Sabtu, 23 November 2013

P-Chan_Part 1

di November 23, 2013 0 komentar
“Warm Winter”
***
Dua kopernya dan tiga milik orang tuanya telah masuk ke dalam bagasi van. Seperti yang telah dikatakan ayahnya, sebentar lagi mereka akan pulang ke rumah lama mereka. Rumah tradisional di salah satu sudut Kyoto. Jujur, Ia bahkan tidak dapat mengingat bagaimana bentuk rumah itu sekarang. Entah sudah lapuk, atau bahkan telah rata oleh tanah. Rumah tradiaional Jepang terbuat dari kayu, bukan?
Ia tidak menyalahkan kedua orang tuanya. Tidak. Karena tidak ada yang dapat ia tuduhkan pada mereka. Bukan karena betapa sering Ayahnya dipindah-kerjakan ke berbagai negara. Bukan juga akibat tempat bersekolah yang selalu berganti nama setiap tahun ajaran barunya. Bahkan bukan karena berita pemecatan yang datang tiba-tiba saat Ia baru pulang bermain di Melbourn. Tidak ada yang dapat Ia salahkan.
"Dai-kun," panggil seorang wanita berumur hampir empat puluh. "Kita harus bergegas. Naiklah."
Setelah mengangguk kecil, pemuda itu melangkah masuk ke dalam van hitam. Ia melihat ayahnya telah duduk di samping pengemudi bermata sipit. Ini bukan pertama kalinya Ia melihat pria itu. Ayahnya pernah menunjukkan sebuah foto saat mereka sedang bersantai di balkon sambil menikmati pemandangan berkabut London. Namanya Hayashi Kenichiro. Sahabat Ayahnya, sekaligus tetangga mereka dulu, dan sekarang.
"Aku tidak tahu bagaimana cara berterima kasih padamu, Ken," ujar Tuan Takahashi memulai.
Kenichiro mengibas-kibaskan tangannya. "Kau ini! Aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri. Jadi tolong jangan merasa sungkan padaku."
Detik berikutnya, kedua sahabat lama itu tenggelam dalam tawa renyah. Nyonya Takahashi menggeser tubuhnya untuk masuk ke dalam van dan duduk nyaman di sebelah putra tunggalnya. Mendengar tawa suaminya merupakan hal terindah dalam satu minggu ini. Karena sejak berita pemecatan itu, suaminya tidak pernah lagi menyempatkan diri untuk tersenyum. Apa lagi untuk tertawa.
"Dai-kun, daijoubu desuka?" (daijoubu desuka : kau baik-baik saja?)
"Daijoubudesu," jawab pemuda itu pelan. Terlihat jelas tidak ada satu semangat pun dalam dirinya.(Daijoubudesu : baik)
"Takahashi Daisuke, dengarkan Okaasan." Perintah halus itu membuat pemuda di sampingnya menoleh. (Okaasan : Ibu)
"Kau adalah pemuda terpintar yang pernah Okaasan temui. Kau mampu mengejar segala ketertinggalanmu dan dengan mudah menjadi peringkat pertama. Wajahmu adalah anugerah terbesar yang kau miliki. Pasti kau akan menemukan gadismu di sini. Jadi kumohon, jangan terbebani dengan masalah keluarga."
Tidak ada jawaban dari Daisuke, pemuda itu. Memang tidak ada yang dapat Ia jawab. Keyakinannya pada perkataan Ibunya hampir mendekati nol. Terutama tentang gadis. Ya. Pergaulan di beberapa negara yang Ia kunjungi memang tergolong bebas. Bahkan setiap tahun atau setiap Ayahnya dipindah-kerjakan, sesering itulah Ia menjalin hubungan. Dengan gadis yang berbeda pula. Jadi kecil kemungkinan untuknya diterima dalam tradisi kuno, seorang pria hanya memiliki seorang wanita.
"Dai-kun."
"Mereka tidak akan menerimaku, Okaasan. Aku ini playboy. Lagi pula aku tidak akan membiarkan diriku merusak gadis-gadis di sini."
Daisuke memalingkan wajah, sedang tidak ingin membahas kata 'gadis'. Ia menatap jendela van yang mulai berembun. Salju yang tiba-tiba turun memang sedikit menjengkelkan. Terutama karena hawa dingin menjadi lebih dingin dari biasanya. Dan Ia membenci saat tubuhnya tidak dapat berkutik karena tebal mantel yang Ia pakai. Itu sebabnya Daisuke membencinya. Musim salju tidak akan pernah hangat.
Nyonya Takahashi mengusap lembut pipi anaknya. "Lihatlah dirimu, Dai-kun. Mereka, gadis-gadis itu, pantas mencintaimu. Kau menjelek-jelekkan dirimu sendiri untuk melindungi mereka. Jadi siapa yang dapat menahan pesonamu itu?"
Kedua bola mata Daisuke masih terfokus pada jalanan di luar yang mulai tertutup salju. Jika melihat berita ramalan cuaca yang Ia tonton saat menunggu kedatangan Hayashi Kenichiro, benar, maka ini adalah salju pertama di Kyoto.
"Ah! Turun salju rupanya!" pekik Nyonya Takahashi senang. Wanita itu memegang tangan Daisuke. Meminta sedikit perhatian dari anak laki-lakinya itu. "Apa kau tahu satu cerita tentang salju pertama?"
Daisuke menoleh. "Hai," jawabnya singkat. (Hai : iya)
"Saat itu Otousan benar-benar mempercayai mitos palsu yang dikatakan temannya. Gadis pertama yang kau lihat dikala salju pertama turun adalah jodohmu. Begitu bunyi mitos itu. Tetapi mitos itu benar-benar terjadi." (Otousan : ayah)
Daisuke kembali menghadap jendela. Ia sudah pernah mendengar asal-usul dirinya berkali-kali. Mitos, pohon sakura, syal biru laut, juga sarung tangan rajutan berwarna merah. Ya. Bagaimana bisa kehidupan percintaan kedua orang tuanya sangat mudah dan menyenangkan? Dirinya sendiri harus rela putus berkali-kali dan belum menemukan potongan puzzle-nya.
"... di bawah pohon Sakura yang tertutup salju. Kami bertemu karena syal biru lautku terbang."
Bola mata Daisuke melebar. Seorang gadis sedang berlarian di trotoar. Syal biru laut bergaris yang melilit leher gadis itu menjadi pusat perhatiannya. Warna biru laut yang sama dengan syal favorit ibunya. Bahkan modelnya hampir mirip. Ia lantas bertanya dalam hati. Tidak ada hal sama yang terjadi dua kali, bukan?
Saat van mulai mendahului gadis itu, Daisuke mengubah pemikirannya. Dari kejauhan, pemuda itu dapat melihat eloknya paras gadis syal biru itu. Semburat kemerahan di hidung dan pipi chubby-nya sungguh menggemaskan. Pesona khas Asia yang tidak Ia lihat dan dapatkan dari semua kekasihnya dulu.
"... mulai berkencan di hari berikutnya. Otousan  menyatakan cinta hari itu juga. Ah! Aku sangat menyukai bagian itu! Bagaimana menurutmu, Dai-kun? Tidakkah kau ingin merasakan cinta semanis itu?"
Anggukan pelan Daisuke menjawabnya. Benar. Tiba-tiba pemuda itu berharap pertemuan romantis Ayah dan Ibunya dapat terulang pada dirinya. Bahkan alur cerita hingga penutup, Daisuke menginginkan kesamaan. Antara dirinya dan gadis bersyal biru itu.
"Ken-san! Hentikan mobilnya!" teriak Daisuke.
"Oh, hai," jawab Kenichiro ragu.
Setelah van berhenti, Daisuke keluar dan berlari menyusuri trotoar. Jika pandangannya beberapa menit yang lalu, benar, gadis itu masuk ke dalam toko roti ini. Tanpa membuang banyak waktu, Ia membuka pintu toko. Bunyi nyaring lonceng dan harum roti yang menyeruak, menyambutnya. Manik kecoklatan miliknya tidak menemukan gadis itu.
"Ohayou gozaimasu! Ada yang bis-" (Ohayou gozaimasu : selamat pagi)
"Apa kau melihat gadis bersyal biru masuk ke sini?"
Pelayan itu menggeleng. "Iie. Saya tidak nelihatnya." (Iie : tidak)
"Kalau begitu, terima kasih."
Daisuke keluar dan menutup pintu itu dengan lemas. Sepertinya Tuhan telah memutuskan bahwa jalan hidupnya berbeda dengan kedua orang tuanya. Ia mendesah. Tangannya terangkat dan menengadah ke atas. Menyambut butiran putih yang jatuh perlahan. Salju pertama di Kyoto, Ia bertemu dengan seorang gadis. Jodohnya? Ya. Tentu jika Tuhan mengijinkan mereka bertemu lagi.
"Dai-kun! Apa yang kau lakukan?! Cepat masuk ke dalam van! Ugh! Dingin sekali!"
***
“Dai-kun! Apa yang kau pikirkan?” Nyonya Takahashi tampak gusar melihat anak laki-lakinya yang tak kunjung merespon. “Masih memikirkan toko roti itu? Oh, ayolah, Dai-kun. Kita sudah sampai.” Wanita itu hanya bisa mendengus kesal dan melirik suaminya sebentar seperti meminta bantuan.
“Dai-kun! Cepat bantu turunkan barang!” perintah Tuan Takahashi.
Mau tidak mau, Daisuke menggeret koper dengan malas. Ia masih memikirikan gadis bersyal biru yang melintas di jalanan dekat toko roti itu. Dan udara dingin menyeruak masuk ke dalam tubuhnya secara tiba-tiba semakin membuatnya jengkel. Ia mengutuk. Tidak adakah kesempatan untuk menikmati sedikit, sedikit saja, hari tanpa merasakan tulang-tulang yang menggigil?
Rumah yang sudah sangat lama tidak Ia kunjungi ini masih bisa dibilang layak untuk ditempati. Setidaknya, kayu-kayu ini masih kokoh berdiri. Daisuke mengedarkan pandangannya. Kamar. Ia mencari letak kamarnya. Apakah ada perubahan? Sepertinya tidak mungkin. Hanya sarang laba-laba dan debu-debu yang menempel di setiap ruangan yang Ia rasa sebagai buah kealpaan pemilik rumah.
Daisuke menggeser pintu yang Ia yakini sebagai kamarnya. Gotcha! Masih terlihat sama, hanya jumlah debu saja yang membedakan. Pemuda itu mendesah saat melihat bentuk kamarnya. Dinding-dinding tipis, nyaris tidak bermateri. Tidak aman, memang. Dan pasti sangat dingin di musim dingin seperti sekarang ini.
Diletakkannya koper dengan ukuran sedang ke salah satu sudut lemari multifungsi. Terlihat sebuah kasur lipat beserta selimut yang cukup tebal bergulung di dalamnya. Di saf atas terdapat beberapa pakaian yang terbungkus rapi di dalam kardus. Pakaian lamanya.
Daisuke bergegas merapikan kamar dan menyusun beberapa perabotan yang mungkin masih bisa Ia gunakan. Memang tidak memerlukan waktu yang lama jika hanya membereskan kamar kecil berukuran 3x3 itu. Tetapi tetap saja. Hari ini akan jadi hari yang sangat melelahkan.
“Dai-kun! Jika kau sudah selesai di sana, bisa kau kemari?!”
Daisuke mendengus. “Hai!”
Nyonya Takahashi merapikan tatanan meja makan. Ini memang sudah lewat dari jam makan siang. Tapi Tuan Takahashi masih saja sibuk merapikan halaman luar yang sudah tertutup salju setinggi mata kaki. Sehingga, sebagai istri yang baik, Ia harus menyajikan semua makanan ini sebelum suaminya selesai.
“Oh, Dai-kun,” serunya terkejut saat melihat Daisuke yang berdiri diam di depan pintu kamarnya. “Sudah berapa lama kau berdiri di sana?”
Daisuke tidak menggubris perkatakan Ibunya. Ia masih terlalu sibuk melihat sekeliling rumah berbahan kayu itu.
“Dai-kun! Ada apa dengan pikiranmu? Mengapa kau sering melamun belakangan ini?” Tidak mendapat jawaban dari anak tunggalnya, membuat Nyonya Takahashi mendesah. “Sekarang bisakah kau fokus sebentar? Cepat panggilkan Ayahmu. Makan siang sudah siap.”
***
Berulang kali ia merapatkan mantel merah tebalnya, udara kali ini begitu tak bersahabat baginya. Butiran-butiran putih itu kembali turun, dan tak jarang mengenai pipinya yang mulai memerah. Ia menjejalkan tangannya kedalam saku mantelnya, sedangkan kedua mata bulatnya berkeliling mengawasi tiap-tiap orang yang bejalan di sekitarnya. Ia mendengus kesal, membuat mulutnya mengeluarkan asap putih.
Bibir mungilnya menggerutu tak jelas, setiap kali ada orang yang tak sengaja menabraknya. Apa suasana di Nishiki Market –pertokoan di kyoto- selalu penuh sesak seperti ini, bahkan saat musim dingin itu tiba? Ah, sial! Ia benar-benar tak suka berada di tempat keramaian seperti ini. Kalau saja bukan karena Ibunya yang memaksa untuk menemani, tentu Ia akan lebih memilih merikuk di bawah selimut tebalnya!
“Oca-chan jangan menatap mereka seperti itu! Tidak sopan!” Wanita berumur sekitar tiga puluhan itu nampak kesal, melihat kelakuan putrinya.
Oca menatap Ibunya acuh. “Okaasan  tahu sendiri aku paling tak suka berada di tempat seperti ini!” umpatnya pelan.
“Biasakan dirimu, Oca-chan! Sampai kapan kau akan mengunci dirimu rapat-rapat?!” Ibunya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya bahwa putrinya sama sekali belum merubah pandangannya tetang orang lain. “Tidak semua orang itu jahat, Oca-chan!” Oca mendengus pelan, menanggapi perkataan ibunya itu.
“Aku tak pernah mengatakan bahwa semua orang itu jahat! Aku hanya mewaspadainya! Bukankah kejahatan itu ada dimana-mana?! Memangnya aku salah?!” ujarnya pelan.
Ia kembali mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Menyusuri tiap-tiap sudut Nishiki Market. Menurut Oca, tak ada yang salah dari dirinya. Ia hanya tak mau ada orang jahat yang ingin mencelakan dirinya! Ya hanya itu saja! Tak salah, bukan?!
“Kau ini terlalu banyak menonton berita kriminal, Oca-chan!”
Lagi-lagi perkataan itu yang ia dengar. Entah sudah beberapa kali Nyonya Sasaki berkata seperti itu untuknya. Oca tak menjawab perkataan ibunya. Bukannya tak bisa membalasnya, hanya saja, ia tak mau perdebatan ini bertabah panjang. Perdebatan adalah hal yang paling ia benci.
“Oca-chan kemari! Bantu Okaasan memilihkan hadiah untuk Otousan!” panggilan dari ibunya itu mampu membuat Oca menghentikan aktifitasnya. Ia mengangguk beberapa kali, lalu berjalan mendekati ibunya, dan mulai memilih beberapa barang yang ia rasa cocok untuk di berikan kepada ayahnya nanti.
Okaasan, sepertinya ini cocok untuk Otousan!” ujar Oca.
Ia menunjukan setelan Montsuki dengan Hakama dan Haori yang didominasi warna hitam kepada ibunya. Nyonya Sasaki itu nampak mengamati, memperhatikan secara lebih detail dan seksama. Beberapa menit kemudian ia mengangguk, menjetujui saran dari putrinya.
“Kau memiliki selera yang bagus Sasaki Oca!” pujinya, lalu mengacak-acak poni Oca pelan.
***
"Haruskah aku ikut, Otousan?"
Pria yang berdiri di depan cermin itu berhenti melakukan kegiatannya. Merapikan dasi kupu-kupu. Ia lantas berbalik dan menatap anak laki-lakinya, penuh rasa syukur. Dengan keadaan mereka sekarang, Ia tidak pernah mendengar ucapan protes dari anaknya. Ya. Terakhir kali Ia mendengar kata protes adalah saat mereka masih berada di bandar udara Adelaide satu minggu yang lalu.
"Entahlah, Dai-kun. Ini minggu pertama Otousan bekerja."
Ada raut kecewa dari pemuda tampan itu. Rambut yang baru saja Ia sisir rapi, kembali berantakan. Ini salah satu kebiasaannya ketika sedang kecewa. Mengacak-acak rambutnya sendiri.
Tetapi kali ini Ia tidak boleh merajuk seperti biasanya. Kondisi ekonomi keluarganya memang masih tercukupi. Hanya saja, Tuan Takahashi, Ayahnya, tidak suka berpangku tangan lebih lama. Begitu juga dengan dirinya. Ia ingin meringankan pekerjaan ayahnya untuk hari ini. Karena menjadi pelayan disebuah acara tidak sesusah menjadi sopir pribadi, bukan?
"Otousan, aku hanya ingin membantu. Lagi pula ini hanya menjadi pelayan. Aku pernah bekerja sebagai pelayan restoran saat kita tinggal di Inggris dulu," tutur Daisuke, mencoba meyakinkan Ayahnya.
Tuan Takahashi mendesah. "Dai-kun. Acara itu memang besar dan ada banyak tamu di sana."
"Itu sebabnya Otousan diminta menjadi pelayan juga, kan? Itu artinya mereka membutuhkan tenaga ekstra. Lagi pula ini musim dingin. Akan lebih banyak pekerja malas yang berkeliaran dibandingkan pekerja yang tekun seperti Otousan. Juga aku."
Tuan Takahashi tersenyum melihat reaksi putranya. Mau tidak mau, Ia menyetujui pendapat Daisuke. Bukan hanya karena pendapat yang masuk akal, permintaan terakhir atasannya kemarin menjadi sebuah pertimbangan lain. Harus ada setidaknya dua puluh pelayan di acara itu. Dari jumlah pelayan yang ada jika ditambah dengan dirinya, maka masih kurang tiga.
"Otousan, ijinkan aku ikut ke acara itu."
Tuan Takahashi menjawab dengan satu anggukan kecil. "Hai. Tetapi jangan sampai membuat masalah, Dai-kun. Wakarimasuka?"(Wakarimasuka : mengerti?)
Dengan semangat, Daisuke menjawab. "Wakarimasu!"(Wakarimasu : mengerti)
***
Gadis itu merapatkan mantel peach miliknya. Hal ini memang gila. Tidak pernah terbayang dibenaknya bahwa Ia akan menghadiri sebuah pesta di saat salju meluncur deras. Jika bukan karena paksaan ibunya, tubuhnya tidak perlu menggigil seperti ini. Tetapi mau bagaimana lagi? Ia sudah terlanjur berdiri di depan pintu besar kediaman Ayahnya.
"Oca-chan, ayo masuk," ajak ibunya dengan suara lembut.
Seperti yang sudah Ia duga sebelumnya, selelah pintu besar itu terbuka, ada banyak tamu yang memenuhi ruangan. Pakaian pesta yang mereka kenakan, khususnya untuk tamu wanita, tergolong minim. Mereka seolah tidak peduli dengan hawa dingin yang menusuk tulang.
"Lepaskan mantelmu," tutur Nyonya Sasaki yang telah menanggalkan mantel hitamnya lebih dulu.
Oca menggeleng kuat. "Okaasan. Aku tidak suka dingin. Bolehkah aku memakai mantelku?"
Ada raut tak suka dari Nyonya Sasaki. Tetapi wanita itu tidak memprotes permintaan anaknya. "Tetapi lepaskan syal biru itu."
"Hai."
Oca memberikan syal biru itu kepada seorang pria yang berdiri di dekat pintu. Setelah itu, Ia lantas menyusul Ibunya yang sudah lebih dulu melenggak ke dalam ruang pesta luas dengan dominasi warna emas. Dengan sedikit gugup, gadis itu merapatkan dekapannya. Membuat sedikit jarak dari pengunjung pesta adalah hal yang harus Ia lakukan. Tentu untuk melindungi dirinya sendiri.
"Oca-chan, kemarilah!" seru Ibunya yang kini sudah berada di tengah ruangan.
Masih berniat melindungi dirinya, Oca mengendap-endap. Pelan, tetapi pasti. Setidaknya dengan cara ini Ia dapat berada di samping Ibunya dengan selamat. Setelah melewati dua pemuda, empat gadis cantik bergaun mewah, dan dua orang pelayan, Oca melingkarkan tangan ke lengan kiri Ibunya. Meminta perlindungan. Sayang, Nyonya Sasaki tidak mengerti.
"Lihat! Itu ayahmu!"
Bola mata gadis itu mengikuti telunjuk Ibunya. Telunjuk itu mengarah ke sebuah panggung yang tidak seberapa tinggi di sebelah para pemain musik yang tengah melantunkan musik jazz. Pria yang telah melewati lebih dari empat puluh tahun kehidupan itu tampak cerah. Wajahnya yang memiliki kumis tipis itu terhiasi senyum bahagia. Ya. Jabatan Mentri yang baru saja diraihnya tentu menjadi alasan pesta ini terselenggara.
"Okaasan tidak memberi selamat pada Otousan?"
Pertanyaan yang bodoh, memang. Tetapi pertanyaan itu sama bodohnya dengan perbuatan mereka sekarang. Datang ke pesta di tengah musim dingin yang menusuk. Tidak ada satu kebaikan pun yang akan terjadi di pesta ini. Ia tidak akan mungkin berada dalam radius satu meter dari ayahnya. Apa lagi memberinya selamat secara langsung. Jika terjadi, Ibunya tidak akan selamat untuk dua hari ke depan.
"Iie. Kita lihat saja dari kejauhan," ujar Nyonya Sasaki pelan. Wajah sendu itu kembali. Menguasai diri dan hati wanita itu. Entah sudah berapa lama Ia merasakan perih ini dan sudah berapa kali Ia berhasil bertahan. Benar. Kini, Ia harus melakukan hal yang seperti biasa. Menenangkan diri, kemudian kembali bersikap normal. "Toire he ikimasu." (Toire he ikimasu : pergi kekamar mandi)
Mau tidak mau, Oca merelakan Ibunya pergi. Toh ini hal yang biasa terjadi. Meninggalkan Oca untuk sekedar menyegarkan pikiran di kamar mandi. Hanya saja, ada sedikit perbedaan di sini. Oh, tidak. Ada banyak. Dan hal itu membuatnya kembali merapatkan kedua tangan ke tubuhnya. Terlalu banyak orang.
"Anda ingin minuman, Nona?"
Gadis itu terperanjat. Seorang pemuda berbalut seragam hitam-putih khas para pelayan tengah menawarkan nampan berisi beberapa minuman kepadanya. Mata elang pemuda itu menarik perhatian Oca sebentar. Tetapi baru beberapa detik, Oca melepaskan pendangannya, berpaling, lalu berlari kecil meninggalkan pemuda yang mematung sambil menajamkan sorot mata.
"Matte!" (Matte : tunggu)
Dengan sembarangan, pemuda itu meletakkan nampan ke meja terdekat. Tanpa memandang semua tugas yang tengah diembannya, Ia berlari. Berkelit di antara para tamu dan  dua kali hampir menabrak meja. Ini demi gadis itu. Gadis yang memakai gaun pink pucat dengan hiasan pita besar di belakang.
"Matte!" teriaknya lagi.
Sekarang, acara kejar mengejar itu telah memiliki banyak penonton. Tetapi pemuda yang berhasil merapatkan jarak dengan gadis yang dikejarnya, tidak peduli. Kali ini Ia tidak akan membuang kesempatan. Tidak. Gadis itu berada di depannya dan tentu saja Ia harus meraihnya. Bukan hanya untuk membuktikan ucapan Ibunya. Pemuda itu juga ingin melihat paras cantik gadis itu sekali lagi.
"Gotcha!" serunya saat berhasil meraih pergelangan tangan gadis itu.
Pemuda itu mengatur napas. Getaran hebat yang menjalar di seluruh tubuh gadis itu berusaha Ia redam dengan genggamannya yang menguat. Cara itu berhasil. Getaran itu makin tidak terasa dan gadis yang Ia temui saat salju pertama di Kyoto itu menoleh. Menampakkan wajah kebingungannya.
Ia adalah manusia bodoh jika tidak terpesona dengan mata bulat gadis itu. Pipi chubby yang merona dan bibir tipisnya, terlihat sangat manis. Sungguh kecantikan khas Asia yang menyilaukan. Tidak perlu ditanyakan lagi. Ia menyukainya. Sangat menyukainya.
"Daisuki," ucapnya lantang dan membuat manik kecoklatan milik gadis di depannya membulat sempurna.
***




Jumat, 22 November 2013

Mengendalikan Fungsi Manajemen

di November 22, 2013 0 komentar


A.    Definisi Pengendalian Managemen

Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen meliputi: Planning, Organizing, Staffing, Leading, and Controlling (Leslie W.Rue and Lloyd L. Byars, 2000). Fungsi controlling berperan untuk mendeteksi deviasi atau kelemahan yang perbaikan terhadapnya menjadi umpan balik dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling adalah menciptakan standar atau kriteria, membandingkan hasil monitoring dengan standar, melakukan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, merevisi dan menyesuaikan metode pengendalian sebagai respon atas hasil pengendalian dan perubahan kondisi, serta mengomunikasikan revisi dan penyesuaian tersebut ke seluruh proses manajemen.


B.     Langkah-langkah Dasar dalam Proses Pengendalian (kontrol)
Mochler dalam Stoner James, A. F. (1988) menetapkan empat langkah dalam proses pengendalian, yaitu sebagai berikut:
1.      Menentukan standar dan metode yang digunakan untuk mengukur prestasi.
2.      Mengukur prestasi kerja.
3.      Menganalisis apakah prestasi kerja memenuhi syarat.
4.      Mengambil tindakan korek


C.    Jenis-jenis Pengendalian Managemen

1.      Pengendalian Pencegahan (Preventive Controls)
Pengendalian pencegahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya suatu kesalahan. Pengendalian ini dirancang untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan sebelum kejadian itu terjadi. Pengendalian pencegahan berjalan efektif apabila fungsi atau personil melaksanakan perannya. Contoh pengendalian pencegahan meliputi: kejujuran, personil yang kompeten, pemisahan fungsi, reviu pengawas dan pengendalian ganda. Sebagaimana pepatah mengatakan: “lebih baik mencegah daripada mengobati” demikian pula dengan pengendalian. Pengendalian pencegahan jauh lebih murah biayanya dari pada pengendalian pendeteksian. Ketika dirancang ke dalam sistem, pengendalian pencegahan memperkirakan kesalahan yang mungkin terjadi sehingga mengurangi biaya perbaikannya. Namun demikian, pengendalian pencegahan tidak dapat menjamin tidak terjadinya kesalahan atau kecurangan sehingga masih dibutuhkan pengendalian lain untuk melengkapinya. Untuk itu, pengendalian pencegahan perlu dilengkapi dengan pengendalian deteksi dan pengendalian koreksi.

2.   Pengendalian Deteksi (Detective Controls)
Sesuai dengan namanya pengendalian deteksi dimaksudkan untuk mendeteksi suatu kesalahan yang telah terjadi. Rekonsiliasi bank atas pencocokan saldo pada buku bank dengan saldo kas pada buku organisasi merupakan contoh pengendalian deteksi atas saldo kas. Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal daripada pengendalian pencegahan, namun tetap dibutuhkan dengan alasan berikut. Pertama, pengendalian deteksi dapat mengukur efektivitas pengendalian pencegahan. Kedua, beberapa kesalahan tidak dapat secara efektif dikendalikan melalui sistem pengendalian pencegahan sehingga harus ditangani dengan pengendalian deteksi ketika kesalahan tersebut terjadi. Pengendalian deteksi meliputi reviu dan pembandingan seperti: catatan kinerja dengan pengecekan independen atas kinerja, rekonsiliasi bank, konfirmasi saldo bank, kas opname, penghitungan fisik persediaan, konfirmasi atas piutang/utang dan sebagainya.

3.   Pengendalian Koreksi (Corrective Controls)
Pengendalian koreksi melakukan koreksi masalah-masalah yang teridentifikasi oleh pengendalian deteksi. Tujuannya adalah agar supaya kesalahan yang telah terjadi tidak terulang kembali. Masalah atau kesalahan dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau oleh auditor. Apabila masalah atau kesalahan terdeteksi oleh auditor, maka wujud pengendalian koreksinya adalah dalam bentuk pelaksanaan tindak lanjut dari rekomendasi auditor. Contoh: dijumpai adanya distribusi sembako kepada pihakpihak yang tidak memenuhi kriteria untuk dibantu oleh pejabat kelurahan. Atas dasar pengaduan, lurah setempat mengambil langkah perbaikan dengan menarik kembali bantuan tersebut dan mendistribusikan kepada pihak-pihak yang berhak dan memberikan sanksi kepada oknum pejabat yang telah melakukan penyimpangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4.   Pengendalian Pengarahan (Directive Controls)
Pengendalian pengarahan adalah pengendalian yang dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung dengan tujuan agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku. Contoh: kegiatan supervisi yang dilakukan langsung oleh atasan kepada bawahan atau pengawasan oleh mandor terhadap aktivitas pekerja.

5.   Pengendalian Pengganti (Compensating Controls)
Pengendalian kompensatif dimaksudkan untuk memperkuat pengendalian karena terabaikannya suatu aktivitas pengendalian. Pengawasan langsung pimpinan terhadap kegiatan pegawainya pada suatu organisasi kecil karena ketidak-adanya pemisahan fungsi merupakan contoh pengendalian pengganti.


D.    Proses Pengendalian Manajemen
Proses pengendalian manajemen yang baik sebenarnya formal, namun sifat pengendalian informal masih banyak terjadi. Pengendalian manajemen formal merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan satu sama lain, terdiri dari proses :
1) Pemrograman (Programming)
Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang akan dilaksanakan dan memperkirakan sumber daya yang akan alokasikan untuk setiap program yang telah ditentukan.
2) Penganggaran (Budgeting)
Pada tahap penganggaran ini program direncanakan secara terinci, dinyatakan dalam satu moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari pusat pertanggungjawaban.
3) Operasi dan Akuntansi (Operating and Accounting)
Pada tahap ini dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya tersebut digolongkan sesuai dengan program yang telah ditetapkan dan pusat-pusat tanggungjawabnya. Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai dasar untuk pemrograman di masa yang akan datang, sedangkan penggolongan yang sesuai dengan pusat tanggung jawab digunakan untuk mengukur kinerja para manajer.
4) Laporan dan Analisis (Reporting and Analysis)
Tahap ini paling penting karena menutup suatu siklus dari proses pengendalian manajemen agar data untuk proses pertanggungjawaban akuntansi dapat dikumpulkan.
            Analisis laporan manajemen antara lain dapat berupa :
1) Perlu tidaknya strategi perusahaan diperiksa kembali.
2) Perlu tidaknya dilakukan penghapusan, penambahan, atau pengubahan program di tahun yang akan datang.
3) Dari analisis penyimpangan dapat disimpulkan perlunya diadakan perubahan anggaran, apabila sudah tidak realistis.
4) Dari laporan-laporan dapat diambil kesimpulan perlu adanya perbaikan-perbaikan untuk masalah yang tidak dapat diantisipasi.


Sumber :
pusdiklatwas.bpkp.go.id/.../393/PSPM_Final_Oke.pdf


Jumat, 01 November 2013

Definisi dan Teori Motivasi

di November 01, 2013 0 komentar
Nama : Adisti Natalia
NPM : 10511199
Kelas : 3PA08

A. Motivasi

1.   Definisi Motivasi
Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007). Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Swanburg (2000) mendefenisikan motivasi sebagai konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Sedangkan menurut Moekijat (2000) dalam bukunya “Dasar-dasar Motivasi” bahwa motivasi yaitu dorongan / menggerakkan, sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.

2.   Teori - Teori Motivasi
a.      Teori Drive
Teori “drive” bisa diuraikan sebagai “teori-teori dorongan tentang motivasi” : perilaku didorong kearah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang. Contohnya, Freud (1940) mendasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaa, atau dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive. Secara umum, teori-teori drive mengatakan hal berikut: ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu didorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan.
Contoh: seorang sales disuruh menjual barang dagangannya sebanyak lima barang dalam satu hari, jika Ia berhasil maka Ia akan mendapatkan bonus dari pemimpinnya. Oleh karena itulah ia menjadi terdorong untuk segera menjual barang tersebut, karena ia mengincar bonus dari pemimpinnya.
b.      Teori Harapan
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:


• Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
• Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.
         Contohnya: seorang buruh pabrik diberikan tugas oleh pemimpinnya untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada dipabrik tersebut. Lalu Ia segera menuruti keinginan pemimpinnya, karena Ia tau Ia sanggup melakukan itu.
c.       Teori Tujuan
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yang jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja. Locke menunjukan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri, tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan . Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang solid.
         Contohnya: pegawai dalam suatu perusahaan mempunyai tujuan untuk menaikan jabatannya menjadi seorang manager diperusahaan tersenut. Oleh karena itulah ia sangat rajin dan cekatan dalam mengerjakan semua perkerjaannya.

d.    Hirakhi Kebutuhan
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.





• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.

B.  Artikel Mengenai Motivasi
Vemale.com - Hidup sebenarnya tak pernah benar-benar mudah bagi seorang yang punya harta sekalipun. Apalagi bagi anak berusia 9 tahun, Huang Doudou. Ini adalah kisah nyata yang pernah diulas oleh Dailymail. Bagaimana seorang anak di bawah umur harus membantu orang tuanya membiayai keluarga.
Mungkin Anda sudah banyak melihat anak-anak yang bekerja untuk membantu orang tua mereka meski usia mereka masih sangat kecil. Namun dapatkah Anda membayangkan seorang anak gadis yang belum sampai 10 tahun sudah harus bekerja dalam bingar kelab malam sebagai penari selama empat malam dalam seminggu?
Itulah yang dilakukan oleh Huang Doudou untuk membantu ekonomi keluarganya. Saat teman-temannya sedang enak tidur di kasur yang empuk dan hangat, mungkin Huang Doudou sedang sibuk merias wajahnya sebelum tampil menari di depan tamu kelab malam di dekat rumahnya di Urumqi, Mongol.

Huang tampil menggunakan baju menari, sepatu hak tinggi dan riasan wajah yang tebal dan emnor. Sangat tidak sesuai dengan anak seusianya yang bahkan belum terlalu mengenal makeup. Huang yang pemberani berkata, "Mungkin ini lucu, namun aku belum selesai melakukan pekerjaanku hingga jam 11 malam dan setelahnya aku masih harus mengerjakan PR untuk sekolah keesokan harinya."
Untuk pekerjaan ini, ia dibayar sekitar £80 sebulan atau sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Ia harus menari Latin di depan orang-orang dewasa hingga malam hari tiba dan mendapatkan uang tersebut untuk bisa membantu perekonomian keluarganya yang memprihatinkan. "Aku senang menari dan kadang aku mendapatkan uang tip yang bisa kugunakan untuk membayar tagihan. Kadang aku lelah, namun ini adalah pekerjaan yang baik," ujar Huang polos.

Ibu Huang mengalami cacat sejak sebuah kecelakaan merenggut kemampuan kakinya. Sang ayah pun menderita radang perut yang parah sehingga tidak bisa mencari pekerjaan. Gadis kecil ini pun punya mimpi sederhana. Ia sangat ingin nonton bioskop. Suatu hari, ibu Huang memenangkan tiket nonton bioskop dan mereka sangat antusias hendak menggunakan tiket tersebut. Sayangnya, ketika mereka sempat menggunakan tiket tersebut, tiket mereka sudah kadaluwarsa.

Yang diinginkan Huang mungkin bisa kita wujudkan sekejap saja dengan uang yang kita miliki. Meski masih kecil, namun Huang memiliki jiwa seperti orang 20-an tahun yang sudah mencari nafkah untuk hidup. Memberikan pelajaran pada kita bahwa meski hidup ini tak benar-benar mudah dan indah, namun jangan berhenti berusaha membuatnya menjadi mudah.
Semakin sering mengeluh, semakin kita terjatuh. Namun semakin kita berjuang, semakin kita kuat menghadapi badai yang menghadang. Mungkin kondisi kita terbatas, namun bila kita mau melihat, di luar sana ada kesempatan tanpa batas.
Analisa:
            Pada kisah di atas, yang dilakukan oleh gadis cilik bernama Huang, merupakan salah satu teori motivasi tujuan,. Dalam teori tujuan dijelaskan bahwa seseorang mempunyai dorongan yang kuat jika ia memiliki tujuan yang ingin ia capainya. Lalu pada kasus ini saya melihat Huang memiliki tujuan yang kuat  yaitu ingin menonton bioskop dan membantu kedua orangtuanya yang sudah tidak dapat berkerja, sehingga Huang rela berkerja sebagai penari klub, demi mewujudkan tujuannya tersebut



Sumber : 
Riyanti, B. D. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.







 

A N L Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea