ke bukit bintang ya kak? Kita jalan jalan kak, adil kangen jalan jalan sama kakak. Adil kangen pengen ngumpul bareng kakak, bercanda bareng sama kakak, di omelin sama kakak, liat kakak narsis nggak ketulungan kayak dulu. Adil kangen itu semua kak." ujar Fadil panjang lebar, ia menghela nafas lalu membelai rambut anton lembut. Lagi lagi cairan bening itu keluar dari mata bulat milik Fadil. Tetesan air itu jatuh tepat di kening Anton.


Perlahan lahan Anton menggerakan tangannya, bukan hanya itu, mata yang dulu tertutup rapat kini perlahan terbuka.

"dil..." sapa Anton pelan, Fadil buru buru menghapus sisa air matanya.

"kakak udah sadar? Adil panggilin dokter ya kak?" ujar Fadil, ia nampak begitu gembira melihat sang kakak kembali membuka matanya. Baru selangkah Fadil berjalan Anton langsung menarik tangan Fadil dan memeluknya erat.

"maaf." ujar Anton lirih, ia menangis di pelukan Fadil.

"maaf untuk apa?"

"maaf untuk semuanya. Akhir akhir ini kamu jadi susah karena kakak, kakak udah jadi beban kamu. Maaf" isaknya pelan. Fadil menarik tubuhnya lalu menatap kakaknya lembut.

"nggak ada yang perlu di maafin. Karena kakak nggak salah sama aku. Aku nggak pernah ngerasa susah karena kakak. Kakak juga bukan beban buat aku. Sekarang tugas kakak itu berusaha untuk melawan penyakit kakak. Kakak harus sembuh demi aku dan juga demi kakak." ujar Fadil bijak, ia menghapus air mata Anton dengan tangannya.

"adil sayang kakak."


 ***


Malam kian larut. Biasanya rumah-rumah orang akan sepi oleh pengunjung. Tapi tidak untuk rumah satu ini. semakin malam justru semakin ramai. Terlebih ruangan yang bertuliskan UGD yang cukup besar bertengger diatas sana.

Malam minggu. Mungkin ini sebabnya ruangan itu menjadi penuh sesak. Ada banyak kecelakaan disana. Terutama anak-anak muda. Alasannya cukup tidak penting “balapan liar”. Fadil tidak begitu memperdulikannya, dia kembali berjalan menyusuri tiap lorong Rumah Sakit.


 ***


Dalam sebuah novel tertulis sebuah kata yang benar maksudnya “jika pagi datang, orang yang lalai akan berpikir apa yang harus dia kerjakan. Sedangkan orang yang berakal akan berpikir apa yang akan Allah lakukan padanya”. Ya, Fadil telah siap dengan apa yang akan Allah lakukan padanya.

Langit sedikit mendung tapi tidak hujan. Rerumputan hijau berjejer rapi ditanah. Kadang menyibak kekiri dan kekanan mengikuti arah angin. Seperti biasa taman rumah sakit tampak begitu ramai, terlihat disana lebih banyak keluarga pasien dari pada pasien. Ada banyak taman disana, ada yang khusus untuk anak-anak, ada taman yang hanya dipenuhi tanaman dan berjejer kursi taman yang sangat indah jika dipandangan mata.

Fadil lebih memilih duduk ditaman yang dipenuhi anak-anak. Terkadang fadil tertawa melihat tingkah laku mereka. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan selain melihat keusilan-keusilan yang mereka lakukan.

Ia kembali terdiam, memikirkan apa yang akan ia lakukan, diliriknya kotak yang sedari tadi ia genggam. Menghela nafas perlahan, lalu membukanya.

Benda itu berkilau indah akibat pantulan dari sinar matahari. Ya isi dari kotak itu adalah perhiasan mama Fadil, tentunya perhiasan yang mempunyai harga jual yang tinggi. Mama sengaja membelinya sebagai tabungan, jikalau Anton dan Fadil membutuhkannya.


"kakak kakak kalungnya bagus deh." ujar seorang gadis kecil dengan rambut sebahunya. Fadil tersenyum, dan mengusap kepala gadis itu.

"kalau aku udah gede aku mau akh punya kalung kayak gitu." cerocosnya. Fadil mengangguk pelan. Gadis kecil itupun pergi dari hadapannya dan kembali bergabung dengan teman temannya.

"kakak akan sembuh dengan ini" ujar Fadil, iapun bangkit dari tempatnya dan berjalan menjauhi taman itu.


 ***


"kondisi kakakmu semakin memburuk."

"kita harus segera melakukan pemindahan hati secepatnya, kalau terlambat sedikit dapat membahayakan nyawanya." Bagaikan tersambar petir Fadil mendengar perkataan dokter alend. Ia menunduk dalam diam, tapi bedanya kali ini Fadil tidak mengeluarkan air matanya sedikitpun, ia mencoba untuk menjadi manusia yang tegar.

"lakukan yang terbaik untuk kakak dok!" ujarnya. Dokter  alend menghela nafas perlahan.

"kami akan berusaha semampu yang kami bisa. Tapi..." dr. Alend menggantung kalimatnya, ia menatap Fadil lembutnya. Rasanya sangat berat mengatakan hal ini kepada Fadil.

"tapi apa dok?" tanya Fadil ragu.

"kita sudah mencari donor hati untuk kakakmu, tapi hasilnya nihil. Tidak ada satupun yang mempunyai ke cocokan dengan kakakmu." ujar dokter pelan. Lagi lagi Fadil terdiam, ia bingung apa yang harus ia lakukan sekarang.

"dokter belum memeriksa hati saya kan?" tanyanya. Dokter alend nampak terkejut mendengar perkataan fadil barusan.

"periksa hati saya dok! Saya yakin hati yang saya punya pasti cocok dengan hati kakak!" dokter Alend menggeleng pelan.


Sejujurnya ia tau pasti, apa yang dikatakan Fadil itu benar. Kemungkinan cocok itu sangat besar. Tapi ia tak tega jika harus mengoperasi Fadil.


"tidak! Saya tidak akan pernah melakukan itu!" tolak dokter alend tegas. Fadil menatap dokter alend tajam.

"dok, periksa hati ini dok. Saya yakin dengan hati ini kakak dapat tertolong." pintanya.

"tapi kalau kakakmu tau ia pasti akan menolak."

"urusan kakak biar saya yang urus. Tugas dokter sekarang memeriksa hati ini! Sekarang!" kali ini Fadil meninggikan nada bicaranya. Dokter alend terdiam sesaat lalu ia mengangguk pelan. Iapun menyuruh suster Salsa untuk mengambil sampel darah Fadil. Suster Salsa menatap Fadil iba, tak tega rasanya harus mengambil darah fadil untuk memeriksa apakah hatinya cocok atau tidak dengan sang kakak. Tapi ia tau ini adalah tugasnya, ia harus menurut apapun yang di perintahkan sang dokter. Perlahan suster salsa mengambil darah Fadil, sementara Fadil, ia tetap diam tak bergeming, menutup matanya rapat. Nyeri, hanya itu yang dirasakan Fadil saat suster mengambil darahnya. Tapi Fadil tau ini tidak seberapa dengan apa yang dirasakan kak Anton selama ini.

"besok hasilnya akan keluar." ujar dokter alend pelan. Fadil mengangguk.

“tolong tunggu 3 hari lagi, pihak Rumah sakit akan mencoba mencarikan hati yang cocok untuk kakak kamu” dokter Alend trus saja mencegah fadil untuk mendonorkan hati. Bukan apa-apa, dia sudah terlancur sayang dan kagum dengan sosok fadil.

“terima kasih buat bantuan dokter dan suster selama ini, kalau hasilnya cocok, tolong segera lakukan operasi secepatnya” pinta fadil. Dokter Alend dan suster salsa hanya saling bertatapan dalam diam.


Created by :

---> Adisti Natalia

---> Thone Arulliant Fathoni

---> Debpi ZulpiaRni
 

A N L Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea