Sabtu, 29 Juni 2013

Bongkahan Bintang Lusuh Untuknya Part 5a

di Juni 29, 2013 0 komentar
Fragment de Mémoire.


Menjadi lebih baik dari hari ke hari, memang selalu menjadi doa setiap manusia. Tetapi dengan hanya berdoa saja, tidak cukup. Butuh lebih dari sekedar perbuatan, bahkan pengorbanan untuk mewujudkannya.

Ia sudah melakukan semuanya. Tetapi nihil. Gadis itu tak lagi menoleh ke arahnya. Memang sudah sepantasnya gadis itu memperlakukannya seperti itu.

Hawa dingin berhembus kencang ke arahnya. Ia merapatkan jaketnya dan terus berlari. Entah kemana gadis itu akan lari. Misinya hanyalah mendapatkan pengabulan kata maaf.

"Aya!" teriaknya.

Gadis itu tak menoleh.

"Aya! Tunggu!"

Ia memperpanjang langkahnya. Berusaha sekuat tenaga, agar setidaknya bisa sejajar dengan gadis itu.

"Aya!"

Jemarinya berusaha menggapai pundak gadis itu. Sedikit lagi.

"Aya.."

Ia membalikkan tubuh gadis itu. Dan yang sangat ia sedihkan, gadis itu menatapnya dengan tatapan yang seolah berkata, "menjauhlah dariku."

"Aya, aku.."

"Namaku Oik," sahut gadis itu.

Ia menelan ludah.

"Ya, kata dia, itu namamu," ucapnya sambil melirik pemuda yang sedari tadi ingin memangsanya.

"Itu memang namanya!" teriak pemuda itu.

"Oke.. Oik.." ucapnya, memulai. "Aku tau, kata maaf tidak sebanding dengan semua kesalahan yang kuperbuat. Tapi aku ingin kau tau bahwa aku sangat menyesal. Aku.."

"Aku juga menyesal karna sudah mengenal kakak. Aku bahkan benci," potong Oik.

Pemuda di sampingnya tersenyum. "Kau memang pantas untuk dibenci."

Ia melirik pemuda itu. "Aku tidak bicara denganmu, Deva. Seharusnya kau tau diri."

"Kakak yang seharusnya tau diri! Apa membuatku hilang ingatan, belum membuat Kak Obiet puas?! Apa kakak ingin berbohong lagi?! Atau berpura-pura menjadi orang baik?!" teriak Oik.

"Ak..aku ingin minta maaf. Aku benar-benar menyesal," tutur Obiet, lagi.

"Apa kata maaf bisa mengembalikan ingatanku? Aku bahkan hanya bisa mempercayai cerita Deva tentang orang tuaku. Aku tidak bisa mengingat mereka!"

Air mata Oik mulai merebak. Tetapi ia segera mengusapnya begitu tahu, tangan Obiet bergerak mendekati wajahnya.

"Kakak nggak perlu repot. Aku nggak mau ketemu kakak lagi."

"Ay..Oik!" Obiet kembali membalikkan badan Oik. "Maaf. Tapi aku nggak akan menyerah."

"Enyahlah."

Oik melepaskan tangan Obiet dari pundaknya. Segera ia berlari menuju Deva, merangkul tangannya, dan berjalan cepat meninggalkan Obiet. Deva menolehkan sedikit wajahnya dan menampakkan seulas senyum kemenangan. Obiet hanya menatapnya tanpa ekspresi. Ia memang kecewa. Bukan kepada Oik. Tetapi kepada dirinya. Kepada kebodohannya. Dan untuk itu, ia harus membayarnya.

"Oik!" teriak Obiet.

"Aku akan terus minta maaf sampai kau bisa menerimanya!"

Oik menggigit bibir bawahnya. Menahan setiap butir air mata yang berdemo di ujung matanya. Ia harus kuat. Ini untuk kebaikannya. Deva terus menuntunnya menuju lahan parkir. Kedua kakinya yang terasa enggan beranjak membuat Deva sedikit mendorong tubuhnya.

“Oik!”

Deva mendorong tubuh Oik lebih keras. Bahkan terkesan menyeretnya. Hal itu ia lakukan karena manusia yang menurutnya sangat hina itu, terus mengejar Oik, mengharap pengampunan dari Oik. Dan hal yang paling ia takutkan adalah Oik menerimanya. Walaupun sudah jelas Oik menolak permohonan maaf itu, Deva tetap saja ketakutan.

“Oik! Tolong dengarkan aku!”

Deva merogoh saku celananya, mengeluarkan kunci mobil, lalu memasukkannya ke dalam lubang kunci, dan membuka pintu mobil. Oik mendudukkan dirinya. Tatapannya masih kosong. Ia sedang bergulat dengan pikirannya sendiri dan tidak menyadari bahwa seseorang yang mengemis pengabulan kata maaf, tengah menggedor-gedor kaca mobil yang ada di sampingnya.

“Oik! Oik!”

Oik mengerjapkan kedua matanya perlahan-lahan. Ia melirik ke arah Deva yang tengah sibuk menghidupkan mesin mobil. Tak lama kemudian kedua manik-maniknya beralih ke sisi lainnya. Ia menatap kedua bola mata yang memiliki warna yang sama dengan miliknya, coklat. Kemudian ia menunduk. Menatap ujung bootnya yang runcing.

“Oik! Buka! Aku minta maaf! Maafkan aku! Aku janji, aku akan ....”

Mesin mobil berderu keras selaras dengan teriakan senang dari Deva. Tanpa basa-basi, Deva segera menginjak pedal gas. Tetapi tanpa membutuhkan waktu yang lama, Deva menginjak pedal rem dengan bringas. Ia membuka kaca mobil yang ada di sampingnya.

“Obiet! Kau gila! Kalau kau memang mau mati, katakan saja!” teriaknya pada Obiet yang berhadapan langsung dengan moncong mobil.

Pundak Obiet naik-turun, napasnya tidak teratur. Ia menatap lurus ke arah Oik.

“Oik..” panggilnya, lirih.

“Woi! Cepat minggir!” teriak Deva, lagi.

Dengan mata yang terlihat berkaca-kaca, Obiet memegang dadanya. “Maafkan aku.”

Hening sejenak. Keduanya diam. Bahkan Deva ikut diam. Tetapi diam dengan maksud yang berbeda. Deva diam, karena tidak bisa lagi menahan amarah yang sudah ia tahan sejak tadi. Ia menoleh, menatap Oik yang seakan mematung karena ucapan Obiet. Dan hal itu sudah cukup baginya untuk dinyatakan sebagai lampu hijau dari antrian amarahnya. Bola matanya beralih kepada Obiet.

“Tidak mau menyingkir, ya? Kalau begitu aku saja yang menyingkirkanmu!”

Sedetik kemudian pedal gas kembali ditekan. Ia bukan hanya ditekan dengan kaki, tetapi juga ditekan oleh amarah Deva. Dan tanpa memperoleh kesempatan menyingkir, seluruh tubuh Obiet menghantam bagian depan mobil dan terpental ke samping. Oik yang melihatnya hanya bisa membeku dan takut melihat ke belakang.

“TAKE THAT!” teriak Deva penuh kegembiraan.

Oik berusaha keras menahan tubuhnya yang gemetaran. Ia mencoba menolehkan kepalanya ke samping, dan menatap Deva dengan tatapan tidak percaya. Deva yang menyadari tatapan itu segera menghentikan tawanya.

“Kecepatanku tadi hanya sekitar 20 atau 30 km/jam. Tidak akan terjadi apa-apa padanya,” tutur Deva, santai.

“Deva.. kau..” kata Oik.

“Kau tau apa yang kau lakukan?” “Ya, dan kalau memang terjadi sesuatu pada dirinya.. Aku berharap dia hilang ingatan!” “Deva!” “Oik.. Ingatan dibayar dengan ingatan,” jawab Deva menyudahi pembicaraan mereka.

Oik terdiam. Deva terus tersenyum, seolah telah memenangkan undian lotre. Dengan sengaja, ia menatap kaca spionnya. Senyumnya menghilang seketika. Refleksi seseorang di dalam spionnya tengah mencoba berdiri. Deva kembali fokus ke depan. Peron karcis menghadangnya. Dengan kesal, ia menjejalkan kartu parkir ke dalam mesin, kemudian mengambilnya, dan melesat pergi.


***


Obiet berjalan dengan tergopoh-gopoh, kaki kanannya terasa lebih lemah daripada kaki kirinya akibat tabrakan kecil yang disengaja oleh deva. Dia berjalan menuju mobilnya. Setiap melihat mobil yang dia gunakan sekarang, dia kembali teringkat dengan mobil “と 347 Ford merah” mobil yang dulunya dia jual demi menutupi kejahatan busuknya dan membeli mobil yang baru. Dengan kesal dia menekan pedal gas dengan kuat, mobil itu melesat dengan cepat ke apartemen miliknya.

Apartemen miliknya gelap gulita, tidak ada tanda kehidupan disana.

Krekkkkkk “pintu terbuka” Clekkkkk

Beberapa sinar lampu menerangi setiap sudut ruangan, sedikit ada tanda kehidupan disana. Obiet membanting tubuhnya dikasur. Kasur yang empuk itu terasa berduri, badan obiet terasa ngilu semua. Hatinya terus berkecamuk, otaknya sedang berkerja memikirkan cara agar gadis itu memaafkannya, tidak tidak, minimal mau berbicara dengannya. Berdua, tanpa ada bayang lelaki itu. lelaki yang sudah membuat kakinya seperti sekarang, lelaki yang membuat semuanya berantakan.

Dia memilih mandi dengan air hangat, sedikit meregangkan otot-ototnya. Ditutupnya sejenak mata, wajah gadis itu terus menghantuinya. Nama gadis itu terus saja berputar diotaknya. Seharusnya dari awal dia tidak berurusan dengan gadis itu, tapi sudahlah, semua yang berawal pasti akan berakhir entah itu bahagia atau sebaliknya.

Setelah mandi obiet menatap keluar jendela. Tidak ada bintang satupun, hanya ada bulan dan sinarnya pun tidak seterang biasanya. Apakah suasana langit sama dengannya..??


***


Oik keluar dari mobil dengan langkah yang lunglai.

“oikkk” “pulanglah” suruhnya dengan nada yang sangat pelan, malah hampir tidak terdengar. “oikk, bagaimana kalau besokkk….”

“pergilahh deva” oik membuka pintu pagar dan masuk kedalam rumahnya. Tepatnya rumah debo. Rumah orang yang sudah menyelamatkan dia, orang yang sudah dia anggap seperti kakak sendiri. Saat ini mungkin hanya debo yang bisa oik percaya.


***


Deva membanting stir mobil. Dia menuju kantor polisi, sudah tidak ada lagi yang bisa ditunda. Semuanya sudah terungkap. Siapa yang menanam dia harus menuai, siapa yang melakukan perbuatan keji dia harus bertanggung jawab untuk itu.


“nyawa dibayar nyawa, ingatan hilang apa juga harus dibayar ingatan, bukan seperti ini cara untuk menghukum lelaki bejat itu, satu-satunya tempat yang pantas untuk dia hanyalah PENJARA” deva tersenyum penuh kemenangan.

Dia melaporkan semua tindakan obiet kekantor polisi, semua bukti, plat mobil, bahkan korban atas kecelakaan itu sudah tau semuanya. Oik sudah mengetahuinya. Ini semakin mempermudah jalan deva untuk mengirim obiet kepenjara.

Polisi membuat surat penangkapan untuk obiet.

“besok semuanya akan berakhir” deva tersenyum penuh kemenangan.

Dengan santai dia mengendarai mobil.

“malam ini sepertinya aku akan tidur nyenyak dan aku tidak sabar menunggu kau diseret kekantor polisi, kau tidak mungkin melarikan diri, jika kau melarikan maka oik akan membencimu seumur hidup”


***


Gumpalan putih seperti kapas itu perlahan-lahan turun dan terus turun, lalu menempel di aspal, rerumputan, tanah, atap-atap gedung terus menyelimuti jepang menjadi serba putih. Pohon sakura tidak lagi menampakkan keindahannya, tapi jepang tetap indah dimata siapa saja yang melihatnya.

Entah sudah berapa kali debo mengetuk pintu kamar oik tapi tidak ada tanggapan dari penghuni didalamnya. Perlahan debo membuka knop pintu, oik menyelimuti semua tubuhnya. Memang cuaca hari ini dingin tapi tidak terlalu dingin, cerah tapi tidak terlalu cerah. Debo duduk dirancang sebelah oik yang masih terlelap.

“oikkk, apa kau masih tidur..??” tidak ada tanggapan dari oik.

Debo berkali-kali mengguncang tubuh oik. Dengan sedikit kesabaran dari debo akhirnya oik membuka selimutnya, matanya sedikit bengkak tapi suhu badannya tidak panas.

“apa kau sakit..??” debo memegang kening oik.

Oik menggeleng lemah. Oik meregangkan badannya dan sedikit tersenyum kepada debo.

“baiklah kalau kau tidak sakit temenin kakak jalan-jalan keluar yah..??” ajak debo. Oik menggeleng pelan.

“diluar lagi turun salju kak, nanti sakit lagian oik sekarang lagi malas ngapa-ngapain kak, lain kali aja yah” wajah debo terlihat kecewa.

Oik memang lagi malas hari ini, dia ingin sendiri. Tapi debo terus saja merayunya, bahkan mengancam.

“kalau oik nggak mau nemenin keluar, jatah makan siang oik nggak ada yah” oik terkekeh mendengar ancaman kakaknya. Beruntung dia masih ada keluarga yang bisa dipercaya.

Oik sedikit iba melihat kakak satu-satunya ini. dengan senyum sedikit terpaksa akhirnya oik menyetujui ajakan debo. Debo tersenyum penuh kemenangan seperti baru mendapatkan lotre.



***


Cuaca diluar memang sedang turun salju tapi tidak sehebat malam tadi. Cahaya matahari semakin memperindah warna salju. Putih menyilaukan mata.

Deva terbangun dari tidurnya. Tidak biasanya dia bangun siang mungkin karena kejadian tadi malam yang sangat menguras tenaga. Deva melirik jam yang berada di meja samping tempat tidurnya. Perutnya berbunyi nyaring meminta sesuatu untuk segera dilahap. Deva hanya mencuci muka dan sikat gigi. Segera dia melesat ke salah satu tempat makanan untuk mengisi perutnya yang sudah berdemo daritadi.



***


“oik mau es krim..??” tawar debo

“kakak, hari musim salju gini mana ada yang jualan es krim atau kakak mau bunuh oik yah..??” selidik oik bercanda, debo hanya menggaruk kepalanya.

“ya sudah oik maunya apa dong..?? oh iya kita cari makanan aja yuk, kan hari dingin gini enaknya makan yang hangat-hangat” tawar debo.

Oik menggeleng lemah. Dia sedang tidak mood menyentuh apapun.

Seketika Pandangan oik tertuju pada laki-laki yang ada dihadapannya atau tepatnya dibelakang debo. Pandangan oik sangat menyeramkan seperti harimau yang siap memakan mangsanya. Pandangannya penuh amarah. Debo yang melihat perubahan tatapan oik, memutarkan kepalanya dan melihat sosok obiet sedang berdiri tegap dibekangnya.


Oik membalikkan badan dan berlari sekuat tenaga. Rsa amarah, kesal, sedih semuanya bercampur. Oik menyeka airmatanya sendiri dan terus belari entah kemana.



***


Kantung belanja yang ia bawa penuh dengan mie instan dan beberapa potong roti. Ia memang maniak mie instan. Tiada hari tanpa mie instan yang masuk ke dalam lambungnya. Bahkan ketika Rio, sahabat baiknya, memperingatkannya tentang bahaya dari memakan mie instan, ia hanya membalasnya dengan mengangguk dan kembali memakan mie instan.

“...lalala.. dududu..” lantunnya.

Ia melirik jam tangannya. Seharusnya ia sudah berada di apartemennya, sekarang. Ia harus mempersiapkan diri untuk menemui Oik lagi. Dalam minggu ini, Debo tidak memperbolehkannya menjenguk gadis itu. Alasannya hanya satu dan sangat tidak masik akal baginya.

“Oik membenciku? Debo memang konyol,” gumamnya.

Ia memutar tubuhnya, lalu berjalan pelan menuju tikungan. Sedikit mencondongkan tubuh, ketika ia sampai di ujungnya. Kepalanya bergerak ke segala penjuru, hanya untuk memastikan bahwa ia memiliki waktu yang tepat untuk sampai di seberang jalan. Begitu merasa tidak akan ada yang menghalangi perjalanan pulangnya, kaki kanannya mulai melangkah.

Bibirnya kering dikikis hawa dingin yang kembali menyergap bersamaan dengan bulir-bulir putih yang jatuh bergantian menimpa tubuhnya. Untuk kesekian kalinya ia membetulkan letak kantung belanjanya. Entah mengapa kantung ini terasa begitu menyebalkan. Kantung ini seakan ingin jatuh ke bawah. Dan yang anehnya, isi kantung belanjanya bahkan tidak lebih berat dari tumpukan 4 novel berukuran sedang. Kantung ini menghambat perjalanannya.

Dengan kesal, ia menepi. Menopang kantung belanjanya dengan kedua lututnya yang ada dalam posisi jongkok. Ia meraba bagian bawah kantung, dan menemukan dua ujung mie instan meronta-ronta ingin dikeluarkan. Dengan sabar, ia menjejalkan kembali kedua mie instan ke dalam kantung dan membawanya dengan satu tangan yang menopang bagian bawah kantung belanja, sementara yang lainnya mendekap kantung belanja itu dengan sangat erat.

Sama seperti biasanya, perjalanan menuju apartemennya sangat membosankan. Tidak ada hal menarik yang dapat ia perhatikan. Kebanyakan pertokoan di sepanjang jalan tutup. Entah karena ini musim dingin, atau karena gulung tikar. Ia menghela nafas panjang. Di tikungan selanjutnya ia akan berbelok, menuju apartemennya.

“... tolonglah.”

Ia berhenti di persimpangan. Menatap dua sosok yang baru saja muncul dari salah satu sudut jalan. Terlintas di pikirannya bahwa gadis dengan mantel coklat itu adalah Oik, dan lelaki yang mencoba menggenggam tangan sang gadis adalah Obiet. Tetapi ia segera menepis pemikirannya itu. Seorang pemuda tinggi semapai menyenggol bahu kanannya sehingga tubuhnya agak oleng. Dengan niatan menghujat pemuda tadi, ia sesegera mungkin menegakkan sekaligus membalikkan tubuhnya ke arah larinya pemuda tadi.

“Kau! Dimana letak mat....”

Bibirnya terkatup. Kedua bola matanya menampakkan isyarat kebosanan stadium akhir. Ia mengumpat dalam hati. “Apa aku ini dikutuk untuk selalu bertemu denganmu?!”

“... Tunggu! Tunggu, Oik!”

Ia mendekap kantung belanjanya lebih erat. Kemudian mulai menjejakkan kakinya dengan kekuatan yang lebih besar agar ia dapat menyusul langkah kaki pemuda yang berada jauh di depannya. Susah payah ia berlari mengejarnya. Mie instan dan beberapa potong roti yang berada di urutan paling atas dalam kantung belanjanya melompat-lompat tak karuan. Terpaksa, ia menghentikan larinya. Begitu selesai mengatur nafasnya, ponsel miliknya berdering. Barisan nomor yang tak dikenalnya berderet-deret di layar ponselnya.

“Halo?” “Apa benar saya bicara dengan saudara Deva?”

“Iya, saya Deva.”

“Saya dari kepolisian Tokyo. Saat ini kasus yang saudara ajukan beberapa hari yang lalu telah diproses. Dan surat penangkapan terhadap tersangka telah tur...”

“Kebetulan sekali!” potongnya.

“Saat ini orang itu, maksud saya tersangka, sedang berada beberapa meter dari tempat saya berdiri. Tolong segera tangkap dia.”

“Baiklah. Aktifkan GPS di ponsel saudara. Kami akan mengirimkan unit kami yang ada di dekat lokasi. Terima kasih atas kerja samanya.”

Tanpa membuang bannyak waktu, ia segera mengaktifkan GPS. Kemudian kembali memacu kaki-kakinya untuk mengejar ketertinggalan. Namun tak lama ia berhenti, lalu bersembunyi di balik tiang listrik di samping toko bunga. Ia meletakkan kantung belanjanya di samping rak bunga mawar. Lehernya sedikit menjulur, membiarkan kedua bola matanya menangkap gambaran dua sosok yang berada tak jauh darinya.

“Bukannya aku sudah katakan berkali-kali kalau aku nggak mau ketemu kakak lagi! Seharusnya Kak Obiet tau diri!” bentak si gadis sambil mengambil jarak sekenanya.

Pemuda yang tadi menyenggol pundaknya tadi, membuang nafas agak kasar. Manik coklat miliknya menatap lurus ke arah manik coklat si gadis.

“Aku juga pernah mengatakan kalau aku akan terus meminta maaf sampai kau memaafkan kesalahanku. Oik, tolonglah..”

Merasa sudah bosan dengan semua perkataan yang selalu keluar dari kedua orang di hadapannya, akhirnya ia memilih untuk mengawasi sekeliling. Bukannya ia tidak peduli lagi dengan permasalahan yang ada di depan matanya, tetapi untuk saat ini ia lebih tertarik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan polisi, dalam bentuk apapun. Belum lama ia mencari, dari tikungan jalan muncul mobil patroli. Senyumnya mengembang melebihi ambang normal. Ia segera keluar dari tempat persembunyiannya, melambai ke arah mobil patroli, lalu menunjuk pemuda yang memunggunginya. Seperti mengerti apa yang dimaksud, mobil patroli berhenti tepat di samping kedua orang yang masih sibuk berargumen tentang permintaan maaf.

Kaget dengan kehadiran dua polisi yang membawa surat penangkapan, membuat keduanya mematung. Mereka saling melirik satu sama lain. Tak satupun dari mereka yang mampu berkata-kata. Polisi kembali mencairkan suasana dengan membacakan isi surat penangkapan. Tetapi keduanya semakin tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Hingga salah salah satu dari mereka angkat bicara.

“Siapa yang melaporkan, kalau saya boleh tau,” tanya si Gadis.

“Aku,” jawabnya. Gadis itu menoleh. Ia tampak tidak kaget dengan jawaban itu.

“Deva? Harusnya aku tau. Ini urusanku. Aku bisa menyelesaikannya sendiri.”

Deva diam. Ia melirik Obiet, yang ada di sampingnya, yang tengah mematung menatap surat penangkapan dirinya. “Seharusnya kau tau, mengapa aku melakukannya. Oik, inilah penyelesaian yang kau cari.”

Suasana kembali hening. Polisi yang sudah bosan melihat pemandangan seperti ini, mulai mengambil langkah. Ia mendekati tujuan dari tugasnya hari ini, menangkap tersangka tabrak lari yang terjadi beberapa bulan yang lalu.

Ia mendekati tersangka. Berniat menghiasi kedua lengannya dengan borgol. Namun belum sempat ia menyentuhkan borgol tersebut ke tangan tersangka, tangan tersangka telah hilang dari pandangannya.

“Jangan lari!” teriak kedua Polisi sambil berlari mengejar Obiet.

Deva mengepalkan tangannya dan seketika meninju pintu mobil polisi yang ada tepat di sampingnya. Ia melirik ke dalam mobil. Entah hanya perasaannya saja atau memang hal ini terjadi. Apa kedua polisi itu tidak memikirkan untuk mengejar Obiet dengan mobil patrolinya? Tanpa pikir panjang ia segera masuk ke dalam. Ia juga tidak mempedulikan Oik yang menggedor-gedor kaca pintu mobil.

Deru mobil menguasai kebisingan yang terdengar di telinga. Deva mengemudikan mobil patroli dengan bringas. Sering kali ia tidak memperhatikan jalan yang ada di depannya. Ia malah sibuk melihat ke samping kanan dan kirinya, mengharapkan buruannya dapat ia temukan dalam keadaan apapun. Memang ia seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami. Tetapi satu hal yang ia sadari. Jarum itu akan tetap berada di dalam jerami jika ia tidak melakukan apapun. Sehingga satu-satunya hal yang dapat menyelesaikan masalahnya adalah terus mencari, sampai ia menemukannya.

Bukan secara kebetulan Deva dapat menemukan mereka, Obiet dan polisi itu. Ia memang menguasai jalanan di sekitar apartemennya. Tak lupa, insting pemburunya yang keluar secara otomatis ketika ia tengah dibuat marah. Dan yang terpenting, takdir. Deva yakin bahwa ia dikutuk untuk selalu terhubung dengan Obiet dalam hal-hal buruk. Semenjak Oik hilang ingatan, kejadian buruk selalu menimpa dirinya. Dan kini saatnya kejadian buruk menimpa Obiet.

Obiet yang tadinya berlarian di trotoar, terpaksa berpindah lintasan ke jalan raya untuk menghindari pejalan kaki yang memadati trotoar. Sementara itu, dua polisi tengah bersusah payah mengejarnya. Meskipun usianya baru berkepala 3, nafasnya terasa dua kali lebih tua dibandingkan dengan umur aslinya. Semakin lama jarak mereka semakin lebar. Polisi yang sudah lebih dari setengah jam mengejar Obiet, mulai putus asa. Suasana di sekelilingnya juga mendukung keputusannya. Salju yang baru saja turun 45 menit yang lalu, telah menutup sebagian jalan, sehingga agak susah untuk berlari di antara tumpukan salju. Salah satu di antara polisi itu mulai berpikir, mengapa ia tidak membawa mobil patrolinya tadi? Tumpukan salju ini bisa dengan mudah dilalui dengan mobil. Ia memukul keningnya sendiri.

Beberapa meter dari dua polisi yang berlari lemas itu, muncul mobil patroli yang menerobos tumpukan salju dengan mudah. Kecepatannya sudah melebihi 60 km/jam, sekarang. Kecepatan yang termasuk tinggi untuk menghadapi medan bersalju. Dalam hitungan detik, mobil itu telah melewati pengemudi aslinya. Dengan suara lantang polisi itu meneriaki mobil dinasnya, “MOBILKU!!” . dengan sigap ia mengambil walkie talkie dari kantung celananya, dan meminta bala bantuan.



***


“Hosh.. hhosh..”

Nafasnya memendek lebih cepat dari biasanya. Biasanya ia baru kewalahan bernafas saat berlari di menit ke-50. Mungkin ini karena ia jarang pergi ke gym, atau karena ia sedang terburu-buru, seperti saat ini. Jujur, ia tidak ingin terus berlari. Tetapi ia belum mendapatkan apa yang harus ia dapatkan dari Oik. Dan untuk itulah ia berlari.

“... hhosh.. hosh...”

Sepuluh meter lagi, ia mencapai tikungan. Sedikit melirik ke belakang, dan kembali berlari dengan mengurangi sedikit tenaganya. Polisi itu sudah tidak ada. Setidaknya ia dapat memulihkan tenaganya, walau hanya sebentar. Namun baru beberapa detik ia menikmati kesantaiannya, deru mobil terdengar mendekat. Mungkin tidak akan menjadi masalah jika ia berada di trotoar. Tetapi nyatanya ia berada di tengah jalan. Secepat mungkin ia menoleh dan mendapatkan kejutan yang tidak diharapkan. Mobil patroli berada tepat di belakangnya, dan yang paling buruk, Deva berada di bangku kemudi.

Tanpa pikir panjang. ia segera memacu otot-otot kakinya untuk berkerja sama dengan tulang-tulang penopang kakinya agar ia bisa menambah kecepatan berlari. Mungkin kali ini larinya akan terkalahkan oleh kecepatan mobil. Jika hal itu terjadi, ia akan terlindas olehnya, dan Deva akan tertawa penuh suka cita. Tetapi ia akan memastikan bahwa dirinya akan selamat.

“OBIET! MAU LARI KEMANA LAGI, HAH?! KALAU KAU TIDAK KEBERATAN, AKU AKAN MENUNJUKKAN JALANMU KE NERAKA! HAHAHA!”

Deva dapat mendengar perkataannya sendiri, dan entah mengapa ia bangga dengan perkataannya itu. Ia menganggap perkataannya sangat cocok dengan apa yang terjadi saat ini dan nanti. Benar, ia memang ingin perkataannya terkabul. Perkataan adalah sebuah doa, bukan?

Ia melihat Obiet berlari lurus. Obiet akan melewatkan tikungan yang ada di hadapannya, pikirnya. Tanpa menunggu aba-aba, Deva sudah menambah kecepatannya. Hal itu membuat mobil patroli sedikit terhuyung ke kanan dan ke kiri akibat jalanan yang tertutup salju. Tetapi salju tidak dapat menghentikannya. Ia terus memacu mobil dengan bringas. Sampai akhirnya Obiet membelokkan badannya ke arah tikungan dalam sekejap mata. Kelopak mata Deva terbuka lebar. Dengan sigap, ia menginjak pedal rem dan membanting setir ke kiri. Jalan yang licin karena bersalju, membuat mobil patroli itu tergelincir jauh dari targetnya, dan berhenti setelah menabrak dua mobil yang berada di depannya.

Asap mengepul tepat setelah kejadian. Body bagian kanan mobil patroli rusak parah, tetapi pengemudinya selamat, Deva selamat. Matanya terbuka lebar, mengisyaratkan kebencian yang mendalam. Darah segar merambat pelan di dahi kirinya. Ia menatap stang setir selama beberapa detik, sebelum ia menoleh ke kiri, menatap tajam orang yang menanyakan keadaan dirinya.

“Aa.. ah.. ter..ternyata kau tidak apa-apa. Syukurlah kau sel...”

Brumm!! Kerusakan akibat tabrakan tadi hanya sedikit mempengaruhi jalannya mobil patroli itu. Yah, setidaknya mobil ini masih bisa berjalan, bahkan sedikit mengebut. Hal ini sudah cukup bagi Deva yang kesetanan. Sekarang, di seluruh penjuru otaknya telah dipenuhi dengan pemikiran bagaimana cara tercepat untuk melumpuhkan Obiet. Dan jawaban itu datang dari laci dasbor yang terbuka karena benturan keras saat tabrakan terjadi. Deva meraih benda itu dan tertawa lepas seolah Dewi Fortuna berpihak padanya.



***


Obiet tidak dapat merasakan kedua kakinya. Hal itu terjadi karena ia terus memaksa mereka untuk berlari. Tetapi ini bukan saatnya untuk mengeluh. Ia yakin Deva akan terus memburunya, walaupun mobil patroli yang dikendarai Deva sudah tidak terlihat. Mungkin dengan berlari sedikit lagi akan menyelesaikan masalahnya. Ia menyeberang ke sisi jalan yang agak sepi. Kemudian berbelok ke kiri, ke gang yang sedikit terlihat lebar dan agak gelap karena tertutup bayangan sebuah gedung perkantoran yang ada di seberang jalan.

Obiet menghentikan acara berlarinya. Ia menyandarkan tubuhnya di tembok dan mengambil nafas hingga semua fungsi tubuhnya kembali normal. Beberapa menit kemudian, ia mulai berdiri tegap sambil sedikit melemaskan pergelangan kakinya. Bunyi seperti tulang yang patah terdengar ketika ia mencoba memutar pergelangan kakinya. Obiet agak merintih kesakitan ketika ia mencoba menggerakkan kaki kanannya. Ia teringat kejadian di tempat parkir taman hiburan seminggu yang lalu. Deva yang secara sengaja menabraknya waktu itu telah membuat kerusakan yang agaknya fatal baginya.

Dengan sedikit tertatih-tatih, Obiet melangkah menyusuri gang yang sepi. Satu-satunya hal yang dapat ia pikirkan adalah bagaimana menyelesaikan masalahnya dengan Deva. Ia tahu bahwa hal itu tidak mungkin terjadi dengan mudah. Seperti spekulasinya tentang hubungan Deva dan Oik sebelum kecelakaan itu, pastinya penyebab mengapa Deva begitu gigih dalam memperjuangkan Oik. Obiet memijat keningnya. Kemudian menggeleng pelan. Sedekat apapun hubungan mereka di masa lalu, sebodoh-bodohnya perbuatan yang ia lakukan, dan serendah-rendahnya sikapnya yang seolah mencirikannya seperti pembunuh bermuka tebal yang mengharap cinta sekaligus belas maaf dari korbannya yang selamat, membuat masalahnya semakin rumit. Obiet kembali menggeleng dan mengumpat pelan kepada dirinya sendiri.

Hanya ada segelintir orang yang sama sepertinya, berjalan menyusuri gang. Tak sedikit dari mereka yang terburu-buru, seperti terikat janji. Obiet menyeret kaki kanannya sambil terus berpegangan pada tembok-tembok di pinggir jalan. Menyadari bahwa kakinya mulai terasa aneh, Obiet memutuskan untuk kembali beristirahat.
Mungkin semua masalahnya akan selesai jika ia tidak beristirahat untuk kedua kalinya, karena beberapa menit setelah ia memutuskan hal itu, mobil patroli yang ringsep bagian kanannya kembali terlihat di mata Obiet. Seperti bensin yang tersulut api, Obiet segera berdiri tegak dan berjalan cepat menyusuri sisa gang. Begitu tiba di mulut gang, Obiet disambut oleh bemper mobil patroli. Tubuh Obiet membentur body mobil dengan keras. Obiet dapat merasakan beberapa tulangnya retak, atau mungkin patah.


Deva keluar dari mobil dengan seringai mengerikan khas serigala yang berhadapan dengan mangsanya. Di kedua matanya tercetak tulisan ‘Akulah pemenangnya’ dengan jelas. Tangan kanannya menggenggam revolver dengan mantap.

“Aku.. tidak akan pernah.. melepaskannya,” ujar Deva sambil menatap Obiet yang sudah terkulai tak berdaya.

“Dia.. milikku. Dulu.. sekarang.. selamanya. Kau.. tidak berhak sama sekali.”

“Deva.. kita bisa selesaikan ini de..”

“DIAM!” teriak Deva.

“Apa kau tau kalau kau sudah merusak segalanya. KAU MERUSAK SEGALANYA! DENGAR?! KAU MERUSAKNYA!” “Dev..” “DI HARI ITU AKU INGIN MENGATAKAN SEMUANYA! DI HARI ITU AKU INGIN DIA TAU PERASAANKU! DI HARI ITU AKU MENUNGGUNYA HINGGA MALAM HARI TAPI DIA TIDAK DATANG! KARNA KAU! KARNA KAU SUDAH MEMBUNUHNYA!”

“Aku tidak membunuhnya!” sanggah Obiet.

“Kau membunuhnya! KAU MEMBUNUH OIK-KU YANG DULU!” teriak Deva.

Obiet terdiam. Ia tidak dapat berargumen tentang hal ini.

“Sejak menyadari bahwa Oik kehilangan ingatannya, termasuk ingatan tentangku, aku sudah mencoba menerima keadaannya. Aku berharap dia dapat mengingatku kembali, atau setidaknya dia merasa mengenalku. Tapi kenyataannya tidak. Dia tidak merasakan apapun terhadapku. Tapi terhadapmu.. Dia menganggapmu seperti malaikat yang turun dari langit.”

“Sudah cukup bagimu untuk menguasainya. Masalah di antara kita tidak akan selesai hingga salah satu di antara kita menemui ajal,” ucap Deva. “Dan kurasa ini giliranmu.”

Deva menarik pelatuk revolvernya. Dengan sedikit seringai, ia mengucap salm perpisahan pada Obiet.

“Sayounara.”

Kamis, 27 Juni 2013

Hubungan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi, Stres dan Gender

di Juni 27, 2013 0 komentar
berikut ada beberapa ulasan mengenai apa itu Abnormalitas :
PENGELOMPOKAN DEFINISI ABNORMAL
1. Pendekatan statistik: Di atas / di bawah normal di sebut “anormal” bukan abnormal. Istilah ini sering dipakai pada aliran behaviourisme dan kuantitatif
2. Pendekatan Fungsional: Fungsi – fungsi kepribadian yang ada pada orang yang bersangkutan berada pada taraf yang optimal / tidak
3. Pendekatan Kultural: Pendekatan yang melihat abnormalitas dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat tertentu
KRITERIA YANG MENENTUKAN ABNORMALITAS
1. Perilaku yang tidak biasa
Perilaku yang tidak biasa disebut abnormal . Hanya sedikit dari kita yang menyatakan melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Hal seperti itu hamper dikatakan abnormal dalam budaya kita.
2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara social atau melanggar norma sosial.
Setiap masyarakat memiliki norma – norma / standar yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain. Satu implikasi dari mendasarkan definisi dari perilaku abnormal pada norma social adalah bahwa norma – norma tersebut merefleksikan standar yang relative bukan kebenaran universal.
3. Persepsi atau tingkah laku yang salah terhadap realitas
Biasanya sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar.
4. Orang – orang tersebut berada dalam stress personal yang signifikan
Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi seperti kecemasan, ketakutan atau depresi. Namun terkadang kecemasan dan depresi merupakan respon yang sesuai dengan situasi tertentu.
5. Perilaku maladaptive
Perilaku yang menimbulkan ketidakbahagiaan dan membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan.
6. Perilaku Berbahaya
Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri atau orang lain.
FAKTOR – FAKTOR PENENTU ABNORMALITAS
Sebab – sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya. Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut :
A. MENURUT TAHAP BERFUNGSINYA
Menurut tahap – tahap berfungsinya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Penyebab Primer ( Primary Cause )
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik
3. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
4. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
5. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas . Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
B. MENURUT SUMBER ASALNYA
Berdasarkan sumber asalnya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu :
1. Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari – hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
2. Faktor – faktor psikososial
a. Trauma Di Masa Kanak – Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
b. Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya :1. Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, 2. Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
c. Hubungan orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
d. Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
1) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya .
2) Keluarga yang antisosial
Keluarga yang menganut nilai – nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas
3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah
4) Keluarga yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
e. Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
2) Konflik nilai
3) Tekanan kehidupan modern
3. Faktor – Faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti :
a. Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan,
b. Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
c. Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll.
a.       Hubungan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). 

Teori-Teori Motivasi 

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. 
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. 

Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) 

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : 

Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; 

Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. 

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. 

b.      Abnormalitas dengan Stres
c.        Stres adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stres biasanya dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang buruk, dan disebut sebagai distress. Tetapi ada juga stres yang positif, yang disebabkan oleh sesuatu yang baik, misal dipromosikan untuk kenaikan pangkat dengan diberikan pekerjaan di tempat lain.Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Definisi tersebut menggambarkan stres sedikit lebih negatif, sedangkan menurut pakar stres, Dr. Hans Selye,memperkenalkan stres sebagai suatu rangsangan dalam pengertian positif ,disebut sebagaiEutress. Eustress membuat individu mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya perkembangan ke arahyang lebih baik. Eutress diperlukan dalam hidup.
d.       Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989). reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989).
      Perilaku Abnormal dari Gangguan Stres
   Dari uraian diatas dapat diketahui perialku abnormal akibat gangguan stres adalah sebagai berikut :
       a.       Agresi
     Yaitu kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan kasar karena seseorang mengalami kegagalan. Biasanya adapula tindakan sadistik dan membunuh orang. Agresi ini sangat menggangu fungsi intelegensi sehingga harga dirinya merosot.
  b.      Regresi
         Yaitu kembalinya individu pada pola-pola primitif dan kekanak-kanakan. Misalnya dengan jalan menjerit-jerit, menangis meraung-raung, membanting barang, menghisap ibu jari, mengompol, pola tingkah laku histeris, dll. Tingkah laku diatas didorong oleh adanya rasa dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan masalah. Tingkah laku diatas adalah ekspresi dari rasa menyerah, kalah, putus asa dan mental yang lemah.
  c.       Fixatie
  Merupakan suatu respon individu yang selalu melakukan sesuatu yang bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai cara yang sama. Misalnya, menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu, membentur kepala, berlari-lari histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul dada sendiri, dll. Semua itu dilakukan sebagai alat pencapai tujuan, menyalurkan kedongkolan ataupun alat balas dendam.
  d.      Pendesakan dan komplek-komplek terdesak
 Pendesakan adalah usaha untuk menghilangkan atau menekankan ketidak sadaran beberapa kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif. Karena didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka terjadilah komplek-komplek terdesak yang sering menggangu ketenangan batin yang berupa mimpi-mimpi yang menakutkan , halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, dll.
    e.       Rasionalisme
      Adalah cara untuk menolong diri secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan membuat sesuatu yang tidak rasional dengan tidak menyenangkan. Misalnya, seorang yang gagal secara total melakukan tugas akan berkata bahwa tugas tersebut terlalu berat baginya karena dirinya masih muda.
      f.       Proyeksi
       Adalah usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negative pada orang lain. Misalnya orang yang sangat iri hati dengan kekayaan dan kesuksesan tetangganya akan berkata bahwa sesungguhnya tetangganyalah yang sebenarnya irihati pada dirinya.
       g.      Tehnik Anggur masam
      Usaha memberikan atribut yang jelek atau negative pada tujuan yang tidak bisa dicapainya. Misalnya seseorang mahasiswa yang gagal menempuh ujian akan berkata bahwa soal ujian tidak sesuai dengan bahan yang diajarkan.
      h.      Tehnik jeruk manis
       Adalah usaha memberikan atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan kelemahan dan kekurangan sendiri. Misalnya seorang diplomat yang gagal total melakukan tugas akan berkata “Inilah tehnik diplomatif bertaraf internasional, mundur untuk merebut kemenangan”
      i.        Identifikasi
     Adalah usaha menyamakan diri sendiri dengan orang lain, misalnya mengidentifikasikan diri dengan bintang film tenar, professor cemerlang dll. Semua itu bertujuan memberikan keputusan semu pada dirinya.
        j.        Narsisme
       Adalah perasaan superior, merasa dirinya penting dan disertai dengan cinta diri yang patologis dan berlebih-lebihan. Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah peduli dengan dunia luar.
     k.      Autisme 
         Ialah gejala menutup diri secara total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, bertambahnya konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah disintegrasi kepribadian.


Abnormalitas yang Berhubungan dengan Jenis Kelamin
Bayi yang baru lahir memiliki kromosm X dan Y, atau dua kromosom XY untuk laki-laki dan XX untuk perempuan. Embrio manusia haru memiliki setidaknya satu kromosom X untuk dapat tumbuh. Abnormalitas kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin yang paling umum melibatkan adanya kromosm ekstra (baik X atau Y) atau ketiadaan satu kromosom X pada perempuan.
Sindrom Klinefelter
Sindrom klinefelter merupakan kelainan genetik di mana laki-laki memiliki kromosom X ektra, membuat mereka menjadi XXY dan bukan XY. Laki-laki dengan kelainan ini memiliki testis yang tidak berkembang, dan mereka biasanya memiliki dada yang besar dan tumbuh tinggi. Sindrom klinefelter terjadi sekitar satu dalam setiap 800 kelahiran hidup anak laki-laki.
Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X adalah kelainan genetic yang merupakan akibat dari abnormalitas dalam kromosom X, yang menjadi terhimpit dan sering pecah. Defesiensi mental sering menjadi konsekuensi tetapi defesiensi ini mungkin mengambil bentuk berupa keterbelakangan mental, gangguan belajar, atau rentang perhatian yang pendek. Kelainan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, kemungkinan pada kromosom X kedua pada perempuan dan menegasikan efek negative gangguan ini.
Sindrom Turner
Sindrom turner adalah kelainan kromosom pada perempuan di mana sebuah kromosm X hilang dan menjadikan pemiliknya XO dan bukan XX, atau kromosom kedua terhapus sebagian. Perempuan dengan sindrom ini berpostur pendek dan mempunyai leher yang tersambung oleh membran kulit. Mereka dapat tidak subur dan mengalami kesulitan matematika, tetapi kemampuan verbal biasanya cukup baik. Sindrom turner terjadi kira-kira 1 dari setiap 2500 kelahiran.
Sindrom XYY
Sindrom XYY merupakan kelainan kromosom dimana laki-laki memiliki kromosom Y ekstra. Ketertarikan awal pada sindrom ini terfokus pada keprcayaan bahwa kromosom Y esktra yang ditemukan pada beberapa laki-laki menyumbang terhadap perilaku agresi dan kekerasan. Meskipun demikian, peneliti kemudian menemukan bahwa laki-laki XYY tidak lebih mungkin melakukan kejahatan daripada laki-laki XY.
Sumber: 
http://isahluphpsychologi.blogspot.com/2013/04/psikologi-abnormal-dan-patologi.html
http://kusbiantari.blogspot.com/
http://www.datukhitam.com/site/index.php/pengetahuan/agama/pemikiran/16-psikologi-definisi-psikosis-dan-abnormalitas.html
 

A N L Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea