P-chan!
Kedua tangannya saling berdekapan. Membuatnya terlihat
sedang menggigil meskipun ia baru saja melewati musim dingin yang panjang.
Kedua bola matanya tak pernah berhenti mengawasi gerak–gerik setiap siswa yang
berjalan melewatinya, berpapasan, maupun yang hanya berdiri diam. Ia menggeleng
kuat. Bagaimanapun juga, mereka dapat melakukan sesuatu pada dirinya.
“P-chan!”
Gadis itu menahan napas. Kemudian mundur beberapa langkah.
Ia semakin mendekap tubuhnya sendiri. Selalu saja seperti ini! Teriakan yang
hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri itu telah menjadi favoritnya. Selama
musim dingin, hingga sekarang. Dan hal itu dipicu oleh kedatangan siswa
pindahan yang tengah menatap tajam dirinya.
“Ohayou gozaimasu, P-chan!”
Panggilan itu lagi! Hatinya kembali berteriak. Saat semua
teman sekelasnya mulai memanggilnya dengan sebutan itu, ia hanya bisa diam.
Meskipun mereka bermaksud menggodanya, menertawakannya, atau lainnya, tetap
saja tidak ada yang bisa ia lakukan. Semua orang dapat berbuat semuanya
terhadap dirinya. Jadi kenapa siswa pindahan ini, tidak?
“Ohayou, Takahashi-san,” jawabnya malas.
“Musim semi sudah berjalan beberapa minggu. Kenapa kau masih
terlihat kedinginan?”
Kedua bahunya terangkat. Untuk kesekian kalinya, ia malas
menjawab pertanyaan bodoh itu. Tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan orang
yang sudah membuatnya tersiksa selama musim dingin, ia berjalan cepat. Melewati
tubuh jangkung itu kemudian berkelit di antara siswa-siswi yang memenuhi
koridor hingga sampai di depan kelasnya.
“P-chan! Kenapa… kau… selalu… lari?” tanyanya sambil
menggunakan bahu lawan bicaranya untuk menopang keningnya. Pemuda itu
tersenyum. Saat ini, ia pasti telah berhasil membuat pipi gadis ini merona.
“Takahashi Daisuke!” teriak gadis itu sambil –sekali lagi-
mengambil jarak. Kali ini cukup jauh. Hampir empat langkah.
“Hei, hei.. Kau tidak perlu marah seperti itu. Kau juga
tidak perlu susah-susah memanggil nama asliku. Cukup panggil aku, Diva. Seperti
yang lainnya.”
Diva menggusap keningnya. Mimik
wajah ketakutan dan marah, bergabung menjadi satu untuk melawannya.
Menghakiminya, seolah telah melakukan dosa besar pada gadis itu. Ia kembali
mendengus. Sekeras apapun ia mencoba untuk mendekati gadis ini, tetap saja
tidak berbuah hasil.
“Aku tidak mau melihatmu!”
***
Caranya beradaptasi memang tergolong cepat. Bisa dibilang ia
berpengalaman dalam hal adaptasi lingkungan baru. Pekerjaan ayahnya yang
menuntut untuk berpindah-pindah negara merupakan sumber dari ilmunya ini.
Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, pernah ia tapaki.
Musim dingin lalu merupakan musim tersulit yang pernah ia
lalui. Ayahnya yang baru saja dipecat, membuat keluarganya terpaksa kembali ke
tanah kelahirannya. Ia juga diharuskan meninggalkan sekolah dan teman baiknya
di Australia. Meskipun hal ini sering terjadi padanya, tetap saja,
kepindahannya kali ini tidak sebahagia biasanya.
“Kawaii na…”
Kedua gadis itu menarik perhatiannya. Ia menatap dengan ekor
matanya. Lonceng kecil yang tengah dipamerkan oleh gadis berambut pendek itu
memang terlihat manis. Tetapi jelas bukan untuknya. Manis untuk gadis itu.
Ia buru-buru meluruskan
pandangannya. Tetapi detik berikutnya, ia kembali menoleh. Kali ini kedua gadis
itu ikut kaget dan menatapnya. Sayangnya pemuda itu tidak peduli. Gadis yang
duduk di seberang kedua gadis itu telah mendapatkan semua perhatiannya. Senyumnya
mengembang. Satu alasan yang membuatnya bertahan selama musim dingin itu adalah
dia. Sasaki Oca.
“Oh, maaf aku tidak tau kalau Diva senpai masih berada di
sini,” ucap gadis berambut pendek itu. Ia kemudian melanjutkan. “Ah, aku belum
sempat berkenalan langsung. Aku adalah menejer klub baseball. Hajimemashite.
Kiyomizu Ayako desu. Douzo yoroshiku.”
“Takahashi Daisukue desu. Douzo yoroshiku.” Diva melihat Oca
pergi dari tempat ia duduk dan mulai berjalan keluar menuju gerbang sekolah.
“Ano… Senpai. Bolehkah aku min…”
“Sumimasen. Aku harus pergi sekarang. Mungkin lain kali.”
Diva segera memungut ransel dan berlari mengikuti langkah gadis itu. Langkahnya terhenti ketika hampir mencapai gadis itu. Teriakan sebelum bel masuk berbunyi kembali terputar di otaknya.
Diva segera memungut ransel dan berlari mengikuti langkah gadis itu. Langkahnya terhenti ketika hampir mencapai gadis itu. Teriakan sebelum bel masuk berbunyi kembali terputar di otaknya.
Permintaan Sasaki Oca agar menjauhinya memang bukan yang
pertama. Gadis itu sudah memintanya pergi berkali-kali. Hanya saja hatinya
terlalu keras untuk dilunakkan dengan permintaan bodoh itu.
“Takahashi-san!”
“Eh? Kau tau… aku… ada di belakangmu?”
“Jangan ikuti aku!” teriak gadis itu tanpa menoleh.
Diva mendesis. Gadis ini benar-benar telah membuat kepalanya
semakin penuh. Penuh dengan semua kemisteriusan dan paras cantiknya. Diva
bahkan tidak bisa membayangkan jika suatu hari nanti gadis itu menghilang
darinya. Ia pasti akan kehilangan dua hal yang membuatnya berpaling dari
masalah keluarganya.
Ia kembali melangkah. Pelan, tetapi pasti. Mengikuti langkah
Sasaki Oca yang telah keluar gerbang. Diva mengangkat tangan kanannya, seolah
tengah meraih rambut hitam Sasaki Oca. Kemudian tersenyum.
“Akan kulakukan apapun hingga loncengmu berbunyi untukku.
Tunggu saja, Sasaki Oca.”
***
Dekapannya semakin erat. Sudah
berkali-kali ia menggeleng kuat karena tidak bisa menemukan jawaban atas
masalahnya. Kedua bola matanya berusaha melirik ke belakang. Tetapi dalam waktu
yang sama ia tidak ingin terlihat seperti gadis yang terlalu percaya diri.
Gelengannya kembali membuat rambut hitam lurusnya bergoyang. Tidak! Orang yang
sedari tadi mengikutinya itu pasti memiliki urusan lain.
Meskipun begitu desiran halus di sekujur tubuhnya tidak
terelakkan. Ia paling tidak suka jika diikuti seperti ini. Jantungnya seolah
ingin copot setiap ada orang yang berjalan di belakangnya. Membuatnya merasa
serba salah hingga tidak dapat melakukan berbagai hal dengan baik. Seperti saat
ini, ia bahkan lupa bahwa rumahnya sudah terlewati.
Ia mengambil jalan memutar. Karena tidak mungkin baginya untuk berbalik dan melihat wajah anak bungsu keluarga Takahashi. Tidak! Ia lebih baik membiarkan kaki-kaki jenjangnya untuk berjalan lebih lama.
Ia mengambil jalan memutar. Karena tidak mungkin baginya untuk berbalik dan melihat wajah anak bungsu keluarga Takahashi. Tidak! Ia lebih baik membiarkan kaki-kaki jenjangnya untuk berjalan lebih lama.
“Tadaima!” teriaknya setelah sampai di depan pintu rumahnya.
Setelah membuka pintu, kelopak matanya melebar. Sebuah asbak
kayu milik ayahnya sedang meluncur ke arahnya dengan cepat. Ia menggigit bibir
bawahnya. Berusaha menahan sakit di sekujur keningnya yang berdenyut. Dengan
tangan yang bergetar, ia meraba pelipis kirinya. Noda merah di jari-jarinya
memicu getaran pada tangannya dengan lebih kuat.
“Oca…”
Gadis itu mendongak. Menatap kedua orang tuanya yang mematung di tempat. Masih bergetar, kakinya mulai melangkah mundur. Oca kemudian berbalik dan berjalan secepat mungkin sambil mendekap tubuhnya yang gemetar. Keputusan yang ia ambil sudah benar. Teriakan-teriakan itu pasti sebentar lagi akan muncul. Dan sebaiknya ia pergi sejauh mungkin.
“P-chan!”
Oca sendiri terkejut saat mendapati Takahashi Daisuke berdiri di depan rumahnya. Tetapi sekarang, hal itu bukan masalah besar. Yang terpenting ia harus pergi secepat mungkin.
“Kau… berdarah?”
Oca tidak menghiraukan ucapan pemuda itu. Langkah kakinya bahkan semakin cepat setelah melewati tatapan tajam itu. Namun belum sempat ia berjalan terlalu jauh, genggaman pada lengannya memaksa kakinya berhenti. Dalam keadaan diam, Oca dapat merasakan tubuhnya semakin berguncang hebat. Tangannya yang mengepal kuat tidak dapat membantunya mengurangi guncangan itu.
Tangan Takahashi Daisuke masih menggenggamnya. Oca buru-buru menarik lengannya. Genggaman itu terlepas. Tetapi detik berikutnya, pemuda itu sudah menarik tubuhnya masuk ke dalam pelukan. Oca semakin gemetar. Ia dapat merasakan lengan Takahashi Daisuke yang melingkar di pundaknya.
Gadis itu mendongak. Menatap kedua orang tuanya yang mematung di tempat. Masih bergetar, kakinya mulai melangkah mundur. Oca kemudian berbalik dan berjalan secepat mungkin sambil mendekap tubuhnya yang gemetar. Keputusan yang ia ambil sudah benar. Teriakan-teriakan itu pasti sebentar lagi akan muncul. Dan sebaiknya ia pergi sejauh mungkin.
“P-chan!”
Oca sendiri terkejut saat mendapati Takahashi Daisuke berdiri di depan rumahnya. Tetapi sekarang, hal itu bukan masalah besar. Yang terpenting ia harus pergi secepat mungkin.
“Kau… berdarah?”
Oca tidak menghiraukan ucapan pemuda itu. Langkah kakinya bahkan semakin cepat setelah melewati tatapan tajam itu. Namun belum sempat ia berjalan terlalu jauh, genggaman pada lengannya memaksa kakinya berhenti. Dalam keadaan diam, Oca dapat merasakan tubuhnya semakin berguncang hebat. Tangannya yang mengepal kuat tidak dapat membantunya mengurangi guncangan itu.
Tangan Takahashi Daisuke masih menggenggamnya. Oca buru-buru menarik lengannya. Genggaman itu terlepas. Tetapi detik berikutnya, pemuda itu sudah menarik tubuhnya masuk ke dalam pelukan. Oca semakin gemetar. Ia dapat merasakan lengan Takahashi Daisuke yang melingkar di pundaknya.
“Aku… memang tidak mengerti tentang
apa yang sedang terjadi padamu. Tetapi ingatlah satu hal. Aku akan selalu ada
untukmu.”
Saat pemuda itu mengusap lembut rambut Oca dan sedikit memainkannya, desiran halus itu kembali menyelimuti Oca. Kali ini terasa lebih hangat. Bahkan semakin hangat. Hingga Oca dapat menyadari bahwa tubuhnya tidak lagi terguncang. Desiran hangat itu telah mengambil alih dirinya. Ia memejamkan mata.
Sejak kapan ia terbiasa dengan Takahashi Daisuke?
karya :
Aniza Yanuriska Wardani
Debpi Zulpiarni
Adisti Natalia
yang udah baca di mohon kritik dan sarannya ya, jangan cman ngintip2 aja :D
Saat pemuda itu mengusap lembut rambut Oca dan sedikit memainkannya, desiran halus itu kembali menyelimuti Oca. Kali ini terasa lebih hangat. Bahkan semakin hangat. Hingga Oca dapat menyadari bahwa tubuhnya tidak lagi terguncang. Desiran hangat itu telah mengambil alih dirinya. Ia memejamkan mata.
Sejak kapan ia terbiasa dengan Takahashi Daisuke?
karya :
Aniza Yanuriska Wardani
Debpi Zulpiarni
Adisti Natalia
yang udah baca di mohon kritik dan sarannya ya, jangan cman ngintip2 aja :D
0 komentar:
Posting Komentar