Hari ini Lee Minhyuk enggan untuk
langsung pulang ke rumahnya. Rumah yang telah ia tempati kurang lebih 6 tahun
itu tetap asing baginya. Tidak ada kehangatan di dalam rumah itu, semua orang
yang ada disana terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing.
Lee Minhyuk berjalan pelan menyusuri
jalan setapak dekat kampusnya. Sesekali ia menendang batu-batu kecil yang
menghalangi langkahnya. Kemudian ia berhenti di depan sebuah restoran kecil
yang ada disana. Ia memperhatikan seorang Ahjussi yang nampak sibuk menurunkan
kardus-kardus yang cukup besar. Entah kenapa saat melihat Ahjussi itu, ia
teringat akan ayahnya. Ayah yang ia rindukan, yang sudah hampir Lee Minhyuk
lupakan wajahnya.
Lee Minhyuk pun menghampiri Ahjussi itu.
Ia membantunya membawakan kardus-kardus besar untuk dipindahkan dari mobil ke
dalam restauran.
"Gomawoyo, anak muda. Kau baik sekali."
Ucap Ahjussi itu setelah kardus-kardus yang ada di dalam mobil selesai ditata
rapi di dalam restaurannya. Ahjussi itu tersenyum hangat. Lee Minhyuk
mengangguk sopan sembari tersenyum, ia pun melangkahkan kakinya keluar dari
restauran tersebut. Namun baru selangkah ia pergi, Ahjussi itu menarik
tangannya, lalu mendudukannya ke salah satu kursi yang ada di restauran.
"Tunggu sebentar disini, aku akan
membawakan makanan yang lezat untukmu. Kau pasti laparkan?" Belum sempat
Lee Minhyuk menjawab pertanyaannya, Ahjussi itu sudah melenggang pergi, masuk
ke dalam ruangan yang terletak di bagian pojok restauran.
Lee Minhyuk hanya bisa menuruti
permintaan Ahjussi itu. Ia tau sopan santun, ia tidak mungkin pergi begitu saja
dari sana. Lagipula ia juga lapar, dan yang terpenting ia malas untuk pulang ke
rumah.
Selagi menunggu Ahjussi menyiapkan
makanan, Lee Minhyuk menyempatkan dirinya untuk melihat setiap sudut restauran.
Restauran ini tidak terlalu besar, hanya ada sekitar 5-6 meja yang tertata rapi
disana. Setiap meja dilengkapi dengan 4 kursi yang mengelilingi meja. Ada
beberapa lukisan sederhana yang tergantung disana, yang menambahkan kesan
nyaman ketika melihatnya.
"Maaf telah menunggu lama."
Ujar Ahjussi itu sembari menaruh beberapa lauk-lauk dan nasi di atas meja.
“Jal meokgessseumnida.” Lee Minhyuk
tersenyum ketika melihat lauk-lauk yang sudah tertata rapi. Setelahnya ia mulai
memakan makanan itu dengan lahap sampai semua makanan itu habis tak tersisa.
"Kamsahamnida Ahjussi, masakanmu
sangat lezat." Ujarnya sambil tersenyum kepada Ahjussi. Makanan yang
disajikan Ahjussi tadi memang tidak semewah makanan yang ada di rumahnya, namun
bagi Lee Minhyuk makanan itu yang paling enak yang pernah ia makan, selain
masakan ibunya tentunya.
"Ahjussi, saya pamit pulang dulu.
Sekali lagi terima kasih atas makanannya." Lee Minhyuk kemudian bangkit
dari kursinya, ia membungkuk sopan kepada Ahjussi itu.
"Baiklah. Selamat jalan, kalo kau
mau kau boleh datang kemari, akan aku hidangkan makanan yang lebih enak dari
ini, asal kau mau membantuku lagi." Kata Ahjussi itu sambil tertawa. Ia
suka menggoda anak muda di depannya. Entah ia menganggap anak muda itu lucu
karena terlihat polos sekali. Apalagi ketika ia makan, mata yang tandinya sayu
itu terlihat berbinar tanpa sebab yang jelas.
"Ne. Saya pasti akan datang
lagi." Ujar Lee Minhyuk, lalu ia melambaikan tangannya dan benar-benar
pergi dari restauran itu.
Senyuman Lee Minhyuk terus terukir di
bibir merahnya yang mungil. Ia sudah lama tidak merasakan kehangatan di dalam
hatinya. Ahjussi itu sangat baik, ia nyaman berada di dekat Ahjussi itu. Selain
itu masakannya sangat cocok untuk lidahnya.
Langkah ringan Lee Minhyuk tiba-tiba
berhenti di depan gerbang rumah mewah yang besar. Seketika senyum Lee Minhyuk
memudar dan tergantikan dengan ekspresi muka datar.
Pria tua yang sedang berada di pos depan
gerbang itupun buru-buru membuka gerbang itu, mepersilahkan Lee Minhyuk untuk
masuk.
Sepi dan dingin, suasana yang sama yang
Lee Minhyuk dapatkan ketika pertama kali datang ke rumah ini 6 tahun yang lalu.
Lee Minhyuk melangkahkan kakinya menaiki tangga yang terlihat megah itu. Saat
sudah sampai di lantai 2, ia pun melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang
terletak paling ujung. Namun langkahnya kembali terhenti di depan sebuah
ruangan dengan pintu kayu besar yang mengkilap.
"Ayah tidak bisa mengambil
keputusan seenaknya begitu! Anak itu bahkan baru menjadi bagian dari keluarga
kita. Aku berani taruhan, anak itu bahkan tidak tau caranya bersikap sebagai
keluarga terpandang!"
"Ya Lee Eunbi jaga omonganmu! Dia
anak dari kakakmu! Bagaimana pun jelas dia adalah cucu pertama ku. Lagipula aku
sudah memperhatikannya cukup lama saat ia masih di panti asuhan, ia anak yang
pintar dan rajin, ayah yakin ia akan bisa meneruskan perusahaan ayah
kelak."
Lee Minhyuk mengembuskan napasnya kasar,
ia mengusap wajahnya dengan frustrasi, mengacak-acak poni rambutnya yang
tadinya tersusun dengan rapi menutup keningnya, kepalanya tiba-tiba pening. Pertengkaran
antara Haraboji dan Imonya itu bukan sekali atau dua kali ia dengar, tapi
hampir setiap saat. Mereka berdua bertemu hanya untuk bertengkar dan alasan mereka
bertengkar adalah dirinya.
Masih segar diingatannya, ketika 6 tahun
lalu tiba-tiba ada seorang pria tua datang menghampirinya ketika ia sedang
membaca sendirian di taman panti asuhan tempat ia tinggal dulu. Pria tua itu
mengaku sebagai kakeknya dengan menunjukkan foto-foto antara pria tersebut
dengan Ibu Lee Minhyuk. Sejak saat itu ia pun pindah ke rumah mewah yang
sekarang ia tempati.
Lee Minhyuk buru-buru pergi menuju
kamarnya ketika ia mendengar suara langkah kaki yang mendekati pintu. Ia masuk
dengan cepat ke dalam kamarnya. Mengunci kamarnya. Suasana hatinya berubah
dengan cepat menjadi muram. Ia merobohkan tubuhnya di depan pintu kamarnya.
Menekuk kedua lututnya dan menyebunyikan wajahnya di antara sela-sela lututnya.
Entah kenapa hari ini sepertinya energinya terkuras begitu saja. Perlahan
–lahan ia menutup matanya.
"Minhyuk-ie
jangan lari-lari nanti jatuh." Wanita muda itu berusaha untuk menangkap
anaknya yang masih beusia 5 tahun itu. Anak yang dipanggil Minhyuk itu terus
berlari sambil tertawa. "Eomma tangkap aku kalo bica." Ujarnya sambil
menjulurkan lidah mungilnya. Ia kembali tertawa dan berlari mengelilingi taman.
"Eomma
pas aku besal, aku mau jadi atlet lali ya?" Katanya lucu, ia memandang
ibunya dengan tatapan berbinar. Wanita muda itu tersenyum lalu mengacak-acak
rambut anaknya pelan.
"Lakukan
apapun yang Minhyuk-ie mau. Selama itu membuat Minhyuk-ie senang Eomma akan
selalu mendukung Minhyuk-ie." Wanita itupun mencium kening anaknya lembut.
“Eomma
janji ya akan selalu menemaniku?”tanya Minhyuk kecil, ibunya mengangguk pelan,
ia tersenyum kemudian memeluk tubuh kecil anaknya.
“Ne.. Eomma akan selalu berada di sisi Minhyuk-ie selamanya.”
Pria itu memandang cermin yang ada di
depannya dengan tatapan bangga. Ia memperhatikan dengan detail pantulan dirinya
itu di cermin, lalu menyisir rambutnya ke belakang, sehingga keningnya terlihat
sempurna.
“Kau memang tampan.” Ujarnya sambil
sedikit menggerakan ujung atas bibirnya ke arah atas. Ia kemudian mengambil
jaket kulit berwarna hitam pekat, dan memakainya. Jaket itu ia biarkan terbuka
dan memperhatikan kaos hitam yang cukup ketat sehingga membentuk tubuhnya yang
berotot.
“Mari kita berpesta malam ini.” Setelah
mengatakan itu, ia pun melangkah keluar meninggalkan kamarnya. Ia berdiri di
bawah lampu jalan yang tidak jauh dari rumahnya, salah satu tangannya ia
masukan ke dalam saku, tiang lampu yang berada di belakangnya ia gunakan untuk
menompang tubuhnya.
Tidak lama kemudian sebuah mobil sedan
hitam berhenti di depannya, kaca mobil itu kemudian terbuka setengah, dan
melihatkan pria plontos yang ada di dalamnya.
“Hyung, ayo masuk.” Ujar pria plontos
itu di dalam mobil. Pria yang dipanggil ‘Hyung’ itupun kemudian membuka mobil
dan duduk di sebelahnya.
“Ya Peniel! Sudah ku katakan panggil aku
Huta saja!”
0 komentar:
Posting Komentar