Sabtu, 27 September 2014

Definisi Sistem Informasi Psikologi

di September 27, 2014 0 komentar
Sebelum kita bahas apa itu definisi sistem informasi psikologi, ada baiknya kita bahas dulu pengertian dari sistem informasi dan psikologi itu sendiri :)

A. Definisi Sistem Informasi
Menurut Mc Leod, Sistem Informasi merupakan sistem yang mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi
Sistem informasi adalah  kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas orang yang menggunakan teknologi itu untuk mendukung operasi dan manajemen.Dalam arti yang sangat luas, istilah sistem informasi yang sering digunakan merujuk kepada interaksi antara orang, proses algoritmik, data, dan teknologi
Menurut John F. Nash (1995) yang diterjemahkan oleh La Midjan dan Azhar Susanto, menyatakan bahwa Sistem Informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata jaringan komunikasi yang penting, proses atas transaksi-transaksi tertentu dan rutin, membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan dasar pengambilan keputusan yang tepat.
Berdasarkan definisi diatas system informasi adalah sistem yang mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi. Istilah sistem informasi yang sering digunakan merujuk kepada interaksi antara orang, proses algoritmik, data, dan teknologi.


B.  Definisi Psikologi
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya.
Menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya
Menurut Wundt Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indera, pikiran, merasa (felling) dan kehendak.
Berdasarkan definisi diatas Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya dan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indera, pikiran, merasa (felling) dan kehendak.


C.  Definisi Sistem Informasi Psikologi
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa system informasi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara system informasi dan psikologi di dalamnya terdapat kumpulan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu dari data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan mempunyai nilai yang nyata dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan penggunaan teknologi dan aplikasinya dalam bidang psikologi. 






Daftar Pustaka
Drs. H. Abu Ahmadi. 2003. Psikologi umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
Muhibbinsyah. 2001. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.












Minggu, 21 September 2014

Coret-coretan Iseng

di September 21, 2014 1 komentar
Hai hai.. hari ini gw gak ngepost tugas-tugas.. hehehe..
disini gw cuman mau berbagi sedikit aja tentang suka-duka selama gw jadi mahasiswa psikologi.. :D
Gw emang belum lulus sih.. tapi 3 tahun jadi mahasiswa psikologi cukup buat hidup gw sedikit berubah.. :)

sebelum masuk keinti, gw mau cerita gimana awalnya gw bisa nyemplung kesini.. hehhee
Dulu waktu gw kecil gw pingin banget jadi dokter *cita2 anak banget ini*, cita2 itu bertahan sampe gw SMA, karena cita-cita gw itu tuh gw bela-belain ngambil jurusan IPA, dengan kadar otak gw yg ngepas, tentu aja gw kelabakan sendiri di jurusan itu. sempet mikir gw salah ambil jurusan atau apalah itu, gw juga tau temen-temen sekelas gw meragukan kemampuan gw. iyalah siapa yang mau percaya sama murid yang jadi peringkat 10 besar terbawah?? :D

Setelah itu akhirnya lama-kelamaan cita-cita gw mulai goyah, dan gw mulai mencari-cari cita-cita baru, dan entah kenapa nama Psikologi langsung ada di otak gw.. gw sendiri sebenernya gak gitu paham apa psikologi itu, kerjaannya nanti gimana, yang gw tau psikologi itu ngurusin anak-anak luar biasa atau orang-orang 'sakit'. Cita-cita gw ini ternyata gak semulus kayak cita-cita gw yg pertama, kenapa? karena ternyata orang-orang sekitar gw menentangnya.

Ada yang bilang "Loh kalo gitu ngapain waktu itu ambil IPA, kalo ujung2nya ngambil psikologi?"
atau adalagi yang bilang "Mau kerja apa nanti kalo ngambil psikologi?" ada juga yang bilang "anak-anak psikologi banyak yang stres loh." yang terakhir yang buat gw tambah gak yakin itu kata-kata yang bilang "Psikologi itu apalan semua loh. Emang bisa? bukannya kamu paling gak bisa apalan?" Jujur kata2 itu yang buat gw goyah buat ambil psikologi.

Dari dulu gw emang payah soal apalan. Boro-boro apal, tidur iya kalo lagi ngapalin buku :D.
Tapi entah gimana gw tetep yakin sama pilihan gw. gw berusaha menyakinkan diri gw, kalo gw pasti bisa!!

Ya dan disinilah gw, duduk sebagai mahasiswa semester 7 jurusan psikologi di salah satu kampus swasta. :)

Awal masuk sih gw nggak ngerasa beda kayak mahasiswa baru lainnya. sempet juga gw takut dan gak yakin sama apa yang gw pilih, bahkan waktu pembagian IP pertama gw sempet minder. ya iyasih ya IP gw gak jelek2 amat. tapi ngepas banget, dan temen2 gw punya IP yang WAW banget..

Tapi akhirnya gw bisa sedikit bangkit, ya walaupun gak naik2 amat itu IPK tapi seenggaknya gak turun kan :D

Hari-haripun berlalu, kadang diatas-kadang dibawah...

Dan gw pun mulai ngerasa sedikit-sedikit terjadi perubahan dalam diri gw, ada yang enak, ada juga yang enggak. nah disini gw mau share..apa sih suka-dukanya :D

1. Sukanya itu kalau dulu gw ngomong boro-boro ada yang dengerin, dibilangnya masih kecillah atau apalah, kalo sekarang gw ngomong asal aja dibilang keren *jangan ditiru*
2. Berasa wah, ada kebanggaanya sendiri kl gw nyebut gw kuliah di psikologi, karena ternyata menurut orang-orang psikologi itu susah.
3. Jadi bisa sedikit ngertiin perasaan orang *tp jujur kadang gw masih lepas kontrol*
4. Ilmu psikologi itu banyak berguna buat kehidupan sehari-hari..

Tapiii kalau ada suka pasti ada yang dukanya donk, sebenernya mungkin banyak tapi ini nih yang paling berasa dukanya jadi anak psikologi..

kalian punya temen anak psikologi atau psikolog?? kalau punya apa yang kalian rasain atau pikirkan kalau temen-temen kalian itu marah2 sama kalian? pasti sebagian besar yang ada di pikiran kalian tuh "katanya psikologi, tapi gak bisa ngatur emosi?" ya emang psikologi diajarin cara2 mengontrol emosi, Tapi hellooo kita bukan malaikat, yang bisa senyum tiap hari, kita manusia biasa yang punya perasaan. adakalanya kita butuh ngeluarin perasaan itu. jadi please deh buang jauh2 pikiran anak psikologi gak bisa marah, karena itu salah dan itu bukan saya!!

Tapi dibalik itu semua gw ngerasa ini bener-bener hidup gw. gw berasa hidup. gak kayak sebelum-sebelumnya. kalau dulu gw ngeras diremehkan dan dipandang sebelah mata, tapi disini gw ngerasa lebih di hargai dan gw merasa keberadaan gw dianggap. gak kayak dulu, selalu terabaikan.

Intinya sih ya saling menghargai ajalah, jangan pernah memandang orang sebelah mata.

Mau dimengertikan? Jadi tolong mengerti orang lain juga! :)

Senin, 19 Mei 2014

Terapi Humanistik- Ekstensial

di Mei 19, 2014 0 komentar
Anggota : 
Adisti Natalia
Albi Samjaya
Guntur Hamonangan
Liska Lesmana.

A.  Definisi dan Sejarah Terapi Humanistik-Eksistensial 

Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh  psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
            Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
            Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
            Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
B.     Konsep Utama Terapi Humanistik-Eksistensial

1.      Kesadaran Diri
            Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

2.       Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
            Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

3.      Penciptaan Makna
            Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
C. Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya.


D. Fungsi dan Peran Terapis dalam Terapi Humanistik-Eksistensial

Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.


E.     Prosedur dan Teknik Terapi
Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi
1.      Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling. 
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
2.      Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling. 
Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980). 
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis.
Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.
3.      Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi Konseling. 
Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
4.      Pencarian Makna : Implikasi Konseling. 
Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.
5.      Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling. 
Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan menjadi berkurang.
6.      Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling. 
Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.


F.  Tahap-tahap Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial

            Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode ini berasal dari Gestalt dan analisis transaksional. Terdapat tiga tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi humaniatik eksistesial, antara lain :
  • Tahap pendahuluan
   Konselor mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mnegklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
  • Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
  • Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.

G. Kekurangan dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial
1.   Kelebihan
·      Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
·      Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri
·      Memanusiakan manusia
·      Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
·      Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa
2.   Kelemahan
·      Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
·      Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
·      Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
·      Memakan waktu lama.

H. Contoh Kasus yang Biasa Ditangani dan Efeknya :

Kasus Pertama :

Sebagai contoh, Leon seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi  nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata. Perbedaan antara dengan apa Leon melihat dirinya (konsep diri) atau bagaimana ia ingin melihat dia (ideal konsep diri) dan realitas kinerja akademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus melihat bahwa ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup nyaman untuk menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk perubahan.
Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi lebih luas keyakinannya dan perasaan (Rogers, 1967). Mereka dapat mengekspresikan ketakutan mereka, rasa bersalah kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dan lain sebagainya. emosi telah dianggap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam diri mereka. Dengan terapi, orang distortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Mereka semakin menemukan aspek dalam diri mereka yang telah disimpan tersembunyi.
Sebagai klien merasa dimengerti dan diterima, mereka menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman mereka. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang rentan, mereka menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu dalam terapi datang untuk menghargai diri mereka lebih seperti mereka, dan perilaku mereka menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Mereka menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih benar untuk diri mereka sendiri. Mereka bergerak ke arah yang lebih berhubungan dengan apa yang mereka alami pada saat ini, kurang terikat oleh masa lalu, kurang ditentukan, lebih bebas untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan mereka sendiri.
 Dari contoh kasus Leon dapat diambil kesimpukan bahwa salah satu alasan klien mencari terapi adalah perasaan tidak berdaya dasar, dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif mengarahkan hidup mereka sendiri. Mereka mungkin berharap untuk menemukan “jalan” melalui bimbingan terapis. Dalam kerangka orang-terpusat, namun klien segera belajar bahwa mereka dapat bertanggung jawab untuk diri mereka sendiri dalam hubungan dan bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih bebas dengan menggunakan hubungan untuk mendapatkan diri yang lebih besar pemahaman.
 Kasus Kedua   :
Sungguh mengenaskan, seorang ibu muda (Junania Mercy 37) meracuni ke-empat anak-anaknya, memandikan mereka, menyisir rambutnya, kemudian disandingkan bersama-sama dengan rapi diatas tempat tidur. Kemudian baru sang ibu mengakhiri hidupnya dengan minum racun yang sama. Kejadian yang cukup menyayat hati, 4 orang anak kecil itu bagaikan sedang tidur saja, sang ibu ingin anak-anaknya ditemukan dalam keadaan bersih dan rapi. Bisa dibayangkan bahwa ibu itu menyaksikan anaknya sekarat, entah muntah, entah buang-air, entah badannya kejang-kejang karena keracunan. Ia merekamnya dengan sebuah ponsel kemudian ia membersihkannya dan menata mayat anak-anaknya dengan rapi. Waktu yang mungkin cukup panjang prosesnya. Kemudian ia memilih pakaian terbaiknya dan mengakhiri hidupnya. Dan tentu saja mayat sang ibu ketika ditemukan tidak sebersih anak-anaknya.
Ibu Mercy adalah gambaran seorang yang mempunyai tekanan berat, persoalan rumah-tangga, ekonomi dan problem kesehatan anak ke-2nya yang mempunyai penyakit kelainan darah yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Tak tahu kemana lagi harus meminta tolong, dan ia kemudian menjerit dengan jeritan yang tak terungkapkan dengan suara, ia bunuh diri.
Pada saat seorang klien ingin bunuh diri karena merasa sudah tidak dapat menanggung beban hidup diri & keluarganya, seperti kasus bu Mercy. Terapis Eksistensial mungkin memandangnya sebagai simbolik. Karena bukankah berarti klien merasa mati sebagai pribadi, apakah klien menggunakan potensi manusiawinya, apakah klien memilih mati hanya sekedar mengukuhkan kehidupan. Terapis Eksistensial akan mengonfrontasikan klien dengan masalah makna dan maksud dalam hidupnya. Sehingga klien mempunyai alasan untuk ingin melanjutkan hidup & melakukan sesuatu untuk menemukan guna tujuan yang akan membuat dirinya merasa lebih berarti dan hidup, karena dalam terapis konselor akan mengajak klien memahami dirinya sendiri sebagai manusia yang hidup berdampingan dan selalu dihadapkan oleh kenyataan-kenyataan pahit atau manis sehingga mampu eksis dalam kehidupannya.
Perasaan bersalah (kasus: tidak mampu membiayai pengobatan anaknya) adalah kekuatan dominan dalam kehidupan klien. Bagaimanapun banyak dari perasaan bersalahnya yang merupakan perasaan bersalah neurotik karena ia berlandaskan pandangan tentang mengecewakan orang lain dan bukan memenuhi pengharapan mereka. Klien harus belajar bahwa perasaan bersalah akan berguna jika berlandaskan kesadarannya atas penyia-nyian potensinya sendiri. Terapi eksistensial akan melihat harapan klien dalam belajar untuk menemukan keterpusatannnya sendiri dan dalam hidup dengan nilai-nilai yang dipilih dan diciptakannya sendiri. Dia juga bisa berhubungan dengan orang lain dengan kekuatannya sendiri untuk membentuk suatu hubungan yang dependen.
Tujuan dari terapi ini adalah menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab arah kehidupannya sendiri.

3.         Kasus Ketiga: Introspeksi Sebagai Terapi Humanistik Eksistensial
Introspeksi adalah proses pengamatan terhadap diri sendiri dan pengungkapan pemikiran dalam yang disadari, keinginan, dan sensasi. Proses tersebut berupa proses mental yang disadari dan biasanya dengan maksud tertentu dengan berlandaskan pada pikiran dan perasaannya. Bisa juga disebut sebagai kontemplasi pribadi, dan berlawanan dengan ekstropeksi yang berupa pengamatan terhadap objek-objek di luar diri. Introspeksi mepunyai arti yang sama dengan refleksi diri.
Sering dikatakan bahwa Wilhelm Wundt, bapak psikologi modern adalah orang pertama yang mengadopsi introspeksi pada psikologi eksperimental, meskipun gagasan metodologisnya telah disajikan lama sebelumnya, seperti pada abad ke-18 filsuf merangkap psikolog Jerman seperti Alexander Gottlieb Baumgarten atau Johann Nicolaus Tetens. Introspeksi adalah pemeriksaan pikiran dan perasaan sadar diri sendiri. Dalam psikologi proses introspeksi bergantung secara eksklusif pada pengamatan kondisi mental seseorang, sementara dalam konteks spiritual mungkin merujuk pada pemeriksaan jiwa seseorang. Introspeksi berkaitan erat dengan refleksi diri manusia dan kontras dengan ekstrospeksi. Introspeksi umumnya menyediakan akses istimewa ke keadaan mental kita sendiri, tidak dimediasi oleh sumber-sumber pengetahuan lainnya, sehingga pengalaman individu dari pikiran adalah unik. Introspeksi dapat menentukan sejumlah keadaan mental termasuk: Sensorik, fisik, kognitif, emosional dan sebagainya.
Pada beberapa kepercayaan introspeksi digunakan sebagai cara untuk terapi diri contohnya adalah pada agama Islam, penganut agama Islam mengenal introspeksi diri dengan kata muhasabah. Muhasabah sendiri memiliki arti introspeksi atau mawas atau meneliti diri, yaitu menghitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan setiap saat. Dalam bermuhasabah seorang muslim melakukan review terhadap apa yang telah dilakukannya selama ini adalah benar dan sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Kegiatan ini memiliki kesamaan dengan salah satu metode psikoterapi yaitu self-help atau menolong diri sendiri serta dalam pelaksanaan instropeksi diri menggunakan prinsip humanistik bahwa sebenarnya jawaban atas masalah manusia terdapat dalam dirinya sendiri.
Dalam melakukan introspeksi seseorang melakukan pengamatan terhadap apa yang telah ia lakukan selama ini, kemudian ia menilai apakah yang ia lakukan telah sesuai dengan hidupnya atau tidak, yaitu apakah ia sudah memenuhi perannya dengan baik (sebagai individu, sebagai anggota masyarakat, dan sesuai status yang melekat pada dirinya). Setelah melakukan proses pengamatan tersebut jika sudah terpenuhi maka ia dapat menyukuri atau menaikkan tujuannya lebih tinggi, namun jika belum terpenuhi maka ia akan melakukan pemikiran yang lebih jauh untuk menemukan hal-hal yang menghambatnya dalam memenuhi perannya serta menentukan tindakan serta membangun rencana yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi diri untuk mencapai tujuan pemenuhan peran tersebut.

Daftar Pustaka :
·         Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama
·         Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT Rafika aditama
·         Semiun,Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Kanisius: Yogyakarta
·         Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York: Salemba Humanika
·         Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group




Jumat, 04 April 2014

Psikoterapi

di April 04, 2014 0 komentar

  •  Definisi Psikoterapi

              Dilihat secara etimologis, psikoterapi memiliki arti yang sederhana, yaitu ‘psyche’ yang artinya jelas, yaitu ‘mind’ atau sederhananya: jiwa dan ‘therapy’ dari bahasa Yunani yang berarti ‘merawat’ atau ‘mengasuh’, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah perawatan terhadap aspek kejiwaan. Dalam Oxford English Dictionary, perkataan ‘psychotherapy’ tidak tercantum, tetapi ada ‘psychotherapeutic’ yang di artikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan teknik psikologis untuk melakukan intervensi psikis. Dengan demikian psikoterapi adalah perawatan yang secara umum mempergunakan intervensi psikis dengan pendekatan psikologis terhadap pasien yang mengalami gangguan psikis atau hambatan kepribadian.

  • Tujuan Psikoterapi 


       Ada lima tujuan psikoterapi dan kebanyakan terapi memusatkan perhatian pada salah satu atau lebih di antara tujuan-tujuan itu. Kelima tujuan tersebut dapat diutarakan di bawah ini (Huffman, et al., 1997).
1.      Pikiran-pikiran kalut. Individu-individu yang mengalami kesulitan secara khas mengalami konfusi, pola-pola pikiran yang destruktif, atau tidak memahami masalah-masalah mereka sendiri. Para terapis berusaha mengubah pikiran-pikiran ini dan memberikan ide-ide atau informasi baru, dan membimbing individu-individu tersebut untuk menemukan pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah mereka sendiri.
2.      Emosi-emosi yang kalut. Orang-orang yang mencari terapi pada umumnya mengalami emosi yang sangat tidak menyenangkan. Dengan mendorong pasien untuk mengungkapkan secara bebas perasaan-perasaan dan memberikan suatu lingkungan yang menunjang, para terapis membantu mereka menggantikan perasaan-perasaan tersebut, seperti perasaan putus asa dan perasaan tidak mampu dengan perasaan-perasaan yang mengandung harapan dan percaya akan diri sendiri.
3.      Tingkah laku-tingkah laku yang kalut. Individu-individu yang mengalami kesulitan biasanya memperihatkan tingkah laku-tingkah laku yang mengandung masalah. Para terapis membantu pasien-pasien mereka menghilangkan tingkah laku yang menganggu itu dan membimbing mereka kepada kehidupan yang lebih efektif.
4.      Kesulitan-kesulitan antarpribadi dan situasi kehidupan. Para terapis mem-bantu pasien-pasien memperbaiki hubungan mereka dengan keluarga, teman-teman, dan kolega-kolega seprofesi. Mereka juga membantu para pasien itu menghindari atau mengurangi sumber-sumber stres dalam kehidupan mereka seperti tuntutan-tuntutan pekerjaan atau konflik-konflik keluarga.
5.      Gangguan-gangguan biomedis. individu-individu yang mengalami kesulitan kadang-kadang menderita gangguan-gangguan biomedis yang langsung menyebabkan atau menambah kesulitan-kesulitan psikologis. Para terapis membantu menghilangkan masalah-masalah ini pertama-tama dengan obat-obatan, dan kadang-kadang dengan terapi elektrokonvulsif dan/ atau psikobedah (psychosurgery). Meskipun kebanyakan terapis bisa bekerja dengan pasien-pasien dalam beberapa bidang ini, terapi penekanan berbeda menurut latar belakang pendidikan terapis. Para psikoanalis, misalnya, menitikberatkan pikiran-pikiran tak sadar dan emosi; para terapis kognitif memusatkan perhatian pada pola-pola pikiran dan kepercayaan yang salah; para terapis humanistik berusaha mengubah respons-respons emosional negatif dari pasien; para behavioris (sebagaimana terkandung dalam nama itu sendiri) memusatkan perhatian pada perubahan tingkah laku maladaptif; dan para terapis yang menggunakan teknik-teknis biomedis berusaha mengubah gangguan-gangguan biologis.


  • Unsur-unsur Psikoterapi 

            Masserman (dalam Mujib, 2002) melaporkan delapan ‘parameter pengaruh’ dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi, yaitu :
·         Peran sosial (martabat)
·         Hubungan psikoterapeutik
·         Seorang terapis mendengarkan dengan penuh perhatian
·         Psikoterapi sebagai kesempatan untuk belajar kembali
·         Menurut Korchin kepercayaan terhadap tindakan terapis sangat dibutuhkan agar menghasilkan kondisi-kondisi untuk belajar kembali.
·         Motivasi, kepercayaan dan harapan
·         Kepercayaan merupakan hal yang penting dalam psikoterapi
·         Hak
·         Retrospeksi
·         Reduksi
·         Rehabilitasi
  • Perbedaan Psikoterapi dan Konseling

  1. Konseling pada umumnya menangani orang normal, sedangkan psikoterapi terutama menangani orang yang mengalami gangguan psikologis.
  2.  Konseling lebih edukatif, sportif, berorientasi sadar. Dan berjangka pendek. Sedangkan psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi sadar dan berjangka panjang.
  3. Konseling lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret. Sedangkan psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah serta berkembang terus.
  •        Psikoterapi Terhadap Mental Illness
·         Psychoanalysis & Psychodynamic
Pendekatan ini fokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Psychodynamic (Psikodinamik) pertama kali diciptakan oleh Sigmund Feud (1856-1939). Teori dan praktek psikodinamik sekarang ini sudah dikembangkan dan dimodifikasi sedemikian rupa oleh para murid dan pengikut Freud guna mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Tujuan dari metode psikoanalisis dan psikodinamik adalah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, klien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi).
Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikodinamik adalah: Ego State Therapy, Part Therapy, Trance Psychotherapy, Free Association, Dream Analysis, Automatic Writing, Ventilation, Catharsis dan lain sebagainya.
·         Behavior Therapy
Pendekatan terapi perilaku (behavior therapy) berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Tokoh yang melahirkan behavior therapy adalah Ivan Pavlov yang menemukan “classical conditioning” atau “associative learning”.
Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Misalnya pada kasus fobia ular, penderita fobia mengasosiasikan ular sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia penah melihat orang yang ketakutan terhadap ular. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa "ketika saya melihat ular maka respon saya adalah perilaku ketakutan".
Berbagai metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan behavior therapy adalah Exposure and Respon Prevention (ERP), Systematic Desensitization, Behavior Modification, Flooding, Operant Conditioning, Observational Learning, Contingency Management, Matching Law, Habit Reversal Training (HRT) dan lain sebagainya.
·         Cognitive Therapy
Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck.
Tujuan utama dalam pendekatan cognitive adalah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional. Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan Cognitive adalah Collaborative Empiricism, Guided Discovery, Socratic Questioning, Neurolinguistic Programming, Rational Emotive Therapy (RET), Cognitive Shifting. Cognitive Analytic Therapy (CAT)  dan sebagainya.
·         Humanistic Therapy
Pendekatan Humanistic Therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.
Metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan humanistik adalah Gestalt Therapy, Client Cantered Psychotherapy, Depth Therapy, Sensitivity Training, Family Therapies, Transpersonal Psychotherapy dan Existential Psychotherapy.
·         Integrative / Holistic Therapy
Yaitu suatu psikoterapi gabungan yang bertujuan untuk menyembuhkan mental seseorang secara keseluruhan.

  •      Bentuk-bentuk Utama Psikoterapi
  1.     Terapi psikoanalitik : Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan resolusi dan integrasi fase-fase perkembangan psikoseksual yang berhasil. Perkembangan kepribadian yang gagal merupakan akibat dari resolusi sejumlah fase perkembangan psikoseksual yang tidak memadai. Id, ego dan superego membentuk dasar bagi struktur kepribadian. Kecemasan adalah akibat perepresian konfilk-konflik dasar. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Proses-proses tak dasar berkaitan erat dengan tingkah laku yang muncul sekarang.
  2.    Terapi Eksistensial-Humanistik : Pada dasarnya merupakan suatu pendekatan terhadap konseling dan terapi alih-alih suatu model teoretis tetap. Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing individu. Kesadaran diri berkembang sejak bayi. Determinasi diri dan kecenderungan ke arah pertumbuhan adalah gagasan-gagasan sentral. Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan dalam mengaktualkan potensi. Pembedaan-pembedaan dibuat antara “rasa bersalah eksistensial” dan “rasa bersalah neurotik” serta antara “kecemasan eksistenisal” dan “kecemasan neurotik”. Berfokus pada saat sekarang dan pada menjadi apa seseorang itu; yang berarti memiliki orientasi ke masa depan. Ia menekankan kesadaran diri sebelum bertindak. Ia adalah terapi eksperiensial.
  3.    Terapi Cleint-Centered : Klien memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas masalah-masalahnya serta cara-cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan pada kesanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehantan mental adalah keselarasan antara diri ideal dan diri riel. Maladjustment adalah akibat dari kesenjangan antara diri ideal dan diri riel. Berfokus pada saat sekarang serta pada mengalami dan mengekspresikan perasaamn-perasaan. 
  4.     Terapi Gestalt : Berfokus pada apa dan bagaimana mengalami di sini-dan-sekarang untuk membantu klien agar menerima polaritas-polaritas dirinya. Konsep-konsep utama mencakup tanggung jawab pribadi, urusan yang tak selesai, penghindaran, mengalami dan menyadari saat sekarang. Ia adalah terapi eksperiensial yang menekankan perasaan-perasaan dan pengaruh-pengaruh urusan yang tak selesai terhadap perkembangan kepribadian sekarang. 
  5.   Analisis transaksional : Berfokus pada permainan-permainan yang dimainkan untuk menghindari keakraban dalam transaksi-transaksi. Kepribadian terdiri atas ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Klien diajari untuk menyadari ego mana yang berperan dalam transaksi-transaksi yang dijalankan. Permainan, penipuan, putusan-putusan dini, skenario kehidupan, dan internalisasi perintah-perintah adalah konsep-konsep utama.
  6.      Terapi tingkah laku : berfokus pada tingkah laku yang tampak, ketepatan dalam menyusun tujuan-tujuan treatmen, pengembangan rencana-rencana treatmen yang spesifik, dan evaluasi objektif atas hasil-hasil terapi. Terapi berlandaskan prinsip-prinsip teori belajar. Tingkah laku yang normal dipelajari melalui perkuatan dan peniruan. Tingkah laku yang abnormal adalah akibat dari belajar yang keliru. Ia menekankan tingkah laku sekarang dan hanya memberikan sedikit perhatian kepada sejarah masa lampau dan sumber-sumber gangguan.
  7.     Terapi Rasional-Emotif : Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosiomal nerakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional.  Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
  8.      Terapi Realitas : pendekatan ini menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental. Berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang, dan menolak masa lampau sebagai variabel utama. Pertimbangan nilai dan tanggung jawab moral ditekankan. Kesehatan mental sama dengan penerimaan atas tanggung jawab.
Daftar Pustaka :

Corey, Gerald. (2006). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Chaplin, J. P.2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Gunarsa, S.D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.

Morisson, Paul., Philip, Burnard. (2002). Caring and Communicating: Hubungan Interpersonal dalam Keperawatan Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Semium, Yustinus (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Penerbit Percetakan Kanisius.




                                                      


 

A N L Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea